Fatima Mernissi Dia lahir di fez, kota abad ke 9 maroko
pada 1940 yang terletak sekitar 5000 KM sebelag bara mekah dan 1000 KM sebelah
timur madrid. Dia di lahirkan ditengah-tengah harem dimana harem2 disana
dikelilingi oleh tembok-tembok yang tinggi dan hanya bisa melihat langit dari
taman.
Lahir pada tahun 1940 di Fez, Marokko. Ia tinggal dan dibesarkan dalam
sebuah harem bersama ibu dan nenek-neneknya serta saudara
perempuan lainnya. Sebuah harem yang dijaga ketat seorang
penjaga pintu agar perempuan-perempuan itu tidak keluar. Harem
itu juga dirawat dengan baik dan dilayani oleh pelayan perempuan.
Neneknya, Yasmina, merupakan salah satu isteri kakeknya yang berjumlah
sembilan. Sementara hal itu tidak terjadi pada ibunya. Ayahnya hanya
punya satu isteri dan tidak berpoligami. Hal ini dikarenakan orang tua Mernissi
seorang penganut nasionalis yang menolak poligami. Namun begitu, ibunya
tetap tidak bisa baca tulis karena waktunya dihabiskan di harem. .
Mernissi
kecil ini lebih menerima keindahan agama lewat
nenek Yasmina, yang telah membukanya menuju pintu agama
yang puitis. Neneknya yang menderita insomnia selalu
bercerita tentang perjalanan hajinya. Dan dengan
semangat selalu bercerita tentang dua kota, Mekkah dan Madinah.
Kota yang selalu diburunya adalah kota Madinah sehingga kota yang lain
seperti Arafah dan Mina sering ia lewatkan hanya
karena ingin cepat-cepat menceritakan kota Madinah. Hal ini sangat
berpengaruh pada Mernissi kecil. Madinah kemudian menjadi kota impian
yang diobsesikannya.
Sikap
ini melekat pada Mernissi selama bertahun-tahun.
Menurut Mernissi, al-Qur’ān sebagai kitab suci agama Islam sangat
tergantung pada bagaimana perspektif dan resepsi (penerimaan) kita
terhadapnya. Ayat-ayat suci ini bisa menjadi gerbang untuk
melarikan diri atau bisa juga menjadi hambatan yang tidak bisa
diatasi. al-Qur’ān, kata Mernissi, bisa menjadi pembawa kita ke
dalam mimpi atau malah pelemah semangat belaka.
Sedangkan
Ibu Mernissi selalu mengajarkan kepada Mernissi kecil bagaimana bisa
bertindak dan bertahan sebagai perempuan: "Kamu harus belajar untuk
berteriak dan protes, sebagaimana kamu belajar untuk berjalan dan
berbicara," kata sang Ibu pada Mernissi. Dari sang ibu
juga ia mendapatkan cerita tentang bagaimana agar
perempuan bertindak cerdik dan bijaksana. Ibunya sering
menceritakan kisah-kisah dalam Seribu Satu Malam. Cerita ini
mengisahkan seorang sultan yang sangat menggemari dongeng. Dikisahkan,
Sultan Nebukadnedzar suatu ketika memergoki permaisurinya berzina dengan
pengawalnya.Sang Sultan marah lalu membunuh keduanya.Sejak itu Sultan membenci
perempuan. Hal ini membuatnya mempunyai kebiasaan buruk, yakni menikahi
perempuan di malam hari, dan keesokan harinya si isteri
tersebut harus dipancung. Begitu terus terjadi setiap hari.
Tak terbilang banyaknya gadis yang mati karena itu. Kebiasaan
ini berhasil dihentikan oleh seorang gadis
bernama Shahrazad, dengan memikat sultan lewat
cerita-ceritanya, sehingga sang sultan selalu mengurungkan niatnya untuk
memancung gadis itu.
0 Comments