Hadis - Hadis Tentang Pernikahan
























Perkawinan merupakan naluri dari manusia, dimana Allah SWT telah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan (Q.S. Al-Dzariyat:59). Dari pasangan tersebut terciptalah suasana yang saling mencintai dan mengasihi. Karena ia merupakan naluri, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan suatu ritual yang telah lama dikenal oleh umat manusia dimana para nabi sebelum nabi Muhammad juga melakukan hal tersebut (Q.S. Al-Ra’d:38).
Nikah secara etimologi adalah al-Dham (berkumpul, bersatu) wa al-Tadakhul (jalinan). Sedangkan secara terminologi adalah akad antara calon mempelai suami dan istri dimana akad tersebut dapat menghalalkan adanya hubungan intim.[1]
Dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  nikah  berarti perjanjian  amtara  laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi); perkawinan.[2]
Nikah dalam Islam sangat dianjurkan karena ia dapat menekan nafsu, sehingga dengan menikah seorang hamba bisa mengarahkan nafsunya ke tempat yang benar. Hal tersebut terangkum dalam hadis anjuran nikah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.[3]

Kriteria Calon Suami atau Istri
Kriteria calon istri menurut hadis yaitu:
1.             Shalihah, karena perhiasan dunia yang paling indah adalah istri shalihah sebagaimana yang telah disabdakan nabi :
حَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِىُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِى شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِىَّ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ.[4]
"Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abdullah bin Numair Al Hamdani telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yazid telah menceritakan kepada kami Haiwah telah mengabarkan kepadaku Syurahbil bin Syarik bahwa dia pernah mendengar Abu Abdurrahman Al Hubuli telah bercerita dari Abdullah bin 'Amru bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah."

2.             Wanita yang sangat mencintai dan menyayangi keluarga serta istri yang dapat memberikan anak yang banyak. Hal tersebut berdasarkan hadis:
حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ وَعَفَّانُ قَالَا حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ خَلِيفَةَ حَدَّثَنِي حَفْصُ بْنُ عُمَرَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنْ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا وَيَقُولُ تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ[5]
"Telah menceritakan kepada kami Husain dan Affan berkata, Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Khalifah telah bercerita kepadaku Hafs bin Umar dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk menikah dan melarang dari membujang dengan larangan yang keras, dan Beliau Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda: "Menikahlah dengan seorang wanita yang memiliki kasih sayang serta manghasilan banyak keturunan, karena sesungguhnya saya berlomba-lomba untuk saling memperbanyak umat dengan para Nabi pada hari kiamat."

3.             Selayaknya  seorang  laki-laki  mencari pasangan  hidup  seorang  wanita taat  beragama dan berakhlak mulia, serta menanggalkan kekayaan, kecantikan, dan nasabnya. Hal ini berdasarkan  hadis:
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ [6]
"Telah mengkhabarkan kepada kami Qutaibah, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ibnu 'Ajlan dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah, ia berkata; dikatakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; siapakah wanita yang paling baik? Beliau menjawab: "Yang paling menyenangkannya jika dilihat suaminya, dan mentaatinya jika ia memerintahkannya dan tidak menyelisihinya dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci suaminya."

4.             Yang menyenangkan hati serta taat kepada suami.
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ[7]
"Telah mengkhabarkan kepada kami Qutaibah, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ibnu 'Ajlan dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah, ia berkata; dikatakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; siapakah wanita yang paling baik? Beliau menjawab: " Yang paling menyenangkannya jika dilihat suaminya, dan mentaatinya jika ia memerintahkannya dan tidak menyelisihinya dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci suaminya."

5.             Diusahakan mencari calon istri yang masih perawan
حدثنا إبراهيم بن منذر الحزامي . حدثنا محمد بن طلحة التيمي . حدثني عبد الرحمن ابن سالم بن عتبة بن عويم بن ساعدة الأنصاري عن أبيه عن جده قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( عليكم بالأبكار . فإنهن أعذب أفواها وأنتق أرحاما وأرضى باليسير )[8]
"Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al Mundzir Al Hizami berkata, telah menceritakan kepada kami Muhamamad bin Thalhah At Taimi berkata, telah menceritakan kepadaku 'Abdurrahman bin Salim bin Utbah bin Uwaim bin Sa'idah Al Anshari dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaklah kalian memilih yang masih perawan. Sungguh, mulut mereka lebih segar, rahimnya lebih luas (banyak anak), dan lebih menerima dengan yang sedikit."

6.              Adanya kafa’ah baik dari segi agama.
Sedang kriteria seorang suami yaitu adanya kafa’ah dengan calon istri, harta, serta kedudukan.
حدثنا محمد أخبرنا عبد الوهاب حدثنا خالد عن عكرمة عن ابن عباس : أن زوج بريرة عبد أسود يقال له مغيث كأني أنظر إليه يطوف خلفها يبكي ودموعه تسيل على لحيته فقال النبي صلى الله عليه و سلم لعباس ( يا عباس ألا تعجب من حب مغيث بريرة ومن بغض بريرة مغيثا ) . فقال النبي صلى الله عليه و سلم ( لو راجعته ) . قالت يا رسول الله تأمرني ؟ قال ( إنما أنا أشفع ) . قالت لا حاجة لي فيه[9]
"Telah menceritakan kepada kami Muhammad Telah mengabarkan kepada kami Abdul Wahhab Telah menceritakan kepada kami Khalid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits. Sepertinya aku melihat ia berthawaf di belakangnya seraya menangis hingga air matanya membasahi jenggot. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Abbas, tidakkah kamu ta'ajub akan kecintaan Mughits terhadap Barirah dan kebencian Barirah terhadap Mughits?" Akhirnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Seandainya kamu mau meruju'nya kembali." Barirah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Anda menyuruhku?" beliau menjawab, "Aku hanya menyarankan." Akhirnya Barirah pun berkata, "Sesungguhnya aku tak berhajat sedikit pun padanya."

Walimah
Walimah  secara  bahasa  menurut  al-Zuhri sebagaimana  dikutip  oleh  pengarang  kitab Subul al-Salam yaitu kumpul, adapun menurut istilah adalah membuat jamuan makanan untuk tamu-tamu   undangan   karena   ada   suatu   kenikmatan   yang   baru   datang.[10]    Walimah   inidilaksanakan ketika malam pertama pernikahan. Difinisi tersebut hampir serupa dengan difinisi yang dikemukakan oleh Ibnu al-Arabi dan sebagian ulama ahli fikih terutama al-Syafi’I dan sahabat-sahabatnya.
Ibnu  Abdi al-Barr, al-  Jauhary, dan Ibn al-Atsir  mengatakan  bahwa walimah adalah makanan yang khusus dibuat pada saat pernikahan. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Ruslan dimana ia berpendapat bahwa yang paling cocok mengemukakan pendapat dalam pengistilahan walimah adalah orang yang ahli bahasa yaitu Ibnu Abdi al-Barr.16[11]
Ulama sepakat bahwa sajian yang ada dalam walimah itu tidak terbatas adapun minimal dari sajian  acara  tersebut  yaitu  sebagaimana  kemampuan  mempelai  pria  dalam  menyajikan sajian.[12] Hal tersebut berdasarkan hadis diantaranya:
حدثنا أحمد بن عبدة . حدثنا حماد بن زيد . حدثنا ثابت البناني عن أنس بن مالك : - أن النبي صلى الله عليه و سلم على عبد الرحمن بن عوف أثر صفرة . فقال ( ما هذا ؟ أو مه ) قفال يا رسول الله إني تزوجت امرأة على وزن نواة من ذهب . فقال ( بارك الله لك . أولم ولو بشاة )[13]

“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Abdah telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid berkata, telah menceritakan kepada kami Tsabit Al Bunani dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat pada diri 'Abdurrahman bin Auf ada sisa wewangian, beliau lantas bertanya: "Apa ini?" 'Abdurrahman lalu menjawab; "Wahai Rasulullah, aku baru saja menikahi seorang wanita dengan mahar satu nawah emas, " beliau bersabda: "Semoga Allah memberimu berkah, buatlah walimahan meskipun dengan seekor kambing."

Dan juga hadis:
حدثنا محمد بن أبي عمر العدني وغياث بن جعفر الرحبي . قالا حدثنا سفيان بن عيينة . حدثنا وائل بن داود عن أبيه عن الزهري عن أنس بن مالك : - أن النبي صلى الله عليه و سلم أولم على صفية بسويق وتمر .[14]
“Telah menceritakan kepada kami Abi Umar al-Adani dan Ghiyats bin Ja’far al-Rahi mereka berdua berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah berkata, telah menceritakan kepada kami Wa’il bin Dawud dari Ayahnya dari al-Zuhri dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam merayakan walimah atas pernikahannya dengan Shafiyyah dengan sawiq dan kurma”

Ulama sepakat bahwa hukum mendatangi walimah itu wajib, akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai hukum mengadakan walimah. Menurut kebanyakan ulama, Ibnu al-Tin meriwayatkan dari imam Ahmad, dan Ibn al-Baththal walimah itu hukumnya sunah, sedang menurut sebagian ulama syafi’iyyah hukumnya wajib. Walaupun Ibnu Hajar al-Asqalani seorang ulama syafi’iyyah,  ia cenderung  menghukumi walimah sebagai perkara  yang  sunah,  hal  itu dikarenakan perintah yang terkandung dalam teks hadis cenderung kepada kesunahan bukan merupakan kewajiban.[15]

Tujuan pernikahan
Sejauh yang pemakalah telusuri, sedikitnya terdapat dua dari sekian banyak hadist yang menjelaskan tujuan pernikahan diantaranya sebagai berikut:

1.       Hadist yang diriwayatkan Bukhari Muslim.
يا مَعْشَرَ الشَبَاب مَن استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر و أحصن للفرج فمن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء(رواه البخاري و مسلم)  
Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu telah sanggup kawin, kawinlah, karena kawin itu lebih menundukan mata dan lebih memelihara faraj (kehormatan, kemaluan), dan barang  siapa tidak sanggup, hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat  melemahkan syahwat” (HR.Bukhari dan Muslim).[16]

2.        Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim:
النكاح سنتي فمن رغب عن سنتي فليس مني
Nikah adalah sunahku. Barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka ia bukan umatku.”(Bukhari Muslim).[17]

Bila ditinjau dari segi kualitas, kedua hadist diatas dinilai shahih baik sanad maupun matannya. Dari segi sanad, hadist diatas diriwayatkan oleh Bukhari Muslim yang menurut para muhadistin disepakati bahwa keduanya menempati kedudukan sebagai periwayat yang paling diakui kredibilitasnya. Sementara itu, dikatakan shahih dari segi matannya, lantaran pesan dari kedua hadist diatas tidaklah bertentangan dengan al-Qur’an, Hadist, maupun dengan rasio. Oleh karena itu, dari segi kualitas, hadist diatas dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya.
Dari dua hadist diatas, cukup jelas bahwa nikah disyariatkan oleh agama, sejalan dengan hikmah  manusia  diciptakan  oleh  Allah,  yaitu  untuk  memakmurkan  dunia  ini  dengan  jalan terpeliharanya   perkembang   biakan   manusia.   Hadist   pertama   menjelaskan   bahwa   tujuan pernikahan antara lain ialah untuk  menundukan pandangan atau menjaga pandangan dari hal-hal yang dilarang oleh agama. Disamping  itu, nikah bertujuan untuk menjaga kemaluan sehingga manusia senantiasa terjaga dirinya dari hal-hal yang  akan merusak kehormatannya.  Adapun orang yang tidak sanggup untuk menikah, islam menganjurkannya agar berpuasa karena puasa dapat melemahkan syahwat. Sementara pada hadist kedua diatas mengisyaratkan bahwa tujuan pernikahan ialah agar kita dapat memenuhi sunah Rasul.





[1] Al-Imam  Muhammad  bin  Ali  bin  Muhammad  al-Syaukani,  Nail  al-Awthar,  tahqiq  Ishamuddin  al- Shababati, (al-Qahirah:Dar al-Hadits.2005) III/487.
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka.1988)cet. I/614.
[3] Dari  Ibnu  Mas’ud  ‘‘Wahai  generasi  muda,  barangsiapa  diantara  kamu  telah  mampu  berkeluarga hendaknya ia kawin karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa sebab ia dapat mengendalikanmu.“
[4]Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, tahqiq Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, (Beirut:Dar Ihya’ al-Turats al-Araby.t.t) II/1090. Juga terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr (Beirut:1988,IX/340).
[5]Al-Sayyid al-Imam Muhammad bin ‘Isma’il al-Kahlani al-Shan’ani, Subul al-Salam, (Semarang:ThohaPutra.t.t) III/111
[6]Ibid
[7]Abu Abdur Rahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali al-Khurasani al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’I, tahqiq Abdul Fattah Abi Ghuddah, (Halb:Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah.1986)VI/68.
[8]Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah, tahqiq Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, (t.k:Dar ‘Ihya’ Kutub al-Arabiyyah.t.t) I/598. Hadis ini juga terdapat dalam kitab Mu’jam Al-Awsath (Al- Qahirah: I/114,VII/344) dan Mu’jam al-Kabir (al-Qahirah: XVII/140)nya al-Thabrani.
[9]Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari, tahqiq Muhammad Zahir bin Nashir al-Nashir (t.k:Dar Thawaq al-Najah.t.t) VII/48.
[10]Sayyid al-Imam Muhammad bin ‘Isma’il al-Kahlani al-Shan’ani, Subul al-Salam, (t.k:Dar al-Hadits.t.t) II/227.
[11]Al-Imam  Muhammad  bin  Ali  bin  Muhammad  al-Syaukani,  Nail  al-Awthar,tahqiq  Ishamuddin  al- Shababati, (Mesir:Dar al-Hadits.1993) VI/209.
[12]Abu al-‘Ala Muhammad Abdur Rahman bin Abdur Rahim al-Mubarakfuri, Tuhfat al-‘ahwadzi bi Syarhi Jami’ al-Tirmidzi. (Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiyah.t.t) IV/183.
[13] Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah, tahqiq Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, (t.k:Dar ‘Ihya’ Kutub al-Arabiyyah.t.t) I/615.
[14] Ibid
[15] Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadl al-Asqalani al-Syafi’I, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari,tahqiq Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, (Beirut:Dar al-Ma’rifat.1379 H) IX/230.
[16] Imam al-Nawawi, Syarah al-Nawawi, (Kairo:Daru al-Hadist. 2001). 186
[17] Imam al-Nawawi, Syarah al-Nawawi, (Kairo:Daru al-Hadist. 2001). 186

Post a Comment

0 Comments