Pendahuluan
Zaman
yang semakin mengalami perubahan, jarak antara islam dan masyarakat semakin
merenggang tuntutan bagi setiap jaman adalah penafsiran dan penggambaran
tentang kitab suci yang di jadikan rujuakan. Al-Qur‟an adalah kitab yang diturunkan sebagai rahmat bagi yang beriman
dan yang tidak beriman. Oleh sebab itu, ia berlaku di setiap jaman baik awal ia
diturunkan maupun sampai bumi diguncangkan oleh guncangan yang telah Allah SWT.
gambarkan dalam surah al-Qiyamah-Nya. Penafsiran adalah sebagai solusi paling
tepat dalam menjelaskan kitab suci yang dijadikan rahmat oleh sebab itu setiap
waktu dibutuhkan seorang mufasir yang telah benar-benar memenuhi persyaratan
dan kredebilitas sebagai mufasir. Maka akan kami sajikan sebuah kitab tafsir
yang muncul di zaman abad ke- 19 . yang mencoba menjawab tentang apa yang baru
datang tanpa melupakan yang telah ditorehkan oleh orangorang yang terdahulu.
Biografi
Nasab
Keturunan
Nama
asli beliau adalah Abdurahman bin Nasir bin Abdullah as-Sa‟di. Beliau dilahirkan pada tahun 1307 H di daerah Unaizah yang
merupakan salah satu daerah kekuasaan al-Qashim, dari garis keturunan Bani Amr
salah satu suku terkemuka dari suku Bani Tamim. Sejak kecil ia sudah di tinggal
oleh orang tuanya ibundanya meninggal di waktu ia berusia empat tahun, dan
ayahnya setelah tiga tahun kemudian mengikuti ibundanya menghadap ilahi di
waktu beliau berusia tujuh tahun.
Perjalanan
Hidup Dan Rihlah Ilmiyah
Sejak
kecil beliau sudah berkembang dengan ahlak yang mulia tidak ada kegiatan beliau
kecuali sesuatu yang berguna, sampai sampai beliau selesai menghatamkan al-Qur‟an di usia 12 tahun. Banyak para ulama yang beliau datangi beliau
belajar Ilmu hadis Ibrahim bin Hamd bin Jasir, ilmu fiqih dan nahwu Muhammad
bin Abdul Karim asy-Syibl.
Dari gurunya di atas guru beliau yang paling lama adalah Syaikh
salih usman bin qadhi beliau belajar kepadanya ilmu hadis, fiqih, tafsir dan
ushul fiqih, nahu syaikh Salih ini adalah guru beliau di saat beliau masih di
Unaizah neliau belajar kepadanya sampai guru beliau ini meninggal. As-Sa‟di juga belajar kepada Muhammad as-Sanqithi ketika beliau tinggal
di Hijaz, kemudian beliau berpindah ke kota az-Zubair . Banyak para ulama yang
belajar kepadanya: Syekh Sulaiman bin Ibrahim Al Bassam, Syekh Muhammad bin
abdul Aziz al Muthowi, Syekh Muhammad bin Mushollih al Usaimin seorang imam
masjid Agund di Unaizah dan anggota dewan ulama besar, Syekh Ali bin Muhammad
bin Jamil Alusalim bin Nahwi, Syekh Abdullah bin Abdul Aziz al Aqil, dll.
Karya-karya
1 .
Taisīr al-Karīm al-Raḥman fī Tafsīr
al-Kalām al-Manān (8 juz).
2 .
Taisirul Lathifil Mannan fi
Khulasati Tafsiril Qur‟an.
3 .
Al Qawa‟idul Hisan li Tafsirl Qur‟an
4 .
Al Irsyad ila Ma‟rifatil Ahkam.
5 .
Ar Riyadh An Nadhirah.
6 .
Bahjatu Qulubil Abrar.
7 .
Manhajus Salikin wa
Tawdhihil Fiqh fiddin.
8 .
Hukmu Syurbid Dukhan wa Ba‟i‟ihi wa Syira‟ihi.
9 .
Al Fatawa As Sa‟diyah
. 3
Kumpulan Khutbah.
1 . Al
Haqqul Wadhihul Mubin bi Syarhi Tauhidil Anbiya‟ wal Mursalin
1 . Tawdhihul
Kafiyati Syafiyah Syarh Nunniyati Ibnul Qayyim
Motivasi
Penafsiran
Motifasi
penulis di ungkapkan dalam moqadimahnya yaitu: “Sesungguhnya telah
banyak sekali tafsir tafsir para ulama terhadap al-quran, ada mufasir yang
panjang lebar hingga keluar pada sebagian besar pembahasannya dari yang di maksudkan,
ada juga yang sangat sederhana sekali yang hanya mencukupkan dengan menyelesaikan
makna bahasanya saja terlepas dari makna yang dikehendaki. Akan tetapi saya
tidak berfokus pada permasalahan lafadz dan tata bahasa, saya menafsirkannya
hanya mengunakan makna yang ada hubungannya dengan ayat. Karena para penafsir
al-Qur‟an telah cukup,
untuk orang –orang setelahnya. dalam hal, tarfir ini sebagai
kenang-kenangan bagi orang orang berusaha, alat bantu bagi para cendikiaawan,
penolong bagi para penjelajah, dan saya akan menulisnya karena takut akan
hilang.”
Metode
Penafsiran
Ada
beberapa metode penulisan tafsir yang selama ini digunakan yaitu: metode
analisis
(tahlili), global (ijmali), komparatif (muqaran), dan tematik (maudu‟i). meneliti tafsir as-Sa‟di yang menafsirkan
al-Qur‟an dari al-Fatihah sampai
an-Nas maka tafsir inidikategorikan sebagai tafsir tahlili. 21 Tafsir Tahlili yaitu mengkaji ayat-ayat al-Qur‟an dari segala segi dan maknanya.
Seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat al Qur‟an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan
dalam mushaf Utsmany. Dan untuk menjelasaknnya tafsir ini merujuk kepada sebab
sebab turunya ayat hadis hadis Rasulallah SAW dan dari riwayat riwayat
sahabat dan tabi‟in.
Sumber
Penafsiran
Sumber
penafsiran yang digunakan oleh as-Sa‟di adalah perpaduan
dari sumber ma‟tsur (riwayah) dan al-ra‟yi (ijtihad). Dalam penjelasan-penjelasannya, ayat
al-Qur‟an menjadi sumber utama
dalam penafsirannya. Dan hadis-hadis nabi menjadi sumber berikutnya. Tidak tupa
sebagaimana yang dijelasakan oleh muridnya yaitu syaikh muhamad bin salih
al-ustaimin keistimewan yang terdapat di dalam “Tafsir ini dalah ia tetap
berjalan di jalan yang benar yaitu berjalan di atas manhaj salaf pada ayat
ayat sifat yang tidak ada peyimpangan dan tidak ada takwil yang bertentangan
dengan maksud allah dalam firmannya, dan itulah patokan dalam pengukuhan
aqidah.” Sebagai bukti bahwa ia menggunakan sumber-sumber di atas adalah :
·
Al-Qur’an Dengan Al-Qur’an
Dalam menafsirkan ayat ke 7 dari surah
al-Baqarah:
“Allah telah mengunci-mati
hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup dan bagi mereka
siksa yang Amat berat.”
Dalam menafsirkan ayat ini ia menafsikannya
dengan ayat yang lain yaitu:
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan
hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al
Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam
kesesatannya yang sangat.”
·
Al-Quran Dengaan Hadis :
Beliau menafsirkan doa dari nabi Ibrahim dan
nabi Ismail yang Allah SWT. abadikan di dalam surat al-Baqarah ayat: 129
“Ya Tuhan Kami, utuslah
untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada
mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah
(As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”
Menurut beliau ini adalah sebuah doa dari
Ibrahim dan ismail agar Allah mengutus seorang rasul dari keturunannya, yang
membacakan ayat dan mensucikannya dan doa ini sesuai dengan sabda Rasulallah
SAW bahwa
"saya adalah doa dari
bapak saya Ibrahim”.
·
Al-quran Dengan Pendapat
Para Ulama:
Beliau dalam menafsirkan menggunakan pendapat
ulama, sebagaimana dapat kita temukan dalam penafsirannya al-Baqarah ayat: 79
Maka kecelakaan yang besarlah bagi
orang-orang yang menulis Al kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu
dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh
Keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah
bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan
yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.
Dalam
menafsirkan ayat ini beliau menggunakan pendapatnnya Ibn Taimiyah.
Beliau berkata:
Syaikh islam berkata ketika ayat ayat ini di sebutkan dari
firmannya: “Apakah kamu masih mengharapkan mereka percaya kepadamu, padahal segolongan
mereka mendengar firman allah lalu mereka mengubahnya setelah mereka
memahaminya, sedang mereka mengetahui? dan apabila mereka berjumpa dengan
orangorang yang beriman mereka berkata: “kamipun telah beriman”, tetapi mereka
berada
sesama mereka berkata: “apakah kamu menceritakan kepada mereka apa yang telah
di terangkan allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan
hujahmu di hadapan rabb-mu; tidakkah kamu mengerti? “tidakkah kamu mengetahui
bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka
yatakan. Dan di antara mereka ada yang buta huruf tidak mengetahui al-Kitab(
Taurat) kecuali dongengan bohong belaka dan mereka
hanya menduga duga”. Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang
menulis Al kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini
dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh Keuntungan yang sedikit
dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa
yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi
mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.
Karakteristik
Tafsir as-Sa‟di berbeda dari tafsir-tafsir yang telah ada. kareana salah satu
motivasi ia dalam menulis tafsirnya yaitu ingin membantu masyarakat karena
menurutnya pada zaman sekarang masyarakat sangat minim terhadap tulisan-tulisan
yang panjang lebar, dengan demikian bahwa ia sangat senang menulis tafsir yang
sangat sederhana dan tidak panjang lebar. Dalam tafsirnya ia sertakan
ushul-ushul dan hal-hal umum tafsir agar mengusulkan sesuatu yang mungkin saja
tertinggal pada pembaca yang budiman pada jilid-jilid selain ini. Karena
sesungguhnya ushul ushul dan hal hal umum tersebut dapat dibangun di atas
segala hal-hal yang bersangkutan dengan Furu‟ dan bagian-bagian dan semoga diperoleh dengannya faedah dan guna
walaupun dengan penjelasan yang singkat.
Corak
Penafsiran
Dalam menafsirkan ia
berpendapat bahwa al-Qur‟an adalah sebagai
kitab petunjuk yang allah turunkan sebagai pemberi keterangan dan sebagai
perinci dari semua masalah. Keistimewaan la-quran adalah apabila memahami
sebagiannya atau sekumpulan darinya akan membentu dalam memahaminya. Dari alsan
alasan itu ia ingin mnjadikan bahwa al-quran adalah sebuah kitab yang menjadi
bahan rujukan dalam semua masalah, yaitu corak yang ia ambil adalah Hida‟i. yaitu tafsir yang di latar belakangi oleh
pemikiran untuk mnjadikan hidayah atau akhlak al-Qur‟an menjadi proses atau sentral dari usaha penafsiran terhadap
kitab suci al-Qur‟an.
Sistematika Penulisan
a. Menafsirkan
dengan memulai pada penamaan surat. Beliau hanya menyebutkan nama surat dan
menyebutkan apakah ia ayat-ayat makkiyah atau ayat madaniyah
b. Mencantumkan
Asbab an- Nuzul
Surat ali imran ayat 128:
“Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau
Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena Sesungguhnya mereka
itu orang-orang yang
zalim”.
As Sa‟di dalam menafsirkan
ayat ini ia menggunakan sebuah riwayat yaitu ketika Nabi tertimpa musibah pada
perang Uhud hingga gigi beliau patah, kepala beliau terluka, beliau bersabda:
“bagaimana (mungkin) akan beruntung suatu kaum yang telah melukai
wajah Nabi dan memecahkan giginya.”
Maka Allah menurunkan ayat diatas, dan menjelaskan bahwa segala
urusan ada ditangan Allah dan bahwa Rasulullah SAW tidak memiliki wewenang
sedikitpun, karena beliau adalah seorang hamba diantara hamba-hamba Allah,
sedangkan mereka semua ada dibawah penghambaan kepada Rabb mereka yaitu yang
diatur dan bukan yang mengatur. Dan mereka adalah orang-orang yang telah engkau
doakan wahai Rasul, atau yang telah engkau mustahilkan mendapatkan petunjuk dan
keberuntungan, bila Allah menghendaki niscaya dia mengampuni mereka dan
dibimbing masuk ke dalam Islam, dan itu telah dilakukan olehNya, karena telah banyak
diantara orang-orang tersebut yang telah masuk Islam dan diberikan hidayah oleh
Allah. Dan bila Allah kehendaki, dia pun akan menyiksa mereka karena mereka
adalah orang-orang yang zhalim yang berhak mendapatkan hukuman dan siksa dari
Allah.
c. Menjelaskan
Nasikh Mansuh dan Mentarjih pendapat. Nasikh secara bahasa adalah
menghilangkan, mengganti. Sedangkan menurut istilah yaitu mengangkat atau
mengganti sebuah hokum syar‟I dengan hokum syar‟i. 30 as-sa‟di juga tidak lepas untuk mejelaskan hal tersebut sebagaimana ia
menjelaskan dalam tafsirnya surat alBaqarah ayat : 234
“Dan orang-orang yang
akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah
Berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya
dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah
(sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal)
membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Telah terkenal di
kalangan para ahli tafsir bahwa ayat yang mulia ini telah dinasakh oleh ayat
yang sebelumnya yaitu firman Allah:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat
bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis
'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat
terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat.”
Dan bahwasannya perintah itu adalah untuk para istri agar menunggu
selama satu tahun penuh kemudian diganti (dinasakh) dengan empat bulan sepuluh
hari. Mereka menjawab tentang mengapa ayat yang menasakh ini lebih dahulu;
bahwa itu hanya dalam penempatan saja dan bukan lebih dulu diturunkan, karena
syarat dari ayat yang dihapus adalah harus turun lebih akhir dari ayat yang
dihapus. Pendapat ini tidaklah ada dalilnya, karena barang siapa yang
mencermati kedua ayat itu, maka akan jelas baginya bahwa ayat pertama itu
selain tentang ayat ini adalah yang paling benar dan bahwa ayat yang paling
pertama itu adalah wajibnya menunggu selama empat bulan sepuluh hari dalam
bentuk pengharusan atas wanita, adapun dalam ayat ini adalah sebuah wasiat
kepada keluarga mayit agar membiarkan istri si mayit itu tinggal bersama mereka
selama satu tahun penuh dengan paksaan demi kepentingannya dan sebagai
kebajikan kepada mayit mereka.
d. Menjelaskan
persamaan kata. Dalam menafsirkan beliau memadukan arti dengan ayat ayat yang
lain seperti dalam menafsirkan ayat:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan
Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
Kata استوى
terkadang
,arti tiga dengan hadir an‟Qur al dalam
disebutkan yang
tidak dijadikan kata karena muta‟addi (yang
membutuhkan obyek) dengan huruf yang berarti kesempurnaan dan kepurnaan,
sebagaimana firmanNya dalam surat al-Qashash ayat : 14 tentang Musa as:
“Dan
setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan ke- padanya Hikmah
(kenabian) dan pengetahuan. dan Demikianlah Kami memberi Balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.”
kerja kata bila ini hal ,(diatas jauh dan tinggi) “ و
ارت ” bermakna juga Terkadang
dijadikan kata kerja muta‟addi dengan “ ”
seperti firman Allah surat thaha ayat : 5
“(yaitu)
Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy”.
Dan juga terkadang berarti bermaksud sebagaimana bila dijadikan kata kerja muta‟addi
(transitif) dengan “ اا” yaitu kepada, sebagaimana yang ada pada ayat ini, yaitu ketika
Allah telah menciptakan bumi, ia bermaksud menciptakan langit dan dijadikannya
tujuh langit, maka dia menciptakannya, menyeimbangkannya dan mengukuhkannya,
dan Allah maha tau akan segala sesuatu, Dia mengetahui apa yang masuk dalam
bumi dan apa yang keluar darinya, mengetahui apa yang turun dari langit dan apa
yang naik kepadanya, dan Dia mengetahui juga apa yang kalian sembunyikan dan
apa yang kalian perhatikan, dan dia mengetahui yang rahasia dan yang
tersembunyi.
Madhab
Fiqih dan Aliran Kalam
Madhab
fiqih yang terlihat dalam tafsir as-sa‟di ini adalah ketika
ia menjelaskan masalah tayamum. Penjelasannya sebagai berikut:
Menurutnya bahwa ketika orang membasuh kedua tangannya ketika bertayamum
adalah yang diwajibkan hanya sampai dengan dua pergelangan saja. Pendapat yang
dedmikian adalah pendapat yang di anut oleh madhab zhahiri dan para ahli sunah.
Madhab
kalam yang beliau anut adalah sesuai dengan apa yang di katakan oleh para muridnya:
“Keistimewaan dari tafsir ini adalah berjalan di atas manhaj salaf
pada ayat ayat sifat yang tidak ada penyimpangan dan tidak ada takwil yang
bertentangan dengan maksud Allah SWT. dalam firmannya, dan itulah patokan dalam
pengukuhan aqidah.”
Dalam penjelasan ahlusunah bisa merujuk terhadap pendapatnya
al-hafizh murtadla azzabidi ( W. 1205 H) dalam ithaf juz 11 hlm. 6, mengatakan
pasal ke dua jika di katakan ahlu sunah wal jamaah maka yang di maksud adalah
asy‟ariyah dan al-maturidiyyah.”
Mereka adalah ratusan juta umat islam. Mereka adalah para pengikut madhab
Hanafi, Maliki, Safi‟i, dan Hambali.
DAFTAR
PUSTAKA
Jamaah, Syabab Ahlusunah
Wal..Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah . Jakarta : Syahamah Pres. 2012
as-Sa‟di, Abdurahman bin Nasyir .Ushulul Aqidah ad-Diniyah . Bairut: Dar
ibn al-Juzi. 2010
Rusyd , Abul Walid Muhamad
bin Ahmad bin Muhammad ibn . Bidayah AlMujtahid Wa Nihayah Al-Maksud Bairut:
dar al-Jiil. 1989 Suyuthi, Jalaludin as- Lubab an-Nuqul fi Asbab An-Nuzul.
Mesir: ar-Risalah. 2002
Iqbal , Muhammad dkk .Taisir
al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al- Manan ; Tafsir as-Sa‟di. Jakarta: Pustaka Sahifa. 2006
Qathan, Mana‟ al-. Mabahis fi „Ulum al-Qur‟an. Mesir: Dar ar-Rasyid 2009
0 Comments