Al-Qur’ân adalah sebuah fenomena menarik
sepanjang sejarah agama. Dia bukan hanya menjadi objek perhatian manusia yang
percaya padanya, tetapi juga mereka yang tertarik untuk menelitinya sebagai
salah satu karya sejarah. Al-Qur’ân berperan sangat besar dalam membebaskan
manusia dari sejarah yang kelabu. Al-Qur’ân mampu mengantarkan manusia kepada
alam yang dipenuhi dengan ilmu pengetahuan.
Semasa Rasûlullah saw masih hidup, para
sahabat tidak merasa kesulitan dalam menafsirkan ayat-ayat yang tidak jelas
maknanya. Para sahabat bisa dengan langsung menanyakan kepada Rasûlullah saw
mengenai persoalan-persoalan yang tidak jelas tersebut. Namun setelah Rasûllah
saw wafat tugas-tugas memberikan penafsiran jatuh kepada umat Islam yang
tentunya memiliki kapabilitas dalam bidang tafsir.
Sepeninggal Rasûlullah saw para sahabat
menafsirkan al-Qur’ân menggunakan metode yang telah mereka terima dari
Rasûlullah saw, yaitu penafsiran al-Qur’ân dengan al-Qur’ân, kemudian dengan
hadis, dan dengan modalnya kemudian melakukan ijtihad dengan menggunakan
akal.
Al-Qur’ân sebagai sumber hukum dan ajaran
pertama bagi umat Islam memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan
dan kemajuan keislaman. Bukan hanya untuk itu, tetapi al-Qur’ân juga merupakan petunjuk,
inspirator, serta pemandu pergerakan umat Islam. Untuk itulah kajian tafsir
sangat diperlukan untuk mengetahui kehendak Allah swt dalam setiap firman-Nya.
Zaman selalu berkembang. Masalah yang
bermunculan semakin beragam dan lebih rumit. Akibatnya terjadi perkembangan
metodologi tafsir guna menjawab persoalan zaman yang semakin rumit.
Masalah-masalah yang timbul semakin kompleks,
sehingga susah untuk dijawab oleh hadis-hadis Rasûlullah saw. Hal inilah yang
mendorong tafsir bil ma’tsur tidak relevan lagi dengan perkembangan
zaman.
Sebagian kitab-kitab tafsir ulama terdahulu
terkesan gersang dan kaku. Penafsiran hanya terfokus pada pengertian kata-kata
yang menyangkut teknis kebahasaan al-Qur’ân. Selain itu penafsiran juga
bercorak al-ma’tsur saja.
Yang ingin diambil dari al-Qur’ân bukan dari
segi kebahasaan tersebut. Melainkan petunjuk atau isyarat yang terkandung dalam
al-Qur’ân. Al-Qur’ân yang sangat berharga adalah kandungannya.
Berubahnya metodologi penafsiran memang
dibutuhkan. Karena mengingat respon orang terhadap penafsiran al-Qur’ân dari
masa ke masa akan berubah. Saat ini berbagai pendekatan disiplin ilmu
diterapkan untuk membahas al-Qur’ân.
Interpretasi dan reinterpretasi teradap
al-Qur’ân adalah hal yang dibolehkan dengan syarat berilmu dan tidak didasari
dengan opini kemauan nafsu belaka.
Menurut Imam al-Ghazali, jenis penafsiran yang
dilarang dan dikecam ada tiga. Pertama, jika penafsiran al-Qur’ân dengan
pendekatan linguistik saja, tanpa menghiraukan keterangan hadis atau pun
riwayat-riwayat. Kedua, jika penafsiran dengan sengaja melewati dan
menafikan tafsir literal seraya membuat tafsir allegoris. Tiga, jika
sebelum menafsirkan al-Qur’ân sudah memiliki gagasan, teori, pemikiran,
ideologi, atau tujuan tertentu.
Salah seorang tokoh yang menerapkan metode
baru dalam menafsirkan al-Qur’ân ialah Abdullah Saeed. Dia adalah seorang the
Sultan of Oman Professor of Arab and Islamic Studies. Saat ini dia bekerja
sebagai Director of the Center for the Study of Contemporary Islam di
Universitas Melbourne, Australia. Saeed menawarkan sebuah pendekatan
kontekstual yang mempertimbangkan antara sosial-sejarah keadaan saat pertama
al-Qur’ân diturunkan atau pada abad ketujuh dan pada konsen kontemporer yang
dibutuhkan umat Islam saat ini.
Abdullah Saeed melihat bahwa terdapat celah
antara kebutuhan Muslim pada abad XXI yang berkembang semakin kompleks.
Sementara banyak jenis penafsiran al-Qur’ân hanya terfokus dalam bidang
kebahasaannya saja. Yang kemudian penafsiran itu diterapkan dalam keseharian
seperti pada masa awal-awal Islam.
Kebutuhan Muslim abad XXI jelas sangat berbeda
dengan kebutuhan Muslim abad XIV ketika al-Qur’ân pertama kali diturunkan. Oleh
karena itu Abdullah Saeed menyatakan bahwa perlu adanya pendekatan baru untuk
menafsirkan al-Qur’ân, yaitu dengan menggunakan contextualist approach (pendekatan
kontekstual). Pendekatan ini diharapkan mampu melepaskan keterbelengguan umat
Islam dari tafsir-tafsir yang terfokus pada kebahasaan, serta diharapkan
pendekatan ini mampu menjawab kebutuhan umat Islam saat ini.
Kegelisahan Abdullah Saeed juga
dilatarbelakangi dengan kondisi umat Islam saat ini yang merasa bahwa kajian
ulama terdahulu, terutama dalam bidang fiqh sudah masuk babak akhir. Hal ini
menyebabkan bahwa setiap ada persoalan baru umat Islam tidak merujuk kepada
al-Qur’ân dan berusaha menyikap makna kontekstualnya, tetapi umat Islam malah
kembali kepada kitab-kitab fiqh klasik yang jelas-jelas berbeda secara sejarah,
budaya, ataupun nilainya dengan masa sekarang.
Abdullah Saeed menawarkan sebuah model yang
dapat diterapkan sebagai pendekatan untuk menginterpretasikan al-Qur’ân. Sebuah
model yang dia harapkan pembaca dapat memaknai al-Qur’ân secara interaktif.
Model interpretasi Abdullah Saeed adalah sebagai berikut:
Model Interpretasi Abdullah Saeed
Stage I
Encounter with the world of the text
Stage II
Critical Analysis
Linguistic
Literary Context
Literay Form
Parallel Text
Precedents
Stage III
Meaning for the first Recipients
Sosio-Historical Context
Worldview
Nature of the message: legas theological, ethical
Message: contextual versus universal
Relationship of the message to the overall message of the Qur’ân
Stage IV
Meaning for the Present
Analysis of present context
Present context versus sosio-historical context
Meaning from first recipients to the present
Message: contextual versus universal
Application today
Menurut Abdullah Saeed, tafsir klasik telah
melingkupi stage I dan II, dan sebagian kecil dari stage III.
Akan tetapi sebagian besar dari stage III dan IV belum terlingkupi oleh
tafsir klasik.
Yang ingin disentuh oleh Abdullah Saeed dalam
menginterpretasikan al-Qur’ân adala apa yang ada dalam stage III dan IV.
Dia menginginkan interpretasi dengan pendekatan kontemporer. Tidak terkungkung
pada penafsiran klasik yang terfokus kepada linguistik dan bersifat tekstualis.
0 Comments