Pendahuluan
Al-Qur’ān
adalah sebuah fenomena menarik sepanjang sejarah agama. Dia bukan hanya menjadi
objek perhatian manusia yang percaya padanya, tetapi juga mereka yang tertarik
untuk menelitinya sebagai salah satu karya sejarah. Al-Qur’ān berperan sangat
besar dalam membebaskan manusia dari sejarah yang kelabu. Al-Qur’ān mampu
mengantarkan manusia kepada alam yang dipenuhi dengan ilmu pengetahuan. Al-Qur’ān
sebelum dikodifikasi memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Banyak
mushaf-mushaf beredar dan menjadi mushaf berpengaruh di berbagai kota.
Arthur
Jeffery seorang orientalis yang berasal dari Australia tertarik untuk meneliti
al-Qur’ān dengan menggunakan metode kritik teks sejarah terhadap al-Qur’ān. Dia
mengeksplor semua teks-teks yang ada. Dia menggunakan pendekatan filologis
untuk melakukan penelitiannya. Impiannya adalah membuat al-Qur’ān edisi kritis.
Mushaf-mushaf
al-Qur’ān pra-‘Uthmāni dikumpulkan dan kemudian diteliti. Dia membagi
mushaf-mushat pra-‘Uthmāni ke dalam dua kategori besar, yaitu mushaf primer dan
mushaf sekunder. Dari banyaknya mushaf yang ada, terdapat empat mushaf yang
menurutnya berpengaruh di kalangan masyarakat. Mushaf-mushaf tersebut adalah
mushaf Ibn Mas‘ud, mushaf Ubay bin Ka‘b, mushaf Abu Musa al-Ash‘ari, mushaf
Miqdad bin al-Aswad.
Biografi
Singkat Arthur Jeffery
Arthur Jeffery (18??-1952). Dia seorang
Profesor Bahasa Semitic di Universitas Colombia dan pada persatuan seminar
teologi. Dia adalah salah seorang sarjana hebat dalam kajian keIslaman.
Dia
banyak menulis artikel serta jurnal-jurnal. Jeffery menulis dua karya hebat. Pertama
pada tahun 1937 dengan judul Materials for the History of the Text of the
Qur’ān: The Old Codices. Dan yang kedua pada tahun 1938 dengan judul The
Foreign Vocabulary of the Qur’ān.
Ada
sekitar 275 kata dalam al-Qur’ān dianggap asing. Jeffery melakukan survey untuk
memeriksa teks di Ethiopia, Aramaik, Ibrani, Syria, Yunani, Latin, Persia
tengah, dan dalam bahasa yang lain. Penelitiannya membawanya untuk
mencari naskah
di Timur Tengah, termasuk Kairo. Karya-karyanya
yang lain termasuk The Qur’ān as Scripture
(1952).
Asumsi
Dasar
Al-Qur’ān adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muḥammad melalui perantara malaikat Jibrīl. Periwayatan
al-Qur’ān sendiri terjadi secara mutawatir, dengan maksud banyak orang yang
meriwayatkan dengan tanpa niat untuk berdusta.
Masa
kalifah Abu Bakr Ṣiddiq, ‘Umar bin Khaṭab menyarankan kepada Abu Bakr untuk
mengumpulkan keseluruhan teks al-Qur’ān. Hal ini terjadi karena kekhawatiran
kalifah ‘Umar bin Khaṭab akan al-Qur’ān itu sendiri. Para syuhada penghafal
al-Qur’ān yang banyak wafat dijalan Allah menjadi salah satu alasan kenapa
pengumpulan keseluruhan teks al-Qur’ān diperlukan.
Pengumpulan
keseluruhan teks al-Qur’ān akhirnya terlaksana pada masa kalifah ‘Uthmān bin
Affān. Sebelum al-Qur’ān dikodifikasi, yaitu dengan menjadikan Mushaf ‘Uthmāni
sebagai mushaf standar, banyak mushaf-mushaf yang belum resmi beredar.
Mushaf-mushaf tersebut terkenal di setiap kotanya. Jeffery membedakan
mushaf-mushaf yang beredar pada Mushaf Primer dan Mushaf Sekunder.
Yang
dijadikan objek kajian oleh Jeffery adalah Mushaf Primer. Yang terfokus pada
tiga mushaf yang berpengaruh, yaitu Mushaf Ibn Mas‘ud, Mushaf Ubay bin Ka‘b,
dan Mushaf ‘Ali.
Materials
for the History of the
Text of the Koran
Uraian-uraian tentang al-Qur’ān dari
Zamakhshari (w. 538), Abū Hayyan (w. 745), al-Shawkanī (w. 1250) yang
menggunakan beberapa sumber tua yang bagus untuk sarjana Barat. Kita temukan
rekaman bagus nomor dari variasi tua yang dihadirkan berbeda dari bentuk
konsonan teks dari yang kita kenal dengan ‘Uthmanic text (mushaf ‘Uthmani).
Al-Ukbari
seorang ahli bahasa dari Baghdad (w. 616), Ibn Khalawaih (w. 370), dan yang
terkenal Ibn Jinni (w. 392), tidak banyak jumlah material yang seperti itu
dijaga. Dalam beberapa kasus, pembuktian untuk menjadi sumber pertama dari yang
datang untuk penafsir.
Untuk
menggunakan material-material sebagai kritik investigasi terhadap al-Qur’ān
sepertinya tidak pernah mendapatkan perhatian dari penulis Muslim. Di dalam al-Itqan,
as-Suyuti memiliki ringkasan yang bagus dari ilmuwan al-Qur’ān Muslim. Dia
memiliki rekaman mengenai bahan-bahan dari Muslim Masora. Bahan-bahan yang
menarik untuk sejarah dari penjelasan al-Qur’ān, tapi sangat sedikit untuk
menunjang investigasi teks tersebut.
Hal
ini banyak menarik perhatian sarjana Barat. Diawali oleh Nöldeke pada tahun
1860 dengan edisi pertama dari Geshichte des Qorans miliknya dan tungen. Kemudian
dilanjutkan oleh Bergsträsser dan Flugel.
Ketika
Rasūllāh saw wafat, teks al-Qur’ān telah diperbaiki. Semua materi yang
diperoleh disimpul (dijilid) sebelum ditulis kembali. Terjadi perbedaan dalam
membaca al-Qur’ān. Sampai-sampai menimbulkan perselisihan. Yang dibaca oleh
penduduk Hom dan Damaskus adalah kode dari Miqdad bin al-Aswad. Orang-orang
Kufah membaca kode dari Ibn Mas‘ud. Orang-orang Bashrah membaca kode Abu Musa
al-Ash‘ari. Dan orang-orang Syria umumnya membaca kode dari Ubai’ bin Ka‘b.
Terjadi
banyak perbedaan antara kode dari kota-besar seperti Mekah, Madina, Basrah, Kufah,
dan Damaskus. Maka untuk itu dibutuhkanlah kode standar yang dapat diterima
oleh semua kota. Solusi dari kalifah Uthmān adalah menjadikan kode Madina
sebagai kode standar dan kode-kode yang lain dihancurkan.
Di
bawah kalifah Uthmān, ditemukan semua jenis sifat dialek dan pembacaan.
Kemudian kalifah Uthmān membentuk suatu komite dan meminjam mushaf yang ada
pada Hafsa. Mushaf yang dikumpulkan oleh kalifah Abū Bakr. Mushaf itu dijadikan
basis standar untuk penyeragaman teks al-Qur’ān dan ditulis dengan dialek
qurais. Al-Qur’ān yang telah diseragamkan dikirim ke negara-negara Islam dan
menjadi sebagai kode metropolitan. Sedangkan kode-kode yang lain dibakar. Uthmān berkata kepada ketiga orang qurais yang
ditugasi menulis al-Qur’ān: jika kalian dan Zaid bin Thabit berselisih dalam
suatu ayat dari al-Qur’ān, maka tulislah dengan lisan orang-orang qurais,
karena al-Qur’ān diturunkan atas lisan mereka.
Ada sedikit keraguan bahwa teks resmi oleh
Uthmān hanya salah satu di antara beberapa jenis teks yang ada pada saat itu.
Teks Madinah tidak ada keraguan lagi kealamiannya. Kemudian Kufa datang untuk
memiliki reputasi dalam pusat kajian al-Qur’ān. Kota Nabi sendiri pada saat itu
telah sangat besar dan tradisi yang berkembang di sana sangat berlimpah. Kita
bahkan dapat mengatakan bahwa teks Madinah memiliki semua peluang untuk menjadi
teks terbaik. Namun pertanyaan yang penting di sini untuk studi tentang sejarah
teks al-Qur’ān, apakah kita dapat mengumpulkan informasi penting apapun
mengenai jenis saingan teks yang ditekan untuk kepentingan edisi standar
‘Uthmān.
Dalam karya-karya mufasir dan para ahli bahasa,
tidak jarang kita menemukan varian bacaan yang diawetkan dari naskah-naskah
kuno. Kadang referensinya dari naskah para sahabat atau naskah tua. Ada naskah
kuno dari Basra, kode Homs, dan naskah kuno dari Ahl al-Aliya. Jumlah varian
yang diawetkan ini relatif kecil.
Kitab-Kitab
Masaḥif
Dalam studi al-Qur’ān seorang murid dari Abu Khallad
Sulaiman bin Khallad dan merupakan salah satu guru dari Ibn Mujahid dan
al-Naqqash. Dia menulis sejumlah karya pada mata bidang al-Qur’ān. Dalam Fihrist,
kita temukan:
Pada abad ke-4 beberapa sarjana Muslim
melakukan kajian khusus terhadap fenomena Maṣāḥif ini. Salah seorang
yang menyusun karya dalam bidang ini adalah Abi Dawūd (w. 316), Kitāb al-Maṣāḥif.
Arthur Jeffery adalah penyunting kitab itu. Kemudian Arthur Jeffery membagi
mushaf-mushaf lama itu ke dalam dua kategori utama, yaitu: mushaf primer dan
mushaf sekunder.
Yang
dimaksudkan dengan mushaf primer adalah mushaf dari koleksi-koleksi pribadi
sahabat nabi – 15 kodeks. Sedangkan mushaf sekunder – 13 kodeks - adalah mushaf
generasi selanjutnya yang bergantung pada mushaf primer. Mushaf sekunder juga
mencerminkan bacaan kota-kota besar Islam. Skema antara mushaf primer dan
mushaf sekunder adalah sebagai berikut:
a)
Mushaf (kode) primer (Primary Codices)
Salim
(w. 12) ‘A’isha
(w. 58)
‘Umar
(w. 23) Umm
Salama (w. 59)
Uba‘i
bin Ka‘b (w. 29) ‘Abdullah
bin ‘Amr (w. 65)
Ibn
Mas’ud (w. 33) Ibn
‘Abbas (w. 68)
‘Ali (w.
40) Ibn
Az-Zubair (w. 73)
Abu Musa
al-Ash‘ari (w. 44) Ubaid
bin ‘Umair (w. 74)
Hafsa
(w. 45) Anas
bin Malik (w. 91)
Zaid bin
Thabit (w. 48)
b)
Mushaf (kode) sekunder (Secondary Codices)
‘
'Alqama bin Qais (w.62)
Ar-Rabi‘
bin Khuthaim (w. 64)
Al-Harith
Al-Aswad
(w. 74) Semua
kode ini didasarkan atas kode Ibn Mas’ud
Hiṭan
(w. 73)
alha
Al-A‘mash
(w. 148)
Sa‘id
bin Jubair (w. 94)
Mujahid
(w. 101)
‘Ikrima
(w. 105)
‘Ata’
bin Abi Rabah (w. 115)
Salih
bin Kaisan (w. 144)
Ja’far
as-Sadiq (w. 148)
Mushaf-mushaf
yang relevan untuk dibahas adalah mushaf-mushaf dalam kategori primer.
Mushaf-mushaf primer ini menunjukkan upaya yang sadar dari kalangan sahabat Rasulūllāh
saw untuk mengumpulkan al-Qur’ān, baik pada masa Rasūlullāh saw masih hidup dan
sepeninggalnya.
Semua informasi yang dikumpulkan mengenai naskah awal
adalah yang paling penting untuk dikritik dari al-Qur’ān. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya bukti langsung dari naskah yang memberikan kita kesaksian
langsung untuk jenis teks standar ‘Uthmān. Sepeti yang telah kita lihat, bahwa
dalam memilih teks Madinah untuk menjadi teks resmi ‘Uthmān, memilih teks-teks
terbaik yang ada.
Muncul pertanyaan, apa untuk keaslian bacaan ini dianggap berasal dari
naskah kuno. Dalam beberapa kasus harus diakui jika terdapat kecurigaan dari
bacaan, yang kemudian ditemukan oleh ahli bahasa. Kecurigaan ini terdapat dalam
kasus pembacaan Syi’ah yang dikaitkan dengan mushaf Ibn Mas‘ud dan dalam
pembacaan yang dikaitkan dengan istri-istri nabi.
Tidak
semua mushaf-mushaf primer yang telah disebutkan memiliki pengaruh terhadap
masyarakat saat itu. Di antara sekian banyak mushaf primer (15 kode), hanya
terdapat empat mushaf yang memiliki pengaruh penting terhadap masyarakat. Di
antara mushaf tersebut adalah: 1) Ibn Mas‘ud, yang mushafnya terkenal pada
masyarakat Kufah, 2) Ubay bin Ka‘b, berpengaruh pada masyarakat Syria, 3) Abu
Musa al-Ash‘ari, berpengaruh besar bagi masyarakat Basrah, 4) Miqdad bin
al-Aswad, yang berpengaruh pada masayarakat Hom (Hims). Yang akan dibahas di
sini adalah mushaf yang dikumpulkan oleh Ibn Mas‘ud.
Mushaf
Ibn Mas‘ud menurut Arthur Jeffery dan al-Suyūṭī
‘Abdullāh bin Mas‘ud adalah seorang sahabat
Nabi Muḥammad saw yang mula-mula masuk Islam. Dia berasal dari kalangan strata
bawah masyarakat Mekah. Ketika nabi memerintahkan pengikutnya untuk hijrah ke
Abisinia, dia pergi bersama pengikut awal Islam lainnya. Dia banyak
berpartisipasi dalam peperangan, seperti dalam perang Badr, perang Uhud, perang
Yarmuk. IbnMas‘ud merupakan otoritas terbesar dalam al-Qur’ān.
Ketika
Ibn Mas‘ud menjadi seorang muslim, dia sepenuhnya patuh kepada Nabi Muḥammad
saw. Dia ajarkan langsung oleh Nabi Muḥammad saw sekitar tujuh puluh surah dari
al-Qur’ān. Sejarah menceritakan bahwa Ibn Mas‘ud merupakan salah satu dari
empat orang yang Rasūllāh saw rekomendasikan kepada umatnya untuk bertanya
mengenai al-Qur’ān.
Informasi
mengenai kapan Ibn Mas‘ud menyusun kodenya (mushaf) tidak didapati. Ternyata
dia mulai mengumpulkan materi-materi pada masa Nabi dan sepeninggal Nabi. Setelah
di tempatkan di Kufah, dia berhasil memapankan pengaruh mushafnya di kalangan
masyarakat Kufah.
Ketika
‘Uthmān mengirim mushaf resmi ke Kufah sebagai mushaf standar dan memerintahkan
untuk membakar semua mushaf selain mushaf ‘Uthmāni, Ibn Mas‘ud ragu untuk
memberikan mushafnya. Dia menjadi kesal atas mushaf yang dibuat oleh Zaid bin
Thabit. Ketika Ibn Mas‘ud telah memeluk agama Islam, Zaid bin Thabit masih
menjadi orang yang tidak percaya kepada Islam.
Terdapat
perbedaan antara mushaf ‘Uthmāni dan mushaf Ibn Mas‘ud di kalangan masyarakat
Kufah. Sebagian masyarakat Kufah menerima mushaf resmi (‘Uthmāni) dan sebagian
yang lain masih teguh memegang mushaf Ibn Mas‘ud yang pada waktu itu menjadi
mushaf yang dihormati di Kufah. Mushaf Ibn Mas‘ud difavoritkan di kalangan
Syiah, meskipun tidak semua kalangan Syiah menerimanya. Hal ini memang
ditemukan di sumber Sunni dan Ahl al-Bait.
Terdapat
keganjilan pada mushaf Ibn Mas‘ud, yaitu ketiadaan surah I, CXIII dan CXIV.
Surah al-Fatiḥa yang merupakan surah pembuka tidak tercantum dalam mushaf Ibn
Mas‘ud. Surah al-Falaq dan al-Nas pun tidak tercantum.
Karakteristik
lain dari mushaf Ibn Mas‘ud terletak pada sususan surat yang berbeda dengan
mushaf ‘Uthmāni. Urutan surahnya adalah: 1) Sab‘un Ṭiwal, 2) Main, 3) Mathani,
4) Hawamim 5) Mumtahanat, 6) Mufaṣṣalat. Mushaf tersebut memuat 111 surah.
Ada dua riwayat tentang susunan surat
dalam dalam mushaf Ibn Mas‘ud. Riwayat pertama dikemukakan Ibn al-Nadim
berdasarkan otoritas Ibn Shadhan, dan riwayat kedua dikemukakan oleh al-Suyuṭi
mengutip pernyataan Ibn Ashtah yang kembali kepada Jarir ibn Abd al-Ḥamid.
Kedua riwayat tersebut bisa disajikan sebagai berikut:
Fihrist
2, 4, 7,
6, 10, 9, 16, 11, 12, 17, 21, 23, 26, 37, 33, 28, 24, 8, 19, 29, 30, 36, 25,
22, 13, 34, 35, 14, 47, 31, 39, (40 bis 46), 40, 43, 41, 46, 45, 44, 48, 57, 59,
32, 50, 65, 49, 67, 64, 63, 62, 61, 72, 71, 58, 60, 66, 65, 53, 51, 52, 54, 69,
56, 68, 79, 70, 74, 73, 83, 80, 76, 75, 77, 78, 81, 82,88, 87, 92, 89, 85, 84,
96, 90, 93, 94, 86, 100, 107, 101, 98, 91, 95, 104, 105, 106, 102, 97, 103,
110, 108, 109, 111, 112.
Surah
yang hilang di sini adalah surah 15, 18, 20, 27, 42, 99, selain surah yang
telah dihilangkan sebelumnya (1, 113, 114). Surah-surah yang hilang di dalam Fihrist
ditemukan dalam daftar al-Itqan. Di dalam Fihrist disebutkan
bahwa jumlah surah dalam Mushaf Ibn Mas‘ud adalah 110, tetapi apabila dihitung
hanya terdapat 105 surah.
Dalam daftar kedua di dalam al-Itqan yang
ditulis al-Suyuti yang dia kutip dari Ibn Ashta kembali kepada pendapat Jarir
bin ‘Abd al-Hamid (w. 188), dapat disajikan data sebagai berikut:
al-Itqan
2, 4, 3, 7, 6, 5, 10, 9, 16, 11, 12, 18, 17,
21, 20, 23, 26, 37, 33, 22, 28, 27, 24, 8, 19, 29, 30, 36, 25, 15, 13, 34, 35,
14, 38, 47, 31, 39, 40, 43, 41, 42, 46, 45, 44, 48, 59, 32, 65, 68, 49, 67, 64,
49, 67, 64, 63, 62, 61, 72, 71, 58, 60, 66, 55, 53, 52, 51, 54, 56, 79, 70, 74,
73, 83, 80, 76, 77, 75, 78, 81, 82, 88, 87, 92, 89, 85, 84, 96, 90, 93 86, 100,
107, 101, 98, 91, 95, 104, 105, 106, 102, 97, 99, 103, 110, 108, 109, 111, 112,
94.
Dalam daftar yang disajikan al-Itqan pun
tidak ditemukan surah 1, 113, 114. Dalam al-Itqan hanya memuat 108
surah. Surah yang hilang daftar al-Itqan sebanyak 3 surah, yaitu 50, 57,
dan 69. Namun ketiga surah yang tidak ada dalam daftar al-Itqan
ditemukan dalam daftar Fihrist. Jadi kedua daftar ini berhubungan cukup
dekat antara satu dengan yang lainnya.
Untuk
kepentingan resensi resmi, kita temukan potongan-potongan bahan dan mengingat
tempat yang paling tepat untuk menempatkan potongan tersebut. Potongan-potongan
dari surah tersebut terdiri potongan Mekah dan Madinah, yang berbeda tanggal
dan asalnya. Kemungkinan besar, para pengumpul surah-surah al-Qur’ān akan
memberikan nama yang sama pada surah. Untuk mengungkap urutan-urutan surah yang
berbeda dalam berbagai naskah, maka dibuatlah daftar surah untuk mengungkap
perbedaan.
Pembacaan
varian yang selau mengikuti urutan teks resmi hadir. Sumber-sumber varian
secara tegas dikatakan berasal dari naskah kuno Ibn Mas‘ud. Namun terkadang
juga disebutkan berasal dari para sahabat Ibn Mas‘ud. Mengingat pentingnya
pembacaan dari Ibn Mas‘ud dan Ubai bin Ka‘b, semua bacaan mereka masih bertahan
dan masuk dalam daftar bahwa mushaf mereka tidak bergantung pada teks konsonan
berbeda dengan ‘Uthmān.
Apresiasi
Terhadap Arthur Jeffery
Dalam mempelajari sejarah pengumpulan teks-teks
al-Qur’ān sebelum teks ‘Uthmāni menjadi teks resmi umat Islam secara
keseluruhan, Jeffery memberikan kemudahan untuk melakukan penelitian terhadap
keseluruhan jenis teks dan dialek terhadap al-Qur’ān. Dia membagi mushaf-mushaf
pra-‘Uthmāni kepada dua kategori besar, yaitu Mushaf Primer (Primary
Codices) dan Mushaf Sekunder (Secondary Codices).
Setelah
dia membagi, dia juga menyebutkan mushaf-mushaf yang termasuk ke dalam kategori
primer, begitupun mushaf-mushaf yang masuk ke dalam kategori sekunder. Namun yang
menjadi perhatiannya hanya kepada mushaf primer saja. Dia tidak memberi
penjelasan dan perhatian pada mushaf sekunder.
Mushaf
primer yang menjadi perhatiannya adalah Mushaf Ibn Mas‘ud, Mushaf Ubay bin
Ka‘b, dan Mushaf ‘Ali. Dalam tulisannya Materials for the History or the
Text of the Koran hanya tiga mushaf tersebut yang mendapatkan penjelasan.
Penutup
Al-Qur’ān adalah kitab yang di dalamnya
terdapat berbagai macam pengetahuan. Dari segala sisinya dapat menjadi kajian.
Fokus Jeffery dalam hal ini adalah semua materi-materi sejarah dari teks-teks
al-Qur’ān.
Banyak
materi-materi di sekililing al-Qur’ān. Terdapat setidaknya 28 kode yang terbagi
kepada kode primer – 15 kodeks dan kode sekunder – 13 kodeks. Kode primer
adalah segala kode yang bersumber dari para sahabat Rasūlullāh saw, atau bisa
disebut sebagai koleksi pribadi para sahabat. Sedangkan apa yang disebut dengan
kode sekunder adalah kode dari generasi selanjutnya yang bergantung pada mushaf
primer. Mushaf sekunder juga mencerminkan bacaan kota-kota besar Islam.
Kode-kode
primer yang menjadi fokus Jeffery adalah Kode Ibn Mas‘ud, Kode Ubai bin Ka‘b,
dan Kode ‘Alī bin Abi Ṭalib. Dan yang menjadi fokus tulisan ini adalah kode
dari Ibn Mas‘ud.
Terdapat
dua riwayat dalam menjabarkan kode Ibn Mas‘ud, yaitu riwayat yang dikeluarkan
oleh al-Nadim dalam Fihrist, dan riwayat yang dikeluarkan as-Suyuṭi
dalam al-Itqan.
Terdapat
perbedaan dari kedua riwayat tersebut. Perbedaan terletak pada urutan surah
serta jumlah surah. Dalam Fihrist disebutkan bahwa jumlah surah dalam
kode Ibn Mas‘ud sebanyak 110 surah, tetapi kenyataannya hanya memuat 105 surah. Sedangkan dalam al-Itqan disebutkan
jumlah surah dari kode Ibn Mas‘ud sebanyak 108 surah.
Surah-surah
yang hilang atau tidak ditemukan dalam Fihrist, ditemukan dalam al-Itqan
dan begitu sebaliknya. Jadi kedua riwayat tersebut jelas saling melengkapi
satu dengan yang lainnya.
Referensi
Amal,
Taufik Adnan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005
Jeffery,
Arthur, Materials for the History of the Text of the Koran. Edited by
Ibn Warraq, The Origins of the Koran: Classic Essays on Islam’s Holy Book. New
York: Prometheus Books, 1998.
Ma‘rifat,
Muḥammad Hadi, Sejarah Al-Qur’ān, penerjemah: Ṭoha Musawa. Jakarta:
al-Huda, 2007.
0 Comments