Untuk lebih mantap memahami al-Qu'an, diperlukan ilmu asbabun nuzul. Yaitu ilmu tentang mengapa ayat al-Qur'an diturunkan. Meskipun sebagian dari al-Qur'an turun tanpa sebab yang umum ataupun khusus. Untuk itu, tulisan ini mencoba menerangkan pengertian asbabun nuzul dan dasar-dasar ilmu yang berkaitan dengannya. Semoga tulisan ini dapat membantu dan dishare kepada teman-teman yang lain. :D
Sebagian besar
ayat-ayat Al-Qur’an pada
dasarnya diturunkan untuk
tujuan umum ini.
Tetapi kehidupan para
sahabat bersama Rasulullah
SAW telah menyaksikan
banyak peristiwa sejarah,
bahkan kadang terjadi
diantara mereka peristiwa
khusus yang memerlukan
penjelasan hukum Allah,
atau menghadapi masalah
yang masih kabur
bagi mereka. Kemudian
mereka bertanya kepada
Rasulullah untuk mengetahui
bagaimana hukum Islam
dalam hal itu.
Maka Al-Qur'an turun untuk merespon peristiwa khusus tadi atau pertanyaan yang muncul tadi. Hal itu yang disebut asbab an-nuzul.
Untuk
mengetahui asbab an-nuzul secara shahih,
para ulama berpegang kepada riwayat shahih yang
berasal dari Rasulullah SAW atau dari sahabat. Sebab, pemberitaan
seorang sahabat mengenai hal ini, bila jelas, berarti bukan pendapatnya, tetapi
ia mempunyai hukum marfu’ (disandarkan pada Rasulullah). Asbab an-nuzul Al-Qur’an
berdasarkan pada riwayat atau mendengar secara langsung dengan orang-orang yang
menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang
pengetiannya serta bersungguh-sungguh dalam mencarinya, tidak diperbolehkan
‘main akal-akalan’ dalam asbab an-nuzul Al-Qur’an.
Pengertian Asbab An-Nuzul.
Asbab an-Nuzul
didefinisikan sebagai sesuatu yang karenanya Al-Qur’an diturunkan, sebagai
penjelas terhadap apa yang terjadi baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.
Asbab
An-Nuzul adalah sesuatu yang karenanya satu atau beberapa ayat turun
membicarakannya atau menjelaskan hukumnya pada hari-hari terjadinya.
Maksudnya, ia
merupakan peristiwa yang terjadi pada masa Nabi SAW atau pertanyaan yang
diajukan kepada beliau, lalu turun satu atau beberapa ayat dari Allah SWT untuk
menjelaskan sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa itu atau menjawab
pertanyaan tersebut, baik peristiwa itu merupakan pertikaian yang berkembang,
atau peristiwa itu merupakan kesalahan besar yang dilakukan seseorang. Misalnya,
seseorang yang sedang mabuk yang menjadi imam shalat, yang belum sembuh dari
mabuknya, dan membaca suatu surat setelah membaca Al-Fatihah:
Dengan membuang “Laa”dari kata “Laa a’budu”. lalu
Allah menurunkan ayat:
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (Qs. An-Nisaa:43).
Al-Wahidi
berkata: diharamkan bagi setiap muslim untuk mengatakan sesuatu yang berkenaan
dengan asbab an-nuzul, kecuali dengan riwayat atau mendengar langsung dari
orang-orang yang menyaksikan kejadiannya, dan tahu persis sebab diturunkannya
ayat tersebut. Muhammad Ibnu Sirin berkata: saya bertanya kepada Abiidah
tentang sebuah ayat dalam Al-Qur’an, lalu ia menjawab: “Takutlah kepada Allah!
Dan jangan berkata kecuali yang benar saja. Sesungguhnya orang-orang yang
mengetahui tentang diturunkannya Al-Qur’an, mereka semua telah pergi
(meninggal). Ulama lain berkata: mengetahui sebab turunnya suatu ayat adalah
suatu perkara yang hanya diketahui oleh para sahabat, dengan adanya tanda-tanda
yang mendukung pada hal itu. Karena tidak semua sahabat mengetahui secara
persis di mana dan kapan suatu ayat itu diturunkan.
Al-Wahidi rahimahullah berkata: kita tidak mungkin
mengetahui tafsir suatu ayat, tanpa mengetahui kisah yang melatarbelakanginya
dan penjelasan turunnya ayat itu.
Ibnu Daqiqil
Ied rahimahullah berkata: mengetahui
penjelasan tentang sebab turunnya sebuah ayat adalah cara terbaik dalam
memahami makna-makna Al-Qur’an.
Dan Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata:
mengetahui sebab turunnya suatu ayat, sangat membantu kita untuk memahami makna
ayat tersebut. Karena mengetahui sebab dari turunnya ayat, bisa membuat kita
lebih cepat memahami musababnya.
Macam-macam
Asbab An- Nuzul
Dilihat dari sudut pandang redaksi - redaksi
yang dipergunakan dalam riwayat asbab An – Nuzul ada dua jenis redaksi
yang dapat digunakn oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat asbab An–Nuzul
,yaitu sharih (visionable/jelas )dan muhtamilah ( impossible/kemunngkinan)
Redaksi sharih artinya riwayat yang yang
sudah jelas menunjukkan asbab An-Nuzul ,redaksi yang digunakan bila perawi
mengatakan :sebab turun ayat ini adalah.......atau perawi mengatakan telah
terjadi ....,maka turunlah ayat...atau Rasulullah pernah ditanya tentang...,maka
turunlah ayat….
Contoh riwayat asbab An-Nuzul yang menggunakan
redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang dibawakan jabir bahwa orang-orang
yahudi berkata ,Apabila seorang suami mendatangi “qubul”istrinya dari belakang
,anak yang lahir akan juling,”maka turunlah ayat:
”Istri – Istrimu adalah seperti tanah tempat
kamu bercocok tanam ,maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana
saja kamu kehendaki”,(QS.Al-baqarah:223)
Mengenai
riwayat asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi “muhtamilah” ,Az-Zarkasy
menuturkan dalam kitabnya Al-burhan fi ‘ulumil Qur’an:”sebagaimana diketahui
,telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in ,jika seorang diantara
mereka berkata,’ayat ini berkenaan dengan _’maka yang dimaksud adalah ayat itu
mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu,dan bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat,”
1.
Dilihat dari sudut pandang
Berbilangnya Asbab An-Nuzu untuk satu ayat atau Berbilangnya ayat untuk Asbab
An-Nuzul.
a)
Berbilangnya Asbab an-Nuzul
untuk satu ayat(Ta’addud as-sabab wanazil al-wahid).
Pada kenyataannya,tidak
setiap ayat memiliki riwayat asbab an-nuzul dalam satu versi. Ada kalanya satu ayat
memiliki beberapa versi riwayat asbab an-nuzul ,hal itu tidak akan menjadi
persoalan selagi tidak kontradiksi ,terkadang perbedaan itu terdapat dalam
redaksi atau kualitasnya.
·
Tidak mempermasalahkannya
,cara ini ditempuh apabila riwayat-riwayat asbab an – nuzul ini menggunakan
redaksi muhtamilah (tidak pasti).
·
Mengambil versi riwayat asbab
an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih,cara ini digunakan bila salah satu
versi riwayat asbab an-nuzul itu tidak menggunakan redaksi sharih(pasti).
·
Menagambil versi yang
sahih(valid),cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi
“sharih”(pasti),tetapi kualitas salah satunya tidak shalih
b)
Variasi ayat untuk satu
sebab(Ta’addud nazil wa as-sabab Al-wahid).
Terkadang suatu kejadian
menjadi sebab bagi turunnya ,dua ayat atau lebih .
Redaksi
Asbab An-Nuzul
1.
Digunakan redaksi yang secara
tegas menggunakan kata sabab: “sabab nuzul ayat ini adalah begini.” Redaksi
seperti ini merupakan teks yang tegas dalam menyatakan sabab,tidak mengandung
pengertian lain.
2. Tidak
digunakan redaksi yang secara tegas menggunakan kata sabab, akan tetapi
digunakan fa’ yang masuk materi ayat yang turun setelah penjelasan suatu
peristiwa.
Yang
menjadikan sebab secara tegas, itulah yang kita ambil sebagai sebab nuzul, dan
yang tidak menunjukkannya secara tegas kita pahami sebagai penjelasan terhadap kandungan
ayat yang bersangkutan, karena yang menunjukkan sabab secara tegas lebih kuat
dari pada yang tidak tegas.
Kaidah-Kaidah
dalam Asbab An-Nuzul
Ada
sebuah persoalan yang penting dalam pembahasan asbab an – nuzul ,misalkan telah
terjadi suatu peristiwa ada suatu pertanyaan ,kemudian satu ayat turun untuk
memberikan penjelasan atau jawabannya ,tetapi ungkapan redaksi tersebut menggunakan lafaz
‘amm(umum)hingga boleh jadi mempunyai cakupan yang lebih luas dan tidak
terbatas pada kasus pertanyaan itu ,maka persoalannya adalah apakah ayat
tersebut harus dipahami dari keumuman lafaz atau dari sebab yang khusus
(spesifik)itu.
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa yang harus menjadi pertimbangan adalah keumuman lafazh
bukan kekhususan sebab(al-‘brah bi ‘umum
al-lafzhi la bikhusus as-sabab),Ibnu Taimiyah berpendapat ,bahwa banyak
ayat yang diturunkan berkenaan dengan kasus tertentu bahkan kadang-kadang
menunjuk pribadi seseorang ,kemudian dipahami
berlaku untuk umum .Misalkan surat al-maidah (5):49\Tentang perintah
kepada nabi untuk mengadili dengan adil ,ayat ini sebenarnya diturunkan bagi
kasus Bani Quraidzah dan Bani nadhir
Namun ,menurut Ibnu Taimiyah tiadak be nar jika dikatakan bahwa perintah
kepada nabi itu hanya berlaku adil terhadap kedua kabilah.
Disisi
lain ada juga yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh Al-Qur’an harus
dipandang dari segi kekhususan sebab bukan dari
keumuman lafazh,(al-‘ibrah bi khusus as-sabab la bi bi’umum
al-lafazh).Adapun kasus lain yang serupa ,kalaupun mendapatkan penyelesaian
yang sama ,hal itu bukan diambil dari pemahaman ayat itu ,melainkan dari dalil
lain ,yaitu qiyas.
Kegunaan
Mengetahui Asbab An-nuzul.
1.
Mengetahui hikmah atau alasan dari
turunnya suatu syariat atau hukum.
2.
Takhsis (pengkhususan) suatu
hukum, bagi orang-orang yang berpendapat bahwasanya “Al-Ibratu bikhushushi
as-sababi”, yaitu pelajaran atau teladan itu berdasarkan pada kekhususan suatu
sebab.
Adapun ayat
yang diturunkan atas orang tertentu dan tak ada keumuman pada lafadznya, maka
ayat itu hanya khusus untuk orang yang ayat itu turun padanya, contohnya
seperti firman Allah SWT pada ayat dalam surat Al-Lail di bawah ini:
Dan kelak
akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah)
untuk membersihkannya. (Qs. Al-Lail:17-18)
Ayat ini
diturunkan khusus untuk Abu Bakar ra, ini adalah ijma’ para Ulama. Dan Imam
Fakhruddin Ar-Razi telah berdalil dengan ayat di atas bahwa firman Allah SWT di
bawah ini:
Hai manusia,
Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs.Al-Hujuraat:13)
Beliau
(Fakhruddin Ar-Razi) mengatakan bahwa manusia paling utama dan paling bertaqwa
setelah Rasulullah SAW adalah Abu Bakar ra. Berdasarkan dua ayat pada surat
Al-lail di atas.
Sedangkan
orang-orang yang menduga bahwa dua ayat surat Al-Lail di atas adalah umum buat
setiap orang yang amalannya sama seperti Abu Bakar , sesuai dengan kaidah yang
baru saja disebutkan, tidaklah benar adanya. Karena dua ayat pada surat Al-Lail
tadi tidak ada sighat (bentuk) keumuman. Bantahlah pendapat orang-orang yang
menganggapnya sebagai keumuman. Dan yang benar adalah: dua ayat pada surat
Al-Lail hanya terbatas dan hanya khusus bagi orang yang ayat itu diturunkan
padanya, orang itu adalah Abu Bakar ra saja.
3.
Kadangkala lafadz suatu ayat itu
bentuknya umum, tapi ada dalil lain yang mengkhususkan ayat tadi. Jika sebab
turunnya ayat ini telah diketahui, maka kekhususannya hanya terbatas pada
selain bentuk keumuman lafadz. Sehingga keumuman suatu lafadz telah tidak lagi
dijadikan patokan karena ada sebab yang khusus untuk itu.
Seperti yang dikatakan Imam
Syafi’i rahimahullah pada firman Allah SWT yang berbunyi:
Katakanlah:
"Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - Karena Sesungguhnya semua
itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. barangsiapa
yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
penyayang".(Qs. Al-An’am ayat 145)
Imam Syafi’i
rahimahullah berkata: ketika orang-orang kafir telah menghalalkan apa yang
diharamkan Allah, turunlah ayat di atas sebagai bantahan atas buruknya perbuatan
mereka.
Tujuan firman
Allah SWT di atas bukanlah hashr (membatasi barang-barang haram hanya pada
keempat hal yang disebutkan), tapi sebagai bantahan atas perbuatan orang-orang
kafir dan penetapan hakekat yang sebenarnya. Allah tidak bermaksud untuk
menghalalkan hal-hal yang selain bangkai, daging babi, darah dan apa-apa yang
disembelih untuk selain Allah. Tapi bermaksud menetapkan keharaman, tidak
menetapkan kehalalan.
4.
Kita bisa memahami makna suatu
ayat secara lebih mendalam, dan hilanglah kemusykilan (keragu-raguan) yang
selama ini masih menghantui kita.
Contoh dari ayat yang ada, adalah
pernah pada suatu ketika Marwan berkata tentang Abdurrahman ibn Abu Bakar.
Marwan menganggap bahwa ayat di bawah ini diturunkan atas Abdurrahman ibn Abu
Bakar ra, tapi Aisyah ra Ummul Mukminin segera membantah perkataan Marwan
tersebut, serta menjelaskan padanya sebab turunnya ayat ini, dalam surat
Al-Ahqaf ayat 17.
Dan orang
yang Berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya,
apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa Aku akan dibangkitkan,
padahal sungguh Telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya
itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu,
berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". lalu dia berkata:
"Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka".(Qs.
Al-Ahqaf ayat 17).
Aisyah
berkata: “Demi Allah, bukan dia yang berkaitan dengan ayat itu. Seandainya aku
ingin, aku bisa menyebutkan siapa dia.: Sampai akhir kisah itu.
Sebab
turunnya ayat, meskipun ia khusus untuk seseorang tertentu tapi ia bisa menjadi
umum hukumnya buat semua orang. Az-Zamakhsyari dalam menafsirkan surat Al-Humazah
menyatakan: boleh jadi suatu sebab itu hanya dikhususkan bagi orang-orang
tertentu saja, tapi ancamannya bersifat umum dan mencakup semua orang, karena
ancaman ini pasti dibebankan kepada setiap orang yang melakukan suatu perbuatan
buruk.
5.
Mengetahui kebijaksanaan Allah SWT
secara lebih rinci mengenai syari’at yang diturunkan-Nya.
6.
Memudahkan hafalan, pemahaman dan
peneguhan wahyu dalam hati setiap yang mendengarnya, bila ia mengetahui sebab
nuzulnya.
KESIMPULAN
Al-Qur’an
Al-Karim semata memberikan hidayah kepada makhluk menuju kebenaran. Al-Qur’an
memiliki latar belakang atau tujuan mengapa dan untuk apa ayat demi ayat
diturunkan, itulah yang kita kenal dengan Asbab An-Nuzul. Asbab An-Nuzul adalah
sesuatu yang karenanya Al-Qur’an diturunkan, sebagai penjelas terhadap apa yang
terjadi berupa peristiwa atau pertanyaan. Rasulullah menghadapi situasi yang
berat ketika dilontarkan pertanyaan mengenai hukum-hukum
syari’at, pemecahan masalah, dll. Ketika terjadi suatu peristiwa dan pertanyaan
yang diajukan kepada beliau, lalu turun satu atau beberapa ayat untuk
menjelaskan sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa itu atau menjawab
pertanyaan tersebut. Kita bisa memahami
makna suatu ayat secara lebih mendalam, jika mengetahui sebab-sebab turunnya
ayat tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Az-Zarqani, Muhammad
Abdul Adzim, Syeikh. 2001. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.
Jakarta:Gaya Media Pratama.
Al-Qaththan,
Manna, 2004. Pengantar Study Ilmu Al-Qur’an. Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.
As-Suyuthi,
Jalal Ad-Din. Al-Ithqan fi ‘Ulumil Qur’an. Dar Al-Fikr:Beirut. Tanpa
tahun.
Jika tulisan ini bermanfaat, untuk dikiranya dapat di share. :D
0 Comments