Pendahuluan
Dalam kehidupan umat Islam, kitab suci Al-Qur’
an menempati posisi yang
strategis. Dalam kedudukannya sebagai sumber petunjuk. Al-Qur’an bukan hanya
memuat ajaran-ajaran agama dalam aspek moral dan spiritual yang terbatas,
seperti aqidah, ibadah dan akhlak melainkan juga memuat aspek-aspek kehidupan
dalam cakupannya yang luas. Terutama yang terkait dengan prinsip-prinsip dasar
bagi penataan kehidupan manusia. Karena isi kandungan al-Qur’an yang begitu
luas, maka dibutuhkan adanya penafsiranpenafsiran tentang makna-makna dibalik
firman Allah SWT. Dari masa klasik hingga kontemporer telah banyak mufassir
yang melahirkan karyanya dalam usaha mereka untuk menafsirkan al-Qur’an. Pada
makalah ini, pemakalah akan mencoba mengupas tentang tafsir al-Maraghi, dimulai
dari biografi sang mufassir, metodologi penafsiran, corak, sistematika serta
karakteristik, dan distingsinya dengan tafsir lainnya.
Pembahasan
Biografi Mufassir
Nama lengkapnya adalah Ahmad Musthafa bin
Muhammad bin Abdul Mun‟im alMaraghi.
Kadang-kadang nama tersebut diperpanjang dengan kata Beik, sehingga menjadi
Ahmad Musthafa al-Maraghi Beik. Ia berasal dari keluarga yang sangat tekun dalam
mengabdikan diri kepada ilmu pengetahuan dan peradilan secara turun-temurun,
sehingga keluarga mereka dikenal sebagai keluarga hakim. Beliau lahir di daerah
yang bernama Maragha, sebuah kota kabupaten di tepi barat sungai Nil sekitar 70
Km di sebelah selatan kota Kairo, pada tahun 1300 H./1883 M. Nama Kota
kelahirannya inilah yang kemudian melekat dan menjadi nisbah (nama belakang)
bagi dirinya, bukan keluarganya. Ini berarti nama al-Maraghi bukan monopoli
bagi dirinya dan keluarganya. Ahmad Mustafa Al-Maraghi berasal dari kalangan
ulama yang taat dan menguasai berbagai bidang ilmu agama. Hal ini dapat
dibuktikan, bahwa 5 dari 8 orang putera laki-laki Syekh Mustafa Al-Maraghi
(ayah Ahmad Mustafa Al-Maraghi) adalah ulama besar yang cukup terkenal, yaitu :
1. Syeikh
Muhammad Mustafa Al-Maraghi yang pernah menjadi Syekh al-Azhar dua periode,
tahun 1928-1930 dan 1935-1945.
2. Syeikh
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, pengarang Tafsir Al-Maraghi.
3. Syeikh
Abdul Aziz Mustafa Al-Maraghi, Dekan Fakultas Usuluddin Universitas AlAzhar dan
Imam Raja Faruq.
4. Syeikh
Abdullah Mustafa Al-Maraghi, Inspektur Umum pada Universitas Al-Azhar.
5. Syeikh
Abul Wafa Mustafa Al-Maraghi, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan
Universitas Al-Azhar.
Di samping itu, ada 4 orang
putra Ahmad Mustafa Al-Maraghi menjadi hakim, yaitu:
1. M.
Aziz Ahmad Al-Maraghi, Hakim di Kairo.
2. A.
Hamid Al-Maraghi, Hakim dan Penasehat Menteri Kehakiman di Kairo
3. Asim
Ahmad Al-Maraghi, Hakim di Kuwait dan di Pengadilan Tinggi Kairo.
4. Ahmad
Midhat Al-Maraghi, Hakim di Pengadilan Tinggi Kairo dan Wakil Menteri Kehakiman
di Kairo.
Jadi, selain Al- Maraghi
keturunan ulama yang menjadi ulama, ia juga berhasil mendidik putera-puteranya
menjadi ulama dan sarjana yang senantiasa mengabdikan dirinya untuk masyarakat,
dan bahkan mendapat kedudukan penting sebagai hakim pada pemerintahan Mesir.
Sebutan (nisbah) Al-Maraghi dari Syekh Ahmad Al-Maraghi dan lain-lainnya
bukanlah dikaitkan dengan nama suku/marga atau keluarga, seperti halnya sebutan
Al-Hasyimi yang dikaitkan dengan keturunan Al-Hasyim, melainkan dihubungkan
dengan nama daerah atau kota, yaitu kota Al-Maraghah tersebut di atas.
Oleh karena itu yang memakai
sebutan Al-Maraghi bukanlah terbatas pada anak cucu Syekh Abdul Mun‟im Al-Maraghi saja. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta yang
terdapat dalam kitab mu‟jam al-Muallifin
karangan Syekh Umar Rida Kahhalah yang memuat biografi 13 orang Al-Maraghi di
luar keluarga Syekh Mun‟im Al-Maraghi, yaitu
para ulama/sarjana yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan yang dihubungkan
denagan kota asalnya al-Maraghah.
Setelah Ahmad Mustafa
Al-Maraghi menginjak usia sekolah, dia dimasukkan oleh orang tuanya ke Madrasah
di desanya untuk belajar al-Qur’an. Otaknya sangat cerdas, sehingga sebelum
usia13 tahun ia sudah hafal seluruh ayat al-Qur’an. Di samping itu ia juga
mempelajari ilmu tajwid dan dasar-dasar ilmu syari‟ah di Madrasah sampai ia menamatkan pendidikan tingkat menengah.
Pada tahun 1314H/1897M oleh kedua orang tuanya dia disuruh meninggalkan kota
AlMaraghah untuk pergi ke Kairo menuntut ilmu pengetahuan di Universitas
Al-Azhar. Di sini ia mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan agama,
seperti bahasa arab, balaghah, tafsir, ilmu al-Qur’an, hadis, ilmu hadis,
fikih, usul fikih, akhlak, ilmu falak dan sebagainya.
Di samping itu ia juga
mengikuti kuliah di fakultas Dar al-Ulum Kairo (yang dahulu merupakan perguruan
tinggi tersendiri, dan kini menjadi bagian dari chairo university). Ia berhasil
menyelesaikan studinya di kedua perguruan tinggi tersebut pada tahun 1909. Di
antara dosendosen yang ikut mengajarnya di Al-Azhar dan Dar al-Ulum adalah
Syekh Muhammad Abduh, Syekh Muhammad al-„Adawi, Syekh Muhammad Bhis al-Mut‟i, dan Syekh Muhammad Rifa‟i al-Fayumi. Setelah
Syeikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi menamatkan studinya di Universitas AlAzhar dan
Daar al-Ulum, ia memulai karirnya dengan menjadi guru di beberapa sekolah menengah.
Kemudian ia diangkat menjadi direktur Madrasah Mu‟allimin di Fayum.
Pada tahun 1916 ia diangkat
menjadi dosen utusan Universitas Al-Azhar untuk mengajar ilmu-ilmu syari‟ah Islam pada fakultas Ghirdun di Sudan. Di Sudan, selain sibuk
mengajar, Al-Maraghi juga giat mengarang buku-buku ilmiah. Salah satu buku yang
selesai dikarangnya disana adalah „Ulum al-Balaghah. Pada tahun 1920,
setelah tugasnya di Sudan berakhir, ia kembali ke Mesir dan langsung diangkat
sebagai dosen Bahasa Arab di Universitas Darul „Ulum serta dosen Ilmu Balaghah
dan Kebudayaan pada Fakultas Bahasa Arab di Universitas al-Azhar.
Pada rentang waktu yang
sama, al-Maraghi juga menjadi guru di beberapa madrasah, di antaranya Ma‟had Tarbiyah Mu‟allimah, dan
dipercaya memimpin Madrasah Utsman Basya di Kairo. Karena jasanya di salah satu
madrasah tersebut, al-Maraghi dianugerahi penghargaan oleh raja Mesir, Faruq,
pada tahun 1361 H. Dalam menjalankan tugas-tugasnya di Mesir, al-Maraghi
tinggal di daerah Hilwan, sebuah kota yang terletak sekitar 25 Km sebelah
selatan kota Kairo. Ia menetap di sana sampai akhir hayatnya. Ia wafat pada
usia 69 tahun (1371 H./1952 M.). Namanya kemudian diabadikan sebagai nama salah
satu jalan yang ada di kota tersebut.
Karya-Karya
Syekh Ahmad Mustafa Al-Maraghi Al-Maraghi
adalah ulama kontemporer terbaik yang pernah dimiliki oleh dunia Islam. Selama
hidup, ia telah mengabdikan diri pada ilmu pengetahuan dan agama. Banyak hal
yang telah ia lakukan. Selain mengajar di beberapa lembaga pendidikan yang
telah disebutkan, ia juga mewariskan kepada umat ini karya ilmiyah. Salah satu
di antaranya adalah Tafsir al-Maraghi, sebuah kitab tafsir yang muncul pada
abad ke 14 dan beredar juga dikenal di seluruh dunia Islam sampai saat ini.
Karya-karyanya yang lainnya adalah:
·
Al-Hisbat fi al-Islâm
·
Al-Wajîz fi Ushûl al-Fiqh
·
Ulûm al-Balâghah
·
Muqaddimat at-Tafsîr
·
Buhûts wa A-râ‟ fi Funûn al-Balâghah; dan
·
Ad-Diyânat wa al-
Madzhab Mufassir
Di dalam bukunya, al-mufassirun hayatuhum wa
manhajuhum, syeikh Ali iyazi menyebutkan bahwa Ahmad Musthafa Al-Maraghi
memiliki madzhab Asy Syafii Al-Asy‟ary.
Motivasi Mufassir
Yang melatarbelakangi ingin menulis tafsir
adalah suatu kenyataan yang sempat disaksikan, bahwa kebanyakan orang enggan
membaca kitab-kitab tafsir yang ada ditangan sendiri. Dengan alasan kitab-kitab
tafsir yang ada sangat sulit dipahami, bahkan diwarnai dengan berbagai istilah
yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang ahli dalam bidang ilmu tersebut.
Karenanya dengan ini, termotivasilah diri untuk menulis tafsir dengan sengaja
merubah gaya bahasa dan menyajikannya dalam bentuk sederhana dan yang mudah
dipahami. Dengan demikian, para pembaca dapat memahami rahasia-rahasia yang
terkandung dalam Al-quran tanpa mengeluarkan energi berlebihan dalam
memahaminya.
Dalam muqaddimah tafsirnya,
Al-Maraghi menerangkan bahwa di masa sekarang ini, sering kita saksikan banyak
kalangan yang cenderung memperluas cakrawala pengetahuan di bidang agama,
terutama sekali di bidang tafsir Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
Pertanyaanpertanyaan sering dikemukakan kepada saya berkisar pada masalah
tafsir apakah yang paling mudah dan berguna bagi pembaca, serta dapat
dipelajari dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Mendengar
pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya merasa agak kesulitan di dalam memberikan
jawaban. Masalahnya, sekalipun kitab-kitab tafsir itu bermanfaat, di samping
menyingkapkan berbagai persoalan agama dan menyingkap berbagai kepelikan yang
sulit dipahami, namun kebanyakan telah dibumbui dengan istilah ilmu-ilmu lain
yang semuanya justru merupakan hambatan bagi pemahaman Al-Qur’an secara benar.
Kitab-kitab tafsir juga sering diberi ilustrasi cerita-cerita yang bertentangan
dengan fakta dan kebenaran. Namun, ada pula kitab tafsir yang dibarengi dengan
analisa ilmiah, selaras dengan perkembangan ilmu ketika penulisan tafsir
tersebut.
Perlu diingat, bahwa masa
berjalan, sehingga penemuan-penemuan ilmiah yang termuat di dalam berbagai
ensiklopedia juga akan berkembang. Saat ini, mengkaji suatu kitab yang sulit
dipaham merupakan pemborosan waktu dan energi lantaran hanya mereka-reka makna
yang sulit. Memperhatikan kenyataan tersebut, masyarakat mulai mencoba
mengemukakan metode baru dalam hal tulis-menulis secara simpel dan penggunaan
bahasa efektif yang mudah dimengerti, di samping mengemukakan data ilmiah yang
diperkuat dengan argumentasiargumentasi dan berbagai fakta. Dan pembicaraan
atau argumentasi kuat, harus disingkirkan.
Berdasarkan pembicaraan
tersebut, masyarakat tentu membutuhkan kitab-kitab tafsir yang mampu memenuhi
kebutuhan mereka, disajikan secara sistematis, diungkapkan dengan gaya bahasa
yang mudah dimengerti, dan masalah-masalah yang dibahas benar-benar didukung
dengan hujjah, bukti-bukti nyata serta berbagai percobaan yang diperlukan. Bisa
pula dinukilkan pendapat-pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu yang
berkait erat dengan Al-Qur’an, selaras dengan syarat penyajian yang harus
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern. Kita juga harus mengesampingkan
permasalahan yang berkait dengan cerita-cerita yang bisa dipakai oleh mufassir
terdahulu, sebab cerita-cerita tersebut justru bertentangan dengan kebenaran.
Metode Penulisan Tafsir
Dari sisi metodologi, al-Maraghi bisa disebut
telah mengembangkan metode baru. Bagi sebagian pengamat tafsir, al-Maraghi
adalah mufassir yang pertama kali memperkenalkan metode tafsir yang memisahkan
antara “uraian global” dan “uraian rincian”, sehingga penjelasan ayat-ayat di
dalamnya dibagi menjadi dua kategori, yaitu ma‟na ijmali dan ma‟na tahlili.
Kemudian, dari segi sumber yang digunakan selain menggunakan ayat dan atsar,
al-Maraghi juga menggunakan ra‟yi (nalar) sebagai sumber dalam menafsirkan ayat-ayat.
Namun perlu diketahui, penafsirannya
yang bersumber dari riwayat (relatif) terpelihara dari riwayat yang lemah (dha‟if) dan susah diterima akal atau tidak didukung oleh bukti-bukti
secara ilmiah. Hal ini diungkapkan oleh al-Maraghi sendiri pada muqaddimahnya
tafsirnya ini. Al-Maraghi sangat menyadari kebutuhan kontemporer. Dalam konteks
kekinian, merupakan keniscayaan bagi mufassir untuk melibatkan dua
sumber penafsiran („aql dan naql). Karena memang hampir tidak mungkin menyusun
tafsir kontemporer dengan hanya mengandalkan riwayat semata, selain karena
jumlah riwayat (naql) yang cukup terbatas juga karena kasus-kasus yang muncul
membutuhkan penjelasan yang semakin komprehensif, seiring dengan perkembangan
problematika sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang berkembang pesat.
Sebaliknya, melakukan
penafsiran dengan mengandalkan akal semata juga tidak mungkin, karena
dikhawatirkan rentan terhadap penyimpangan-penyimpangan, sehingga tafsir itu
justru tidak dapat diterima. Namun tidak dapat dipungkiri, Tafsir al-Maraghi
sangat dipengaruhi oleh tafsir-tafsir yang ada sebelumnya, terutama Tafsir
al-Manar. Hal ini wajar karena dua penulis tafsir tersebut, Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha, adalah guru yang paling banyak memberikan bimbingan kepada
Al-Maraghi di bidang tafsir. Bahkan, sebagian orang berpendapat bahwa Tafsir
alMaraghi adalah penyempurnaan terhadap Tafsir al-Manar yang sudah ada
sebelumnya. Metode yang digunakan juga dipandang sebagai pengembangan dari
metode yang digunakan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
Corak Penafsiran
Bila dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir
yang lain, baik sebelum maupun sesudah tafsir Al-Maraghi, termasuk tafsir
Al-Manar, yang dipandang modern, ternyata tafsir Al-Maraghi mempunyai metode
penulisan tersendiri, yang membuatnya berbeda dengan tafsir-tafsir lain
tersebut. Sedang coraknya sama dengan corak Tafsir Al-Manar karya Muhammad
Abduh dan rasyid Rida, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Mahmud Syaltut, dan
tafsir Al-Wadih karya Muhammad mahmud Hijazi. Semuanya itu mengambil adabi
Ijtima‟i. Sejalan dengan itu,
Abdullah Syahatah menilai Tafsir Al-Maraghi termasuk dalam golongan tafsir yang
dipandangnya berbobot dan bermutu tinggi bersama tafsir yang lain.
Sumber Rujukan dan Referensi
Kitab-kitab yang dijadikan sumber rujukan dan
referensi al-Maraghi dalam penyusunan tafsirnya adalah sebagai berikut:
·
Abu Ja‟far Muhammad Ibn Jarir, Jami‟ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an
·
Abu al-Qasim Jar Allah
al-Zamakhsari, Tafsir al-Kasysyaf „an Haqaiq al-Tanzil
·
Syaraf al-Din al-Hasan Ibn
Muhammad al-Tiby, Hasyiah Tafsir al-Kasysyaf
·
Al-Qadi Nasir al-Din
Abdullah Ibn Umar al-Baidawi, Anwar al-Tanzil
·
Al-Raghib al-Asfahani,
Tafsir Abi al-Qasim al-Husain Ibn Muhammad
·
Imam Abu Hasan al-Wahidi al-Naisabury,
tafsir al-Basit
·
Imam Fakhruddin al-Raazi, Mafatih
al-Ghaib
·
Tafsir al-Husain Ibn Mas‟ud al-Baghawi
Dan masih banyak lagi kitab-kitab yang
dijadikan rujukan atau referensi oleh al-Maraghi dalam penyusunan tafsirnya.
Sistematika dan
Karakteristik Penulisan
Sistematika dan karakteristik penulisan tafsir
al-Maraghi adalah sebagai berikut:
·
Menyebutkan nama surat,
jumlah ayatnya, tempat turunnya, urutan turunnya, dan penjelasan tentang
munasabah dengan ayat sebelumnya.
·
Mengemukakan ayat-ayat di
awal pembahasan
Al-Maraghi memulai setiap
pembahasan dengan mengemukakan satu, dua atau lebih ayat-ayat al-Qur’an
yang mengacu kepada suatu tujuan yang menyatu.
·
Menjelaskan kosa kata
·
Menjelaskan pengertian
ayat-ayat secara global (al-Ma‟na al-Jumali li al-Ayat).
Al-Maraghi di dalam
tafsirnya menyebutkan makna ayat-ayat secara global. Sehingga sebelum memasuki
penafsiran yang menjadi topik utama, para pembaca telah terlebih dahulu
mengetahui makna ayat tersebut seara umum.
·
Menjelaskan sebab-sebab
turun ayat
Jika ayat
tersebut mempunyai asbab nuzul berdasarkan riwayat shahih yang menjaddi
pegangan para mufassir, maka Al-Maraghi menjelaskannya terlebih dahulu. -
Meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
Al-Maraghi sengaja meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan
ilmuilmu lain yang diperkirakan bisa menghambat para pembaca dalam memahami isi
alQur‟an. Misalnya ilmu nahwu,
Saraf, Ilmu Balaghah dan sebagainya. Pembicaraan tentang ilmu-ilmu tersebut
merupakan bidang tersendiri, yang sebaiknya tidak dicampur adukkan dengan
tafsir al-Qur’an, namun ilmu-ilmu tersebut sangat penting diketahui dan
dikuasaiseorang mufassir.
·
Gaya bahasa para mufassir
Al-Maraghi
menyadari bahwa kitab-kitab tafsir terdahulu disusun dengan gaya bahasa yang
sesuai dengan para pembaca ketika itu. Namun, karena pergantian masa selalu
diwarnai dengan ciri-ciri khusus, maka wajar bahkan wajib bagi seorang mufassir
masa sekarang untuk memperhatikan keadaan pembaca dan menjauhi pertimbangan
keadaan masa lalu yang tidak relevan lagi. Karena itu, al-Maraghi merasa
berkewajiban memikirkan lahirnya sebuah kitab tafsir yang mempunyai warna dan
dengan gaya bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini. Dalam
menyusun kitab tafsirnya, Al-Maraghi tetap merujuk kepada pendapatpendapat
mufassir terdahulu sebagai penghargaan atas upaya yang pernah mereka lakukan.
Al-Maraghi mencoba menunjukkan kaitan ayat-ayat al-Qur’an dengan pemikiran dan
ilmu pengetahuan lain. –
·
Seleksi terhadap kisah-kisah
yang terdapat di dalam kitab-kitab Tafsir
Al-Maraghi
melihat salah satu kelemahan kitab-kitab tafsir terdahulu adalah dimuatnya di
dalamnya cerita-cerita yang berasal dari ahli Kitab (Israiliyat), padahal
cerita tersebut belum tentu benar. Pada dasarnya fitrah manusia, ingin
mengetahui hal-hal yang masih samar, dan berusaha menafsirkan hal-hal yang
dipandang sulit untuk diketahui. Al-Maraghi memandang langkah yang paling baik
dalam pembahasan tafsirnya adalah tidak menyebutkan masalah-masalah yang
berkaitan erat dengan cerita orang terdahulu, kecuali jika cerita-cerita
tersebut tidak bertentangan dengan preinsip agama yang sudah tidak
diperselisihkan.
Jumlah Juz Tafsir Al-Maraghi
Kitab tafsir ini disusun menjadi 30 jilid.
Setiap jilid terdiri satu juz Al-Qur’an. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah
para pembaca, di samping mudah dibawa kemana-mana, baik ketika menempati suatu
tempat atau bepergian. Kitab ini lahir untuk pertama kalinya bertepatan pada
pertengahan Zulhijjah 1365 H di tempat kediaman Al-Maraghi, yaitu Hilwan,
Kairo, Mesir.
Distingsi (Perbedaan dengan
Kitab tafsir lainnya)
Perbedaan (distingsi) dari kitab tafsir
Al-Maraghi dengan kitab-kitab tafsir lainnya dapat dilihat dari sistematika dan
karakteristik tafsir ini. Melihat semua sistematika dan karakteristik tafsir
ini, kami menyimpulkan bahwa distingsi dari kitab Tafsir ini adalah bahwasanya
AlMaraghi mencoba mendobrak cara-cara penafsiran yang dilakukan oleh para
mufassir sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari salah satu karakter tafsirnya,
yakni meninggalkan istilahistilah yang berhubungan dengan ilmu-ilmu yang
menurutnya dapat menghambat para pembacanya dalam memahami isi al-Qur’an, diantaranya
adalah ilmu Nahwu, Saraf, Balagah, dan lain sebagainya.
Selain itu, Al-Maraghi juga
merubah gaya bahasa di dalam tafsirnya dan tidak sama dengan gaya bahsa
mufassir-mufassir sebelumnya atau yang lainnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk memudahkan pembaca dalam memahami rahasia-rahasia yang terkandung di
dalam al-Qur’an, tanpa mengeluarkan energi yang berlebihan di dalam
memahaminya. Al- Maraghi pun sangat selektif terhadap kisah-kisah Israiliyat.
Baginya, langkah yang paling baik jika pembahasan ayat-ayat nanti tidak
menyebutkan masalah-masalah yang berkaitan erat dengan cerita-cerita orang
terdahulu. Kecuali jika cerita-cerita tersebut tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip agama yang sudah tidak diperselisihkan.
Komentar Ulama terhadap
Tafsir Al-Maraghi
Syeikh Ali Iyazi menyimpulkan bahwa pembahasan
kitab tafsir ini mudah dipahami dan enak dicerna, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat kelas menengah dalam memahami AlQur‟an, serta relevan dengan problematika yang muncul pada masa kontemporer.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (terj), (Toha
Putra:Semarang), Jilid I
Faizah Ali Syibromalisi & jauhar Azizi, Membahas Kitab
Tafsir Klasik-Modern,(Lemlit UIN:Jakarta), 2011
Hasan Zaini, Tafsir Tematik ayat-ayat kalam Tafsir
Al-Maraghi, (Pedoman Ilmu Jaya:Jakarta),1996
Hasby As-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan
Tafsir, (Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra), 1997
Muhammad Ali Al-Iyazy, Al-Mufassirun Hayatuhum wa
Manhajuhum, (Waziqaf al-Irsyad alIslamiyyah: Teheran), 1414
3 Comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerimakasih infonya gan, sangat bermanfaat. jangan lupa kunbal ya: http://pakar-teknologi.blogspot.co.id/2016/08/ciputat-guru-ngaji-privat-bimbingan.html
ReplyDeleteMakasih gan. Siap.
Delete