PENDAHULUAN
Melanjutkan materi Akidah Akhlak kelas X terkait materi tentang "Memahami pengertian dan pentingnya memiliki akhlak husnuzzan, raja‘, dan taubat" Untuk memulai pembelajaran jarak jauh ini kita akan bahas menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Huznudzan, 2. Raja', dan Taubat. Materi pertama kita yaitu tentang husnudzan. Simak dan baca dengan baik karena akan ada tugas menanti di penghujung bacaan.
1. Husnudzan
a. Pengertian
Ada dua istilah yang
sering kita dengar, yaitu Husnudzan dan Su’udzan. Dzan
itu sendiri sering juga diartikan ragu, karena mengandung unsur
keragu-raguan, ketidakpastian, bisa benar bisa salah. Prasangka itu
bisa benar bisa salah. Berprasangka baik disebut Husnudzan sedang berprasangka
jelek disebut Su’uzzan. Husnudzan berarti berbaik sangka atau kata lain tidak
cepat-cepat berburuk
sangka sebelum perkaranya menjadi jelas.
Dalam kehidupan sehari-hari
manusia akan berinteraksi dengan sesamanya dalam suatu pergaulan.
Hal itu disebabkan manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan suatu pergaulan yang harmonis perlu dipupuk sikap
berbaik sangka antara sesama manusia. Sikap berbaik sangka
meskipun sepintas lalu sepele, akan tetapi sering kita tidak
menyadarinya.
b. Bentuk-Bentuk Husnudzan
1) Husnudzan Kepada
Allah Swt.
Sikap Husnudzan
terhadap Allah Swt. hukumnya wajib dan akan sangat mendukung proses pemantapan
jiwa keimanan manusia, bahkan akan melahirkan sikap tawadhu’ dan selalu
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Berbaik sangka terhadap semua ketentuan Allah Swt.
merupakan cerminan watak dan karakter manusia sebagai hamba Allah
Swt.
Dari Jabir bin Al
Anshari r.a. katanya tiga hari sebelum Rasulullah wafat beliau bersabda:
“Janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah Azza
Wajalla” (HR. Muslim)
Seharusnya kita
mampu melihat kebaikan-kebaikan Allah Swt. dalam segala hal, rahmat-Nya kepada
segenap makhluk-Nya, kasih sayang-Nya serta maghfrah-Nya. Ketika kita
menghadapi kesulitan
kita harus tetap yakin bahwa Allah telah menyediakan jalan
keluar. Serta berkeyakinan bahwa Allah tidak bermaksud menyulitkan
kita.
“ Allah tidak hendak
menyulitkan kamu,.” (QS. Al-Maidah [5] : 6)
Sikap Husnudzan
terhadap Allah Swt. akan menenteramkan jiwa serta
memantapkan keimanan manusia. Sikap itu akan melahirkan sikap
tawaduk dan tawakal. Sikap Husnudzan terhadap sesama semua
ketentuan Allah Swt. merupakan cerminan watak dan karakter manusia
sebagai hamba yang beriman. Oleh karena itu,
manusia harus yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam
hidupnya adalah takdir Allah Swt. Manusia harus yakin bahwa
kehidupan ini mutlak sepenuhnya di bawah kontrol Allah Swt. dengan
demikian, sikap Husnudzan terhadap Allah Swt. akan membawa
ketenangan, kedamaian, dan ketentraman hidup manusia.
Dan bahwa manusia
hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya. Dan sesungguhnya usahanya itu kelak
akan diperlihatkan
(kepadanya). Kemudian akan diberi balasan balasan kepadanya
dengan balasan yang paling sempurna.
(Q.S. An-Najm [53] :
39-41)
2). Husnudzan Kepada
Sesama
Kita tidak boleh
terburu-terburu berperasangka jelek kepada orang lain sebelum
semuanya jelas. Apalagi dasarnya hanya omongan atau isue yang dihembuskan oleh
orang-orang yang suka memfitnah, mengadu domba dan menggunjing. Berburuk sangka
kepada orang lain akan mendatangkan ftnah
dan kekejaman, maka
di dalam al-Qur’an diibaratkan bagaikan memakan daging
saudaranya yang sudah mati.
Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka
itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat [49] : 12).
Lalu bagaimana
dengan curiga? curiga yang tidak berdasar juga tidak boleh.
Yang dianjurkan adalah sikap waspada dan berhati-hati.
Sering kali kita
saksikan di antara terlalu sering berprasangka jelek kepada sesama.
Sering pula prasangka kita itu tidak berdasar dan lebih didorong
oleh rasa iri, dengki dan dendam. Serta sering pula kita salah di
dalam menuduh orang lain.
Rasulullah Saw,
dalam melaksanakan tugas dakwahnya tidak kurang dalam meberikan teladan untuk
bersikap positip kepada siapapun, sekalipun itu musuhnya. Nabi yang pernah
dianiaya, dilempari
batu dan penghinaan dari orang kafr Quraisy, beliau tetap
bersabar. Para sahabat hambir kehilangan kesabaran dan akan menghajarnya,
tapi Nabi melarang dan justru nendoakannya:
3). Husnudzan Kepada
Diri Sendiri
Husnudzan terhadap
diri sendiri bisa berarti kita bahwa kita harus mempunyai
penilaian baik terhadap diri kita. Jika kita sadar bahwa kita
memang belum baik, maka kita berprangka baik baik diri kita bisa
memperbaiki sikap kita.
Husnudzan terhadap
diri sendiri juga bisa berwujud sikap percaya diri, kita percaya bahwa kita
bisa menjadi orang yang baik, menjadi manusia yang dapat meraih cita-cita. Sikap
Husnudzan terhadap diri sendiri ini sangat penting, karena tidak sedikit di
antara manusia, yang selalu berprasangka jelek pada sendiri, menyalahkan diri
sendiri, merasa tidak mampu, pesimistis, dan frustasi.
dan janganlah kamu mencela
dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburukburuk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. (QS. Al
Hujurat [49] : 11)
c. Larangan Su’udzan
Sebaliknya kadang
kala secara tidak sadar manusia berprasangka yang tidak baik
terhadap Allah atau terhadap orang lain. Sikap Su’udzan adalah sikap
tercela yang harus dihilangkan dari jiwa manusia. Tidak diperbolehkan Su’udzan
kepada siapa saja, apalagi Su’udzan terhadap Allah Swt. Yang Maha Kuasa dan
Maha Mengetahui, serta Maha Bijaksana terhadap hamba-hamba-Nya.
Beranikah manusia
berburuk sangka terhadap yang Menciptakan, yakni terhadap Allah Swt. yang Maha
Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Penyayang, Maha Pengampun, Maha Kuasa, dan
Maha Perkasa itu ? Hanya orang-orang yang tidak memakai akal, hanya orang-orang
yang aniaya, hanya orang-orang yang celaka, dan orang-orang yang sangat merugi
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat sajalah yang bertindak bodoh semacam
itu.
Dan supaya Dia
mengadzab orang-orang munafk laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik
laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah.
Mereka akan mendapat
giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk
mereka serta menyediakan mereka neraka jahannam. Dan (neraka
jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali.
(QS. Al-Fath [48] :
6)
d. Hikmah dan
Keuatamaan Husnudzan
1.
Husnudzan akan mendatangkan ketentraman lahir batin
2.
Orang yang memiliki sikap Husnudzan pada Allah
menunjukkan bahwa ia telah memiliki jiwa yang takwa, sabar, tabah dan tawakkal
3.
Orang yang memiliki sikapHusnudzan kepada Allah akan
senantiasa dicintai
Allah karena ia senantiasa menerima terhadap apa saja yang telah
dilimpahkan kepadanya.
4. Orang yang memiliki sikapHusnudzan kepada sesama
manusia akan senantiasa
dicintai oleh sesama, karena orang lain merasa tidak pernah
dirugikan oleh ulahnya
5. Sikap Husnudzan akan menjauhkan seseorang dari
perbuatan keluh kesah, iri, dengki, memftnah, mengadu domba, dendam dan menggunjing.
e. Bahaya dari sikap
Su’udzan
1. Su’udzan akan menimbulkan pnederitaan batin bagi
pelakunya. Ia akan
senantiasa gerlisah karena batinnya dipenuhi dengan tuduhantuduhan yang tidak
berdasar.
2. Su’udzan akan membuat seseorang jauh dari Allah, ia
akan keluh kesah terus
menerus, dan menderita tekanan batin.
3. Su’udzan akan menimbulkan retaknya hubungan dengan
sesama, terlebih
lagi jika sasaran Su’udzan tersebut mengerti. Dan pada puncakknya
Su’udzan bisa menimbulkan ketegangan bahkan peperangan, karena
masing-masing pihak menaruh kecurigaan kepada pihak
lainnya.
4. Su’uzzan akan menimbulkan dosa yang lain misalnya,
iri, dengki, menuduh, ghibah, adu domba, ftnah dan lain sebagainya.
5. Su’uzzan akan menimbulkan pelakunya dibenci oleh
orang-orang sekitarnya, kita akan dikucilkan dari masyarakat dan menjadi terisolir
NOTE: TUGAS KLIK DI SINI
0 Comments