ilmu-ushuluddin - Setelah mengetahui takhrij hadis dari hadis-hadis yang tentang hukuman pezina. Pada bagian kedua ini akan dijelaskan tentang keterangan-keterangan dari hadis pada bagian 1. Semoga bermanfaat. TAKHRIJ HADIS TENTANG HUKUMAN BAGI PEZINA (1)
“Ambillah hukuman zina dari padaku”
atau fahamilah tafsir ayat tersebut dari padaku bagi laki-laki atau perempuan
berzina. “Al Bikr” yaitu laki-laki atau perempuan yang belum pernah menikah.
Sedangkan “As Tsaib” laki-laki atau perempuan yang sudah pernah menikah. Jika
merasa berzina maka hukumannya lain menurut ketentuan wahyu.
Cukup
penjelasan dari hadis di atas, bahwa ketika yang melakukan zina itu adalah
seorang bujang dan perawan “belum pernah nikah” maka sebagai hukuman dari
perbuatannya adalah seratuas kali cambuk dan diasingkan selama satu tahun. Dan
ketika yang melakukan adalah seorang duda dan janda “sudah pernah menikah”
makan sebagai hukumannya adalah dicambuk sebnayak 100 kali dan di rajam.
Anak Dari Hasil Perzinaan
Anak zina adalah anak yang timbul dari pergaulan
tidak sah antara seorang pria dan wanita. Ini bisa terjadi trhadp siapa saja,
baik adik kaka, ayah anak, ibu dan anak, paman dan keponakan, bibi dan
keponakan.
Ø status anak zina
الولد للفراش
وللعاهر الحجر
“anak itu
bagi yang punya ranjang “tempat tidur” sedangkan bagi yang berzina dilempar
dengan batu (rajam)”
Sababul
wurud:
Sebagaimana tercantum dalam shahih Bukhari dari
Aisyah r.a saad ibnu Abi Waqqash bertengkar dengan ʻAbad ibnu Zam’ah mengenai
status seorang anak. Maka Saad berkata: “wahai Rasulullah, anak ini adalah
putra saudara laki-lakiku ‘Utbah ibn Abi Waqqashyang dai apesankan padaku bahwa
anak tersebut adalah puteranya. Lihatlah betapa mirip (wajahnya) dengan saudara
laki-lakku. ʻAbad ibn Zam’ah menyanggah dan berkata: “anak ini adalah saudaraku
wahai Rasulullah, dia dilahirkan dari ranjang ayahku dan ibunya (yang menjadi
istri ayahku). Maka Rasulullah SAWmemeperhatikan dan melihat kemiripan yang
sangat jelas. Maka beliau bersabda: “hai ʻAbad, anak ini kepunyaaan engkau.
Anak itu bagiyang memiliki ranjang, sedangkan yang berzina dilempar dengan batu
(rajam). Hai saudah binti zam’ah peliharalah dia”. Aisyah berkata : “tiadalah
dia pernah melihat anak itu sebelumnya”.
Keteranga
hadis:
Status
anak
laki-lak maupun perempuan, baik sendiri maupun banyak mengikuti hukum ranjang
dan di tetapkan statusnya sebagai anak bagi pemilik ranjang (suami dari intri yang melahirkan anak
tersebut). Kedua suami dari perempuan itu menghambarkan badannya ketempat tidur
perempuan itu dengan menuntut hak memiliki terhadap anak yang dilahirkan
perempuan tersebut. Maka tidaklah ada gunanya menurut syari’at agama keduanya
mengucap sumpah lia’an.
Berdasarkan
didalam kitab mawsu’ah , hadis ini
terdapat pula dalam kitab Bukhari kitab 5 no 192, kitab 8 no 140, 205. Abu daud
no 2273, Tirmidzi no 1157, Ahmad bin Hanbal juz 1 no 59,65, jus 2 no 239, 386,
juz 4 no 176,187, juz 5 no 267.
Redaksi hadis mukharij At-Tirmidzi:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْمُسَيِّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ قَالَ
وَفِي الْبَاب عَنْ عُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَائِشَةَ وَأَبِي أُمَامَةَ وَعَمْرِو
بْنِ خَارِجَةَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَالْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ وَزَيْدِ
بْنِ أَرْقَمَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ
صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَاهُ الزُّهْرِيُّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ وَأَبِي سَلَمَةَ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', telah menceritakan kepada kami Sufyan
dari Az Zuhri dari Sa'id bin Musayyab dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Anak itu milik ibunya, sedang bagi
pezina tidak mempunyai hak atas anaknya (berhak mendapatkan rajam)." Abu
Isa berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari Umar, 'Utsman, Aisyah, Abu
Umamah, 'Amr bin Kharijah, Abdullah bin 'Amr, Al Bara` bin 'Azib dan Zaid bin
Arqam." Dia menambahkan; "Hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan
sahih. Az Zuhri meriwayatkannya dari Sa'id bin Musayyab dan Abu Salamah dari
Abu Hurairah. Inilah pendapat para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dan yang lainnya."
Redaksi
hadis mukharij imam muslim:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ
أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا
قَالَتْ اخْتَصَمَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدُ بْنُ زَمْعَةَ فِي غُلَامٍ
فَقَالَ سَعْدٌ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْنُ أَخِي عُتْبَةَ بْنِ أَبِي
وَقَّاصٍ عَهِدَ إِلَيَّ أَنَّهُ ابْنُهُ انْظُرْ إِلَى شَبَهِهِ وَقَالَ عَبْدُ
بْنُ زَمْعَةَ هَذَا أَخِي يَا رَسُولَ اللَّهِ وُلِدَ عَلَى فِرَاشِ أَبِي مِنْ
وَلِيدَتِهِ فَنَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
شَبَهِهِ فَرَأَى شَبَهًا بَيِّنًا بِعُتْبَةَ فَقَالَ هُوَ لَكَ يَا عَبْدُ الْوَلَدُ
لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ وَاحْتَجِبِي مِنْهُ يَا سَوْدَةُ بِنْتَ
زَمْعَةَ قَالَتْ فَلَمْ يَرَ سَوْدَةَ قَطُّ وَلَمْ يَذْكُرْ مُحَمَّدُ بْنُ
رُمْحٍ قَوْلَهُ يَا عَبْدُ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ وَأَبُو بَكْرِ
بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ
عُيَيْنَةَ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ كِلَاهُمَا عَنْ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ
غَيْرَ أَنَّ مَعْمَرًا وَابْنَ عُيَيْنَةَ فِي حَدِيثِهِمَا الْوَلَدُ
لِلْفِرَاشِ وَلَمْ يَذْكُرَا وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
“Telah menceritakan kepada kami
Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Al Laits. Dan diriwayatkan
dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh telah mengabarkan
kepada kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah bahwa dia berata;
Sa'ad bin Abu Waqqash bersengketa dengan Abd bin Zam'ah mengenai seorang anak
laki-laki, Sa'ad berkata; Wahai Rasulullah, ini adalah anak dari saudaraku,
Utbah bin Abi Waqash, dia telah berpesan kepadaku bahwa ini memang anaknya,
lihatlah kemiripannya (dengan saudaraku). 'Abd bin Zam'ah berkata; Wahai
Rasulullah, anak ini adalah saudaraku, karena dia dilahirkan di ranjang ayahku
dari budak perempuan ayahku. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memperhatikan kemiripannya, ternyata dia persis seperti 'Utbah, lalu beliau
bersabda: "Ini adalah milikmu, wahai Abd, yaitu untuk orang yang punya
ranjang, di mana anak tersebut di lahirkan. Sedangkan laki-laki yang menzinahi
ibunya tidak memiliki hak apa-apa terhadapnya. Karena itu, tetaplah kamu
menutupkan tabirmu terhadapnya wahai Saudah binti Zam'ah." Dan Saudah pun
tidak pernah melihatnya lagi. Dan Muhmmad bin Rumh tidak menyebutkan perkataan
beliau: "Wahai Abd." Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin
Manshur, Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Amru An Naqid mereka berkata; Telah
menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah. Dan diriwayatkan dari jalur lain,
Dan telah menceritakan kepada kami Abd bin Humaid telah mengabarkan kepada kami
Abdur Razaq telah mengabarkan kepada kami Ma'mar keduanya dari Az Zuhri dengan
isnad seperti ini, namun Ma'mar dan Ibnu 'Uyainah berkata dalam haditsnya;
"Untuk pemilik ranjang." Dan tidak menyebutkan; "Bagi yang
menzinahi."
Ø Pandangan
islam terhadap anak zina
Islam
memiliki pandangan dan pedoman yang dapat disesuaikan dengan berbagai keadaan.
Baik dari segi baik buruk, manfaat atau tidak, dampak umum atau pribadi. Namun
islam juga melihat dari kedudukan manusia sebagai mahluk yang memilik kemuliaan,
kehormatan, hak asasi, pikiran dan agama. Berdasarkan al-Qur’an surat al-isra’ ayat 31-33 :
31. dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada
mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.
32. dan janganlah kamu mendekati zina;
Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang
buruk.
33. dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah
memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu
melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.
Dari
ayat di atas zina memiliki arti tindakan pembunuhan dari berbagai perspektif:
Ø Zina
dikatakan sama dengan pembunuhan karena ada unsur mengorbankan hidup tidak pada
korodor selayaknya dan umumnya disertai oleh dorongan untuk melarikan diri dari
tanggung jawab. Seperti mealkukan aborsi
Ø Zina
berarti pembunuhan dalam konteks membunuh karakter masyarakat. Seperti nasab
dan darah bisa menyebabkan perpecahan
bai dalam keluarga , komunitas dan sebagainya.
Ø Zina
juga berarti pembunuhan lingkungan sosial, karena menganggap remeh dalam
meluapkan syahwat. Contoh : pernihan hanya dianggap lebel saja tanpa melihat
dari segi keturunan (anak) , karena anak tumbuh dari sebuah keluarga
(pernikahan).
Akibat
perbuatan zina ini, berakibat pada lahirny anak zina dan statusnya tetap anak
zina, hal ini sudah tidak bisa di ubah. Karena sang pelaku zina melakukan iti
diluar ikatan pernikahan yang sah, baik menurut agama maupun negara.
Kemuliaan
anak di sisi Allah didasarkan atas
ketakwaannya. Sebagaimana juga halnya waladu ar-risydah, artinya anak
yang terbangsa kepada seorang ayah. Jadi mulia tidaknya waladu az-zina atau
waladu ar-risydah, bergantung kepada kadar ketakwaannya kepada Allah
swt.
Sebagai
warga atau kaum muslih yang baik, kita diwajibkan untuk menyembunyikan status waladu
az-zina atau waladu ar-risydah untuk menjaga perasaan dan supaya menjadi anak yang shaleh
.
Kesimpulan
Faktor penyebab terjadinya perzinahan:
1.
Duduk berduaan di tempat yang
sepi “khalwat”.
2.
Melihat/saling memandang antara
laki-laki dan perempuan.
3.
Kurangnya menjaga diri terutama
kemaluannya dan hawa nafsu
4.
Kurangnya peran keluarga dalam
membatasi pergaulan anak
5. Kurangnya kesadaran personal
bahwa semua itu telah melampau batas dari agama dan adat istiadat
Hukuman bagi penzina
1. Dicambuk seratus cambukan dan di
asingkan selama satu tahun (bagi orang yang belum pernah menikah)
2. Dicambulk seratus kali dan di
rajam (bagi orang yang sudah pernah menikah)
Akibat
perzinahan:
Status
anak yang dilahirkan menjadi mengambang. Baik dari segi status ayahnya siapa,
warisan, serta menjadi momok di saat sang anak menjadi dewasa mengetahui
tentang drinya.
Namun dalam hal kemuliaan anak hasil zina ini berdasarkan
ketakwaannya terhadap Allah. Kita jua diwajibkan menyeambunyikan apa kita
ketahui tentang anak hazil zina. Ini semua untuk menjaga kehormatan dari sang
anak tersebut
Saran:
Pemakalah sadar akan kekurangan baik
refrensi dan pengetahuan serta penjabaran dari makalah ini. Maka dari itu perlu
tindakan lanjut demi mendapatkan pemahaman yang mendalam. Dan semoga
teman-teman memiliki keinginan untuk memberi masukan serta melanjutkan kajian
ini. Kurang dan lebihnya pemakalah mengucapkan maaf dan terima kasih.
0 Comments