Makalah Pengertian Jihad


Makalah Pengertian Jihad


ilmu-ushuluddin - Al-Qur’an menyebutkan kata ja-ha-da sebanyak 42 kalimat dengan shighât yang berbeda, sebagimana yang telah diteliti oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam indeks al-Quran. Hadits-hadits yang berbicara seputar jihad juga amat banyak. Imam al-Nawawi mencantumkan hadits keutamaan jihad sebanyak 67 hadits dalam kitabnya Riyâdh al-Shâlihîn.

Menurut mazhab Hanafi, sebagaimana yang dinyatakan , “Secara literal, jihad adalah ungkapan tentang pengerahan seluruh kemampuan.sedangkan menurut pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan ataupun yang lain[1]

Adapun definisi jihad menurut mazhab Maaliki, seperti yang termaktub di dalam kitab Munah al-Jaliil, adalah perangnya seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak mempunyai perjanjian, dalam rangka menjunjung tinggi kalimat Allah Swt. atau kehadirannya di sana (yaitu berperang), atau dia memasuki wilayahnya (yaitu, tanah kaum Kafir) untuk berperang. Demikian yang dikatakan oleh Ibn ‘Arafah.[2]

Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah”.[3] Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.

Sedangkan madzhab Hanbali, seperti yang dituturkan di dalam kitab al-Mughniy, karya Ibn Qudaamah, menyatakan, bahwa jihad yang dibahas dalam kitaab al-Jihaad tidak memiliki makna lain selain yang berhubungan dengan peperangan, atau berperang melawan kaum Kafir, baik fardlu kifayah maupun fardlu ain, ataupun dalam bentuk sikap berjaga-jaga kaum Mukmin terhadap musuh, menjaga perbatasan dan celah-celah wilayah Islam.

Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad[4]. Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.

Bagian-Bagian Jihad
Jihad dibagi menjadi tiga. Pertama, jihad dengan perkataan (bi al-lisân), yaitu menyampaikan, mengajarkan dan menda’wahkan ajaran Islam kepada manusia serta menjawab tuduhan sesat yang diarahkan pada Islam. Termasuk dalam jihad dengan lisan adalah, tabligh, ta’lim, da’wah, amar ma’ruf nahi mungkar dan aktifitas politik yang bertujuan menegakkan kalimat Allah. 

Kedua, jihad dengan harta (bi al-mâl), yaitu menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah khususnya bagi perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan kesambungan biaya hidup keluarga mujahid yang ditinggal berjihad. Ketiga, jihad dengan jiwa (bil al-qitâl), yaitu memerangi orang kafir yang memerangi Islam dan umat Islam. Dan ungkapan jihad yang dominan disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah berarti berperang di jalan Allah.

Rasulullah bersabda:
ا فضل ا لجها د ا ن يجا هد الرّ جل نفسه و هوا ه (afdhalul jihaadi an yujaahidar rajulu nafsahu wa hawaahu) artinya: jihad yang paling utama ialah berjihadnya seseorang terhadap perlawanan dirinya dan hawa nafsunya. (Hadis dhaif, riwayat imam ibnu hajjar dari abu dzar)

Pengertian jihad terhadap hawa nafsunya terdiri atas empat masalah[5]:
·          diri supaya rajin mempelajari kebenaran agama yang datangnya dari allahh dan rasulNya. Dan dengan berkeyakinan bahwa dirinya tidak akan berbahagia di dunia dan akhirat jika tidak mengikuti kebenaran itu
·    diri supaya sungguh-sungguh menjalankan kebenaran yang telah dipelajarinya itu, karena kebenaran yang telah diperolehnya itu tidak akan berguna samasekali jika tidak dilaksanakan sesuai kemampuan
·       diri supaya menyeru dan menyiarkan kebenaran itu kepada orang lain yang belum mengetahuinya.
·      dalam penyeruan kebenaran itulah ia harus siap menerima segala konsekuensi resiko dan sebagainya
Dalam proses penyucian jiwa , melawan hawa nafsu ini banyak hanyut dan lebih mendalam terbahaskan dalam tasauf. Para sufi memurnikan nurani untuk Allah. Mengikhlaskan tauhid hanya bagi Allah. Tetapi para Sufi pun tidak melupakan berjihad terjun ke peperangan. Di antara yang mengikuti peperangan melawan kaum kuffar ada terdapat sebagiannya yang telah ditulis oleh sejarah, diantara ulama-ulama sufi yang mengikuti peperangan melawan tersebut adalah:

1.             Imam Abu Hasan Syadzali, Sufi tahun 642 hijriyah. Walaupun umur beliau telah melewati enam puluh tahun, mata beliau telah buta tetapi tidak mematikan semangatnya untuk menyertai jihad fisabilillah. Siang malam beliau berdo`a agar Allah memberikan kemenangan dalam peperangan melawan pasukan Salib yang datang melalui kota Dimyath. Akhirnya pada suatu malam beliau mendapat kabar gembira dari Rasulullah dalam mimpinya tentang kemenangan umat islam. Sulthan ulama izzuddin Abdussalam meminta pasukan Islam mendengarkan kabar gembira dari Syeikh Abu Hasan Syadzali sehingga kabar gembira tersebut menjadi kenyataan yang indah, pasukan salib dapat dikalahkan bahkan Raja Lois IX ditawan oleh umat islam dan diletakkan dirumah Ibnu Luqman
2.             Syeikh Ahmad Syarif Sanusi, dilantik menjadi pemimpin Zawiyah Tariqah Sanusiyah pada tahun 1900 Masehi bertepatan tahun 1320 Hijriyah, dan bersamaan dengan itu beliau langsung menyatakan perang melawan musuh Allah penjajah tanah air mereka, gerakan ini membuat pasukkan perancis kewalahan menghadapi serangan pasukan Sanusiyah, ketika itu juga pasukan Italia telah menguasai Barqah, tetapi mendapat perlawanan dari Syeikh Ahmad Syarif Sanusi

Proses Penerapan Macam-Macam Jihad Dan Hikmahnya
Allah mahatau bahwa kejahatan itu senantiasa akan menyerang dan dia tidak akan bisa berlaku fair.Kejahatan tidak akan pernah membiarkan kebaikan itu tumbuh dan berkembang. Walaupun kebenaran itu menempuh jalan lapan dan lurus. Sebab tumbuh berkembangnya kebaikan akan menjadi ancaman bagi kejahatan dan wujud yang haq akan menjadi ancaman bagi kebathilan.

Rasulullah bersabda:
المسلم أخو المسلم لا يظلمه و لا يسلمه  (al muslimu akhul muslim laa yazhlimuhu wa laa yuslimuhu)           artinya: seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya disakiti (hadis bukhari)

Salah satu maksud Jihad yang dengannya tercapai puncak kejayaan dan ciri keagungan islam adalah perisai yang menghalangi kejahatan zhalim dan kemunkaran untuk merusak agama. Ketika agama islam sudah terganggu penerapannya maka fitnah, keguncangan atas stabilisasi masyarakat dan penganiayaan akan merajarela. Kejahatan akan senantiasa menampakkan permusuhan, dan kebathilan hasil dari kemunkaran akan membela dirinya dengan cara membunuh kebenaran dan mencekiknya dengan kekuatan yang rapi dan kuat.

Dari sinilah akan senantiasa terjadi pertarungan sengit yang membutuhkan kesungguhan antara kebenaran bersama ahlinya dan antara kebathilan bersama ahlinya. Adalah sebuah kewajiban yang sangat menuntut fokus dan kesungguhan ummat islam untuk sadar sepenuhnya akan adanya sunnatullah dalam penolakan keganasan-keganasan suatu kaum atas kaum yang lain. itulah sunnah Allah dalam menghancurkan kebathilan itu hendaknya mengeksiskan kebenaran yang direpresentasikan sebuah ummat.

Ummat islam yang cerdas, mereka jihad dengan menuntut ilmu pengetahuan dan pendalaman agama. Ummat islam yang memiliki tekad kesungguhan bentuk jihadnya bisa bangkit dan tangan-tangan kokoh jiwa jiwa yang bebas berjaya tunduk kepada rabbnya bekerja nyata menjaga bumi bersama islam . Kebenaran membutuhkan potensi manusia yang kokoh dan kuat, potensi yang sadar dan aktif .

Memang melakukan jihad fii sabilillah untuk menegakkan agama islam dan membela kehormatan kaum muslimin, adalah suatu pekerjaan yang sangat mulia tak terbandingkan.

Hadis-Hadis Motivasi Jihad
Rasulullah bersabda:
مَامِنْ قَطْرَةٍ اصَبَّ اللهِ عَزَ وَ جَلَّ مِنْ قَطْرَةِ دَمٍ فِي سَبِيْلِ الله

Artinya: “Tiada setetes yang lebih disukai Allah ‘azza wajalla dari pada setetes darah di jalan Allah.” ( H.R.Aththahawi )
مَااغْبَرَّتْ قَدَمَاعَبْدٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ اَفْضَلُ مِنْ الْفِ لَيْلَةٍ يُقَامُ لُيْلُهَا وَ يُصَمُ نَهَارُهَا

Artinya: “kedua kaki yang dilibat debu dalam perang fisabilillah tidak akan tersentuh api neraka.” (H.R.al-Bukhāri)


[1] Al kasaani, kitab Badaa’i’ as-Shanaa’i’juz VII, hal. 97.
[2] Muhammad ‘Ilyasy, Munah al-Jaliil, Muhktashar Sayyidi Khaliil, juz III, hal. 135.
[3] Al-Khathiib, Haasyiyah al-Bujayrimi ‘alaa Syarh al-Khathiib, juz IV, hal. 225.
[4] Ibn Qudaamah, al-Mughniy, juz X, hal. 375.
[5] Abdul qadir djaelani, jihad fi sabilillah dan tantangan2nya, cetakan pertama, penerbit pedoman ilmu jaya 1995, jakarta hal. 28)

Post a Comment

0 Comments