ilmu-ushuluddin - Al-Qur’an menyebutkan kata ja-ha-da sebanyak 42
kalimat dengan shighât yang berbeda, sebagimana yang telah diteliti
oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam indeks al-Quran. Hadits-hadits yang
berbicara seputar jihad juga amat banyak. Imam al-Nawawi mencantumkan hadits
keutamaan jihad sebanyak 67 hadits dalam kitabnya Riyâdh al-Shâlihîn.
Menurut mazhab Hanafi,
sebagaimana yang dinyatakan , “Secara literal, jihad adalah
ungkapan tentang pengerahan seluruh kemampuan.sedangkan menurut pengertian
syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang
di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan ataupun yang lain
Adapun
definisi jihad menurut mazhab Maaliki, seperti yang termaktub di dalam kitab
Munah al-Jaliil, adalah perangnya seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak
mempunyai perjanjian, dalam rangka menjunjung tinggi kalimat Allah Swt. atau
kehadirannya di sana (yaitu berperang), atau dia memasuki wilayahnya (yaitu,
tanah kaum Kafir) untuk berperang. Demikian yang dikatakan oleh Ibn ‘Arafah.
Madzhab
as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan
jihad dengan “berperang di jalan Allah”.
Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu
adalah perang.
Sedangkan madzhab Hanbali,
seperti yang dituturkan di dalam kitab al-Mughniy, karya Ibn Qudaamah,
menyatakan, bahwa jihad yang dibahas dalam kitaab al-Jihaad tidak
memiliki makna lain selain yang berhubungan dengan peperangan, atau berperang
melawan kaum Kafir, baik fardlu kifayah maupun fardlu ain, ataupun dalam bentuk
sikap berjaga-jaga kaum Mukmin terhadap musuh, menjaga perbatasan dan
celah-celah wilayah Islam.
Dalam masalah
ini, Ibnu Qudamah berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal
dan cabang jihad.
Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu
‘ain bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka
tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin
(mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.
Bagian-Bagian
Jihad
Jihad dibagi menjadi tiga. Pertama, jihad dengan
perkataan (bi al-lisân), yaitu menyampaikan, mengajarkan dan
menda’wahkan ajaran Islam kepada manusia serta menjawab tuduhan sesat yang
diarahkan pada Islam. Termasuk dalam jihad dengan lisan adalah, tabligh,
ta’lim, da’wah, amar ma’ruf nahi mungkar dan aktifitas politik yang
bertujuan menegakkan kalimat Allah.
Kedua, jihad dengan harta (bi al-mâl),
yaitu menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah khususnya bagi perjuangan dan
peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan kesambungan biaya
hidup keluarga mujahid yang ditinggal berjihad. Ketiga, jihad dengan
jiwa (bil al-qitâl), yaitu memerangi orang kafir yang memerangi Islam
dan umat Islam. Dan ungkapan jihad yang dominan disebutkan dalam al-Qur’an dan
Sunnah berarti berperang di jalan Allah.
Rasulullah bersabda:
ا فضل ا لجها د ا ن يجا هد الرّ جل نفسه و هوا ه (afdhalul jihaadi an yujaahidar rajulu
nafsahu wa hawaahu) artinya: jihad yang paling utama ialah berjihadnya
seseorang terhadap perlawanan dirinya dan hawa nafsunya. (Hadis dhaif, riwayat
imam ibnu hajjar dari abu dzar)
Pengertian
jihad terhadap hawa nafsunya terdiri atas empat masalah:
· diri
supaya rajin mempelajari kebenaran agama yang datangnya dari allahh dan
rasulNya. Dan dengan berkeyakinan bahwa dirinya tidak akan berbahagia di dunia
dan akhirat jika tidak mengikuti kebenaran itu
· diri
supaya sungguh-sungguh menjalankan kebenaran yang telah dipelajarinya itu,
karena kebenaran yang telah diperolehnya itu tidak akan berguna samasekali jika
tidak dilaksanakan sesuai kemampuan
· diri
supaya menyeru dan menyiarkan kebenaran itu kepada orang lain yang belum
mengetahuinya.
· dalam
penyeruan kebenaran itulah ia harus siap menerima segala konsekuensi resiko dan
sebagainya
Dalam
proses penyucian jiwa , melawan hawa nafsu ini banyak hanyut dan lebih mendalam
terbahaskan dalam tasauf. Para sufi memurnikan nurani untuk Allah.
Mengikhlaskan tauhid hanya bagi Allah. Tetapi para Sufi pun tidak melupakan
berjihad terjun ke peperangan. Di antara yang mengikuti peperangan melawan kaum
kuffar ada terdapat sebagiannya yang telah ditulis oleh sejarah, diantara
ulama-ulama sufi yang mengikuti peperangan melawan tersebut adalah:
1.
Imam
Abu Hasan Syadzali, Sufi tahun 642 hijriyah. Walaupun umur beliau telah
melewati enam puluh tahun, mata beliau telah buta tetapi tidak mematikan
semangatnya untuk menyertai jihad fisabilillah. Siang malam beliau berdo`a agar
Allah memberikan kemenangan dalam peperangan melawan pasukan Salib yang datang
melalui kota Dimyath. Akhirnya pada suatu malam beliau mendapat kabar gembira
dari Rasulullah dalam mimpinya tentang kemenangan umat islam. Sulthan ulama
izzuddin Abdussalam meminta pasukan Islam mendengarkan kabar gembira dari
Syeikh Abu Hasan Syadzali sehingga kabar gembira tersebut menjadi kenyataan
yang indah, pasukan salib dapat dikalahkan bahkan Raja Lois IX ditawan oleh
umat islam dan diletakkan dirumah Ibnu Luqman
2.
Syeikh
Ahmad Syarif Sanusi, dilantik menjadi pemimpin Zawiyah Tariqah Sanusiyah pada
tahun 1900 Masehi bertepatan tahun 1320 Hijriyah, dan bersamaan dengan itu
beliau langsung menyatakan perang melawan musuh Allah penjajah tanah air
mereka, gerakan ini membuat pasukkan perancis kewalahan menghadapi serangan
pasukan Sanusiyah, ketika itu juga pasukan Italia telah menguasai Barqah,
tetapi mendapat perlawanan dari Syeikh Ahmad Syarif Sanusi
Proses Penerapan Macam-Macam Jihad Dan
Hikmahnya
Allah mahatau bahwa kejahatan itu senantiasa akan menyerang
dan dia tidak akan bisa berlaku fair.Kejahatan tidak akan pernah membiarkan
kebaikan itu tumbuh dan berkembang. Walaupun kebenaran itu menempuh jalan lapan
dan lurus. Sebab tumbuh berkembangnya kebaikan akan menjadi ancaman bagi
kejahatan dan wujud yang haq akan menjadi ancaman bagi kebathilan.
Rasulullah bersabda:
المسلم أخو
المسلم لا يظلمه و لا يسلمه (al
muslimu akhul muslim laa yazhlimuhu wa laa yuslimuhu) artinya: seorang muslim adalah
saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya
disakiti (hadis bukhari)
Salah satu maksud Jihad yang
dengannya tercapai puncak kejayaan dan ciri keagungan islam adalah perisai yang
menghalangi kejahatan zhalim dan kemunkaran untuk merusak agama. Ketika agama
islam sudah terganggu penerapannya maka fitnah, keguncangan atas stabilisasi
masyarakat dan penganiayaan akan merajarela. Kejahatan
akan senantiasa menampakkan permusuhan, dan
kebathilan hasil dari kemunkaran akan membela dirinya dengan cara membunuh
kebenaran dan mencekiknya dengan kekuatan yang rapi dan kuat.
Dari
sinilah akan senantiasa terjadi pertarungan sengit yang membutuhkan kesungguhan
antara kebenaran bersama ahlinya dan antara kebathilan bersama ahlinya. Adalah
sebuah kewajiban yang sangat menuntut fokus dan kesungguhan ummat islam untuk
sadar sepenuhnya akan adanya sunnatullah dalam penolakan keganasan-keganasan
suatu kaum atas kaum yang lain. itulah sunnah Allah dalam menghancurkan
kebathilan itu hendaknya mengeksiskan kebenaran yang direpresentasikan sebuah
ummat.
Ummat islam yang cerdas, mereka
jihad dengan menuntut ilmu pengetahuan dan pendalaman agama. Ummat islam yang
memiliki tekad kesungguhan bentuk jihadnya bisa
bangkit dan tangan-tangan kokoh jiwa jiwa yang bebas berjaya tunduk kepada
rabbnya bekerja nyata menjaga bumi bersama islam . Kebenaran membutuhkan potensi manusia yang kokoh dan
kuat, potensi yang sadar dan aktif .
Memang
melakukan jihad fii sabilillah untuk menegakkan agama islam dan membela
kehormatan kaum muslimin, adalah suatu pekerjaan yang sangat mulia tak
terbandingkan.
Hadis-Hadis Motivasi Jihad
Rasulullah bersabda:
مَامِنْ قَطْرَةٍ اصَبَّ اللهِ عَزَ
وَ جَلَّ مِنْ قَطْرَةِ دَمٍ فِي سَبِيْلِ الله
Artinya: “Tiada setetes yang lebih disukai Allah ‘azza
wajalla dari pada setetes darah di jalan Allah.” ( H.R.Aththahawi )
مَااغْبَرَّتْ
قَدَمَاعَبْدٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ اَفْضَلُ مِنْ الْفِ لَيْلَةٍ يُقَامُ لُيْلُهَا
وَ يُصَمُ نَهَارُهَا
Artinya: “kedua kaki yang dilibat debu dalam perang
fisabilillah tidak akan tersentuh api neraka.” (H.R.al-Bukhāri)
0 Comments