Pendahuluan
Wacana tentang korupsi memang
bukanlah hal yang baru. Diskursus seputara korupsi ini sebenarnya telah lama
bergulir bahkan pada seja Nabipun telah ada namun tidak semarak akhir-akir ini,
hal ini diketahui dari sabda-sabda Rasulullah yang diceritakan oleh para
sahabat-sahabatnya “Nabi Shallallahu'alaihiwasallam melarang dari nihbah (harta
rampokan) dan Al khulsah (mengambil harta dengan rahasia dengan cara yang tidak
benar).” Selain larangan dari agama yang tidak memperbolehkan
hal ini, banyak orang yang telah ikut andil dalam membicarakan korupsi ini.
Bahkan dari berbagai kalangan di Indonesia mulai dari pemerintah, LSM, ormas,
bahkan masyarakat juga turut andil dalam membicarakan masalah korupsi ini.
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<ins class="adsbygoogle"
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-8654147163680707"
data-ad-slot="4984890456"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
Dari
keseluruhan masyarakat, pemerintah, LSM, maupun ormas yang telah membicarakan masalah korupsi ini mengingatkan
agar masyarakat Indonesia terutamanya tidak melakukan perbuatan yang keji
tersebut.
Pengertian
korupsi
Kata corruption tersebut berasal dari kata dalam
bahasa Latin “corruptus” yang berarti “merusak habis-habisan”. Kata ‘corruptus’
itu sendiri berasal dari kata dasar corrumpere, yang tersusun dari kata com
(yang berarti ‘menyeluruh’) dan rumpere yang berarti merusak secara
total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang tak jujur itu.
Dalam kamus besar Indonesia Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain;
Inti
makna korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran,
penyimpangan, menghianati kepercayaan, penggelapan, penipuan, penyuapan dan
sebagainya yang mengandung nilai penghinaan dan fitnah.
Jenis-jenis korupsi
1.
Penggelapan
2.
Penyuapan
3.
Perampasan
4.
Pencurian
5.
Perampokan
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<ins class="adsbygoogle"
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-8654147163680707"
data-ad-slot="4984890456"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi
merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-`adalah),
akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak
negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan
masyarakat dapat dikategorikan termasuk perbuatan fasad (merusak), kerusakan di
muka bumi, yang juga amat dikutuk Allah
SWT.
Hadis tentang pelarangan korupsi
Hadis-hadis yang membahas tentang masalah pelarangan korupsi
sangatlah banyak dikarenakan banyak kata kunci yang digunakan dalam mencari
kata korupsi tersebut, namun pemakalah akan mencantumkan beberapa hadis saja
yang telah diriwayatkan oleh perawi-perawi hadis, di antaranya adalah;
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ عُرْوَةَ
بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ
Telah menceritakan kepada kami Ishaq
bin Isa telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ayyasy dari Yahya bin Sa'id
dari Urwah bin Az Zubair dari Abu Humaid As Sa'idi bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "hadiah bagi para kuli adalah
ghulul (hasil ghanimah yang diambil secara sembunyi-senmbunyi sebelum
pembagiannya).
Hadis di atas berimplikasi
terhadap ghulul ghulul menurut bahasa adalah khianat, sedangkan menurut Ibn al-
Atsir, ghulul adalah berkhianat mengenai harta rampasan perang atau mencuri
harta tersebut, dan masih menurutnya setiap orang yang berkhianat secara
sembunyi-sembunyi mengenai urusan sesuatu, maka ia telah berbuat ghulul. Adapun maksud dari ghulul menurut korupsi adalah berupa tindakan
penggelapan yang dilakukan seseorang untuk memperkaya diri sendiri. Ada pula
yang menganggap Harta Ghulul adalah harta yang diperoleh oleh pejabat
(pemerintah atau swasta) melalui kecurangan atau tidak syar‟i, baik yang
diambil harta negara maupun masyarakat.
حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا
أَبُو عَوَانَةَ قَالَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ
Telah
menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah
berkata; telah menceritakan kepada kami Umar bin Abu Salamah dari bapaknya dari
Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah melaknat orang yang menyuap dan yang disuap dalam hukum."
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<ins class="adsbygoogle"
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-8654147163680707"
data-ad-slot="4984890456"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibnu
Abu Dzi`b dari Al Harits bin Abdurrahman dari Abu Salamah dari Abdullah bin
'Amru ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat orang
yang memberi uang sogokan dan orang yang menerimanya."
حَدَّثَنَا
الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ يَعْنِي ابْنَ عَيَّاشٍ عَنْ
لَيْثٍ عَنْ أَبِي الْخَطَّابِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
وَالرَّائِشَ يَعْنِي الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا
Telah
menceritakan kepada kami Al Aswad bin 'Amir telah bercerita kepada kami Abu
Bakar bin 'Ayyasy dari Laits dari Abu Al Khoththob dari Abu Zur'ah dari Tsauban
berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam melaknat orang yang menyuap,
yang disuap dan perantaranya (broker, makelar)."
Menurut terminologi Fiqh, Risywah (suap) adalah segala sesuatu yang
diberikan oleh seseorang kepada seorang hakim atau yang bukan hakim agar ia
memutuskan suatu perkara untuk (kepentingan)nya atau agar ia mengikuti
kemauannya.
Sedangkan menurut Ibnu Nadim Risywah adalah segala sesuatu yang diberikan
seseorang kepada hakim atau yang lainnya untuk memutuskan suatu perkara atau
membawa (putusan tersebut) sesuai dengan keinginannya (yang memberi). Risywah
(suap) merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Allah dan Rasulnya sebagaimana
dijelaskan dalam hadis. Risywah atau
suap memang tidak bisa terjadi dari satu pihak. Ia selalu melibatkan kedua
belah pihak, bahkan sangat boleh jadi bisa tiga pihak. Yakni si penyuap
(raasyii), yang disuap atau yang menerima suap (murtasyii) dan yang menjadi
perantara (raaisy) . Oleh sebab itu, risywah ini memang merupakan kejahatan
yang terorganisir. Sekaligus ia merupakan kejahatan yang susah dibongkar,
karena antara pelaku dan korban sama-sama terlibat. Beda dengan kejahatan
umumnya, pencurian, penipuan atau penganiayaan; pelaku dan korban tidak mungkin
bersekongkol.
Tapi sebenarnya korban
kejahatan suap bukan si penyuap, yang disuap atau pun si perantara. Ketiganya,
pada hakikatnya sama-sama merupakan pelaku. Sementara korban yang sesungguhnya
adalah pihak keempat, yakni: pertama, orang yang kehilangan haknya karena
adanya praktek penyuapan, dan korban kedua adalah masyarakat luas. Yang pertama
korban langsung, yang kedua korban tidak langsung. Oleh sebab itulah, maka
menurut sabda Rasulullah SAW dalam kejahatan suap ini yang dikutuk adalah yang
menyuap dan yang disuap atau yang menerima suap.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa
jika seseorang untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan telah dibayar maka apapun
selain itu bukan menjadi haknya dan haram mengambilnya. Begitu juga, jika dia
memanfaatkan harta perusahaan atau negara untuk kepentingan pribadinya, dalam
hal ini ia telah mengambil sesuatu yang bukan haknya secara bathil dan haram
hukumnya. Misal, seorang karyawan menerima souvenir sebuah pulpen, parcel
diakhir tahun, amplop yang berisi uang atau uang komisi yang biasanya langsung
ditransfer, mengambil harta perusahaan/ negara, melakukan mark-up suatu
transaksi, dan lain-lain.
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<ins class="adsbygoogle"
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-8654147163680707"
data-ad-slot="4984890456"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
Diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
يَعْلَى بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي لَبِيدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ
قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النُّهْبَةِ
قَالَ أَبُو مُحَمَّد هَذَا فِي الْغَزْوِ إِذَا غَنِمُوا قَبْلَ أَنْ يُقْسَمَ
Telah menceritakan kepada kami Ishaq
bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jarir bin Hazim dari
Ayahnya dari Ya'la bin Hakim dari Abu Labid dari Abdurrahman bin Samurah, ia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang korupsi (merampas
harta orang lain tanpa hak)." Abu Muhammad berkata; "Ini berlaku
ketika dalam peperangan, yaitu ketika mereka mendapatkan rampasan perang
sebelum dibagikan."
Hadis
Imam Bukhari
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَدِيُّ بْنُ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَزِيدَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ نَهَى عَنْ النُّهْبَةِ وَالْمُثْلَةِ
Telah menceritakan kepada kami Hajjaj
bin Minhal telah menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata; telah mengabarkan
kepadaku Adi bin Tsabit ia berkata; Aku mendengar Abdullah bin Yazid dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, Bahwasanya beliau melarang nuhbah (harta
rampokan) dan perbuatan mutilasi."
Hadis Imam Ahamad
حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ عَنْ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ وَحُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ
قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النُّهْبَةِ
وَمَنْ انْتَهَبَ فَلَيْسَ مِنَّا
Telah menceritakan kepada kami Abu An Nadlr
berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far dari Ar Rabi' bin Anas dan
Humaid dari Anas, ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
melarang uang hasil rampokan, barangsiapa merampok maka ia bukan dari golongan
kami."
Hadis
Imam Ahmad
حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ
عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَوْلَى الْجُهَيْنَةِ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النُّهْبَةِ
وَالْخُلْسَةِ
Telah menceritakan kepada kami Hasyim
bin Al Qasim dari Ibnu Abu Dzi'b berkata; Telah menceritakan kepadaku budak Al
Juhainah dari Abdurrahman bin Zaid bin Khalid Al Juhani menceritakan dari
Bapaknya sesungguhnya telah mendengar Nabi Shallallahu'alaihiwasallam melarang
dari nihbah (harta rampokan) dan Al khulsah (mengambil harta dengan rahasia
dengan cara yang tidak benar).
Dalam kata-kata النهبة di artikan dengan mengambil harta dengan cara
yang tidak benar yakni dengan merampas atau secara rahasia, hal tersebut
terjadi ketika dalam sebuah peperangan yang dimenangi oleh tentara Islam dan
dari masing-masing tentara mengambil harta ghanimah dari orang-orang kafir yang
semestinya mereka mengumpulkan harta ghanimah tersebut kepada imam untuk dibagi
secara adil.
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<ins class="adsbygoogle"
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-8654147163680707"
data-ad-slot="4984890456"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
Ditinjau dari aspek kritik hadis, masing-masing hadis di
atas tidak ada masalah yakni ditinjau dari masing-masing perawi, perawinya
tersebut mutthasil atau bersambung sampai kepada rasulullah saw. Selain hadis
penguat yang telah di cantumkan di atas ada beberapa ayat yang menguatkan hadis
di tersebut
Dan janganlah sebahagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, Padahal kamu mengetahui.
) قوله الباطل( اي بالظلم والسرقة والغصب والحلف الكاذب وغير
ذلك.
Kata-kata الباطل disini adalah di artikan dengan mengambil
harta atau memakan harta atau mempergunakan, memamfaatkan harta orang lain
dengan cara tidak baik yakni dengan cara paksa, dicuri, dighasab, dan bersumpah
licik dan lain sebagainya,
Dari segi bahasa kata تُدْلُوا berarti “mengulurkan sesuatu kepada
sesuatu untuk mengailnya” kata dasarnya adalah الدلْوَهُ yang berarti “ember” di dalam Al-Qur’an kata itu
terdapat dalam surah yusuf ayat 19,
Hukuman
bagi koruptor
Dalam pidana korupsi, sanksi yang
diterapkan bervariasi sesuai dengan tingkat kejahatannya. Mulai dari sanksi
material, penjara, pemecatan jabatan, cambuk, pembekuan hak-hak tertentu sampai
hukuman mati. Mengapa bervariasi? Karena tidak adanya nash qath‟i yang
berkaitan dengan tindak kejahatan yang satu ini. Artinya sanksi syariat yang
mengatur hal ini bukanlah merupakan paket jadi dari Allah swt. yang siap pakai.
Sanksi dalam perkara ini termasuk sanksi ta‟zir, di mana seorang hakim (imam/
pemimpin) diberi otoritas penuh untuk memilih tentunya sesuai dengan ketentuan
syariat bentuk sanksi tertentu yang efektif dan sesuai dengan kondisi ruang dan
waktu, di mana kejahatan tersebut dilakukan.
14
Tetapi terdapat beberapa hadis yang mengancam seseorang untuk berlaku curang,
seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Abu Daud di
bawah ini
.
حَدَّثَنَا النُّفَيْلِيُّ وَسَعِيدُ
بْنُ مَنْصُورٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ النُّفَيْلِيُّ
الْأَنْدَرَاوَرْدِيُّ عَنْ صَالِحِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ زَائِدَةَ قَالَ أَبُو
دَاوُد وَصَالِحٌ هَذَا أَبُو وَاقِدٍ قَالَ دَخَلْتُ مَعَ مَسْلَمَةَ أَرْضَ
الرُّومِ فَأُتِيَ بِرَجُلٍ قَدْ غَلَّ فَسَأَلَ سَالِمًا عَنْهُ فَقَالَ سَمِعْتُ
أَبِي يُحَدِّثُ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا وَجَدْتُمْ الرَّجُلَ قَدْ غَلَّ فَأَحْرِقُوا
مَتَاعَهُ وَاضْرِبُوهُ قَالَ فَوَجَدْنَا فِي مَتَاعِهِ مُصْحَفًا فَسَأَلَ
سَالِمًا عَنْهُ فَقَالَ بِعْهُ وَتَصَدَّقْ بِثَمَنِهِ
Andarawardi, dari Shalih bin Muhammad
bin Zaidah, Abu Daud berkata; Shalih ini adalah Abu Waqid. Ia berkata; aku
masuk bersama Maslamah ke negeri Romawi, kemudian terdapat seorang laki-laki
yang dihadapkan, ia telah berbuat khianat, kemudian ia bertanya kepada Salim
mengenai orang tersebut, lalu Salim berkata; saya pernah mendengar ayahku
menceritakan dari Umar bin Al Khathab dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau berkata: "Apabila kalian mendapatkan seorang laki-laki yang telah
berkhianat, maka bakarlah barangnya dan cambuklah dia!" Abu Waqid berkata;
kemudian kami mendapati sebuah Mushhaf pada barangnya. Kemudian Maslamah
bertanya kepada Salim mengenai hal tersebut, kemudian ia berkata; juallah
mushaf tersebut dan sedekahkan uang hasil penjualannya.
Hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Daud di atas diperkuat dengan firman Allah swt dalam surah al-maidah ayat 38.
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقْطَعُوٓا۟
أَيْدِيَهُمَا جَزَآءًۢ بِمَا
كَسَبَا نَكَٰلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Adapun orang laki-laki maupun
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas
perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana.
Ayat di atas menegaskan bahwa
para koruptor itu harus disangsi atau dihukum
berdasarkan pengkorusiannya.
Dalam UU no 31 tahun 1999 atau
UU no 20 tahun 2001 pasal 3, dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu komporasi, menyalahkan
kewenakangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau
denda paling sedikit 50.000.000,00. Dan paling banyak 1.000.000.000,00.
Kesimpulan
Korupsi sebagai tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan
kekuasaan atau jabatan untuk kepentingan dan memperkaya diri sendiri,
kelompoknya, yang pada hakekatnya merupakan bagian wujud dari kemiskinan, baik
dari kemiskinan, ekonomi, politik, budaya, hukum, supritualitas maupun
kemiskinan agama. Di samping itu, perilaku korupsi merupakan tindakan yang
mengabaikan kepantasan moral. Melanggar korupsi berarti telah melanggar
nilai-nilai keadilan dan hak asasi manusia
Adapun Tujuan
utama dalam syari‟at Islam (maqashid al-syari‟ah)
ialah menjaga dan melindungi kemanusiaan. Perlindungan ini dirumuskan oleh para
ulama dalam 5 tujuan (al-maqashid al-khamsah), yakni perlindungan terhadap
agama (hifzh al-din), perlindungan terhadap jiwa (hifzh al- nafs), perlindungan
terhadap akal (hifzh al-aql), perlindungan terhadap keturunan (hifzh al-nasl),
dan perlindungan terhadap harta (hifzh al-mal). Tindakan korupsi jelas
merupakan perlawanan terhadap tujuan kelima; hifzh al-mal. Apabila dalam
kepustakaan hukum Islam, contoh populer perbuatan melawan tujuan hifdh al-mal
ini adalah kejahatan mencuri (al-sariqah) milik perorangan, maka korupsi
sebagai kejahatan mencuri harta milik bangsa dan negara lebih layak lagi untuk
dicatat sebagai pelanggaran yang sangat serius terhadap prinsip hifzh al-mal.
Korupsi bukanlah pencurian biasa dengan dampaknya yang bersifat
personal-individual, melainkan ia merupakan bentuk pencurian besar dengan
dampaknya yang bersifat massal-komunal. Bahkan ketika korupsi sudah merajalela
dalam suatu negara sehingga negara itu nyaris bangkrut dan tak berdaya dalam
menyejahterakan kehidupan rakyatnya, tidak mampu menyelamatkan mereka dari
ancaman gizi buruk dan busung lapar yang mendera, maka korupsi lebih jauh dapat
dianggap sebagai ancaman bagi tujuan syari‟at dalam melindungi jiwa manusia
(hifzh al-nafs). Dari uraian mengenai korupsi dalam bentuk ghulul dan suap,
maka dapat disimpulkan bahwa Islam telah melarang tindakan korupsi baik
berbentuk ghulul maupun suap. Walaupun tidak terdapat sanksi dalam bentuk nash
qath‟i mengenai hukuman bagi koruptor, bukan berarti tidak adanya sanksi bagi
pelaku korupsi. Adapun pelaku yang melalukan korupsi dapat dihukum ta‟zir
sesuai dengan tingkat kejahatannya.
Abdus Salam dan Azhari
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
0 Comments