Pengertian
Wahyu
Secara
kebahasaan, wahyu memiliki banyak arti yang berbeda-beda. Diantaranya adalah:
isyarat, tulisan, risalah, pesan, perkataan yang terselubung, pemberitahuan
secara rahasia, bergegas, setiap perkataan atau tulisan atau pesan atau isyarat
yang disampaikan kepada orang lain.
Adapun
pengertian wahyu dalam arti bahasa
meliputi:
1.
Ilham
sebagai bahan bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa :
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ
عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا
رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
“Dan
Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS.
Al Qasas:7)
2.
Ilham
yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah:
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ
بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
“Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". (QS.
An-Nahl:68)
3.
Isyarat
yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan
Qur’an:
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ
أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia
memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan
petang.” (QS. Maryam:11)
4.
Bisikan
dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri
manusia.
وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُم
“Sesungguhnya
setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu”. (QS.
Al An’am: 121)
5.
Apa
yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah untuk
dikerjakan.
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ
فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آَمَنُوا
“(Ingatlah),
ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama
kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman".(QS. Al Anfal:12)
Adapun
wahyu dalam pengertian syara’ adalah Allah SWT. memberitahukan kepada hamba
yang dipilh-Nya segala sesuatu yang hendak diberitahukan-Nya kepadanya yaitu
semua bentuk hidayah dan ilmu, akan tetapi dengan cara yang amat rahasia dan
tidak biasa dialami manusia.
Sedangkan wahyu menurut istilah
adalah kalam Allah yang diturunkan kepada seorang nabi dari beberapa nabi. Orang
yang menerimanya adalah
al muha (yang diwahyukan).
Adapun menurut ustadz Muhammad abduh, wahyu adalah
pengetahuan yang didapati seseorang dalam dirinya dengan diserti keyakinan pengetahuan
itu datang dari Allah, baik dengan melalui perantara ataupun tidak yang pertama melalui suara yang
terjelma dengan telinganya atau tanpa suara sama sekali .
Macam-macam
penyampaian wahyu
Wahyu Allah kepada Nabi-Nya itu adakalanya tanpa perantaraan
dan adakalanya turun melalui perantaraan malaikat wahyu. Ada dua cara
penyampaian wahyu oleh malaikat kepada
Rasul:
Cara pertama: Datang kepadanya suara seperti
dencingan lonceng dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor
kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu.
Cara ini yang paling berat buat Rasul, dan suara itu mungkin sekali suara
kepakan sayap-sayap para malaikat, seperti di isyaratkan di dalam hadits :
“Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka
para malaikat memukul-memukulkan sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya,
bagaikan gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin”
Cara kedua:
malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia.
Cara yang demikian itu lebih ringan daripada cara yang sebelumnya.
Kemungkinan turunnya wahyu
Orang
yang sezaman dengan wahyu itu menyaksikan wahyu dan menukilnya secara mutawatir
dengan segala persyaratannya yang menyakinkan kepada generasi-generasi
sesudahnya.
Umat manusia pun menyaksikan pengaruhnya di dalam
kebudayaan bangsanya serta dalam kemampuan pengikutnya. Manusia akan menjadi
mulia selama tetap berpegang pada keyakinan itu, dan akan hancur serta hina
jika mengabaikannya. Kemungkinan terjadinya wahyu serta kepastiannya sudah tak
dapat diragukan lagi, serta perlunya manusia kembali kepada petunjuk wahyu demi
menyiram jiwa yang haus akan nilai-nilai luhur dan kesegaran rohani.
Rasulullah
bukanlah Rasul pertama yang diberi wahyu. Allah telah memberikan juga wahyu
kepada rasul-rasul sebelum itu seperti yang di wahyukan kepadanya:
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ
وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ
وَسُلَيْمَانَ وَآَتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا (163) وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ
عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللَّهُ
مُوسَى تَكْلِيمًا (164)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu
sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail,
Ishak, Yakub dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami
berikan Zabur kepada Daud.”
“Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang
mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An
Nisa’: 163-164)
Dengan
demikian, maka wahyu yang diturunkan kepada Muhammad itu bukanlah hal yang
menimbulkan rasa heran. Oleh sebab itu Allah mengingkari rasa heran ini bagi
orang-orang yang berakal.
Cara wahyu turun kepada Rasulullah
Wahyu
turun kepada Rasulullah SAW melalui 3 macam
:
1.
Wahyu secara langsung, wahyu yang
disampaikan kedalam hati Rasulullah secara langsung tanpa perantara. Berkaitan dengan ini Rasulullah bersabda. “Sesungguhnya
ruhul qudus membenamkan
kedalam hatiku “.
2.
Wahyu berbentuk suara . wahyu yang
langsung sampai ke pendengaran Rasulullah tanpa ada seorangpun yang bisa mendengarnya.
Fenomena ini sama seperti orang yang berbicara di balik tirai. Al-qur’an
mengungkapkannya dengan istilah dai belakang tabir. Wahyu semcam ini
disampaikan kepada nabi Musa as ketika beliau berada di gunung Thur dan kepada
Rasulullah pada malam Mi’raj.
3.
Wahyu melalui perantara Jibril. Malaikat
penyampai wahyu membawa pesan ilahi untuk
dikabarkan kepada rasulullah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.
قُلْ مَن كَانَ عَدُوّا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ على
قَلْبِك
“Katakanlah:
Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al
Qur'an) ke dalam hatimu”. (al-baqoroh:97)
Kalau kita teliti secara seksama, kita pasti mengetahui
bahwa Rasulullah SAW merupakan satu-satunya orang yang paling sadar dan
memahami benar segi kenyataan wahyu yang diturunkan Allah kepada beliau. Keyakinan
demikian itu dapat kita pandang sebagai dalil untuk menarik kesimpulan, bahwa
urusan pribadi beliau terpisah dari wahyu.
Wahyu
turun ke dalam hati Rasulullah SAW kapan saja. Kadang-kadang di saat beliau
sedang berada di tempat tidur. Beberapa saat seolah-olah pingsan sejenak,
kemudian bangun dan mengangkat kepala seraya tersenyum. Surah Al Kautsar turun
ketika beliau dalam keadaan seperti itu.
Atau pada saat-saat beliau di rumah sedang menunaikan shalat sunnah di larut
malam (sepertiga terakhir malam hari). Sebuah ayat dalam surah At Taubah
berkenaan dengan tiga orang shabat yang tidak turut berperang bersama beliau,turun
di saat Rasulullah SAW dalam keadaan seperti itu. Ayat tersebut ialah:
وَعَلَى الثَّلَاثَةِ
الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ
وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ
إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ
التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Dan
terhadap tiga orang yang ditinggalkan. Hingga ketika bumi merasa sempit bagi
mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah (pula terasa) sempit
bagi mereka, erta mereka tidak mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari
(siksaan) Allah, melainkan kepada-Nya saja, kemudian Allah menerima taubat
mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat, Maha Penyayang.” (At Taubah: 118)
Adakalanya
juga wahyu turun di tengah malam gelap gulita, siang bolong, pada saat udara
dingin membeku, di tengah panas terik menyengat, ketika berdomisili di Madinah,
di saat sedang bepergian jauh, di dalam suasana damai atau peperangan sedang
berkecamuk. Bahkan di waktu Isra’ ke al Masjidil Aqsha dan Mi’raj
ke tujuh petala langit.
Namun
adakalanya wahyu terputus sehingga beliau merasa sangat kangen dan selalu merasa
berharap. Setelah Malaikat Jibril turun menyampaikan ayat-ayat permulaan Surah
Al Alaq, wahyu putus selama tiga tahun. Siti Aisyah r.a meriwayatkan ketika itu Rasulullah Saw amat
sedih. Berulang kali beliau pergi ber-khalwat di puncak bukit untuk
dapat bertemu kembali dengan Malaikat Jibril, sampai akhirnya tibalah saat yang
dinanti-nantikan dan turunlah Jibril memberitahu beliau: hai Muhammad,
engkau benar-benar utusan Allah. Dengan pemberitahuan itu beliau merasa
tenang dan tentram.
Kenyataan
demikian itu meyakinkan kita bahwa wahyu turun tidak menuruti keinginan dan
tidak pula tergantung pada beliau itu, dan memang benar-benar berada di luar
pemikiran beliau. Dengan perasaan yang sadar beliau tetap berkeyakinan bahwa
wahyu yang diterimanya itu berasal dari Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui segala
yang ghaib.
Perbedaan antara wahyu, ilham dan ta’lim
Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, ilham
ialah menuangkan suatu pengetahuan ke dalam jiwa yang menuntut penerimanya
supaya mengerjakannya, tanpa didahului dengan ijtihad dan penyelidikan
hujjah-hujjah agama.
Wahyu hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu yang
dipilih oleh Allah, yaitu para Nabi dan Rasul. Sedangkan ilham dan ta’lim
(ilmu) diberikan kepada semua manusia.
Perbedaan wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu
intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta
tanpa mengetahui dari mana datangnya.
Perbedaannya ilham dan ta’lim (ilmu) terletak pada
proses/cara memperolehnya. Ilham hanya diperoleh atas kehendak Allah, tanpa
usaha manusia. Sedangkan ta’lim (ilmu) harus melalui usaha manusia, kecuali
ilmu laduni yang dalam pandangan ahli tasawuf
proses perolehannya sama dengan ilham.
KESIMPULAN
No
|
Pengertian
|
Jenis-Jenis
|
Cara
Turun
|
Perbedaan
|
1.
|
Wahyu
:
Kalam Allah yang
diberikan kepada nabi-Nya baik dengan perantara ataupun tidak.
|
1.
Wahyu secara langsung
2.
Wahyu berbentuk suara
3.
Wahyu melalui perantara Jibril.
|
1.
Seperti lonceng
2.
Seperti suara lebah
3.
Malaikat menjelma manusia
|
Di
berikan kepada nabi dan rasul
|
2.
|
Ilham
:
Segala yang
dilimpahkan ke dalam jiwa dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu yang ada
di dalam hati/jiwa tanpa ada pemikiran.
|
-
|
Melalui
mimpi
|
Diperoleh atas kehendak Allah, tanpa usaha manusia
( hanya manusia pilihan)
|
3.
|
Ta’lim
:
Ilmu
yang ada di dalam hati/jiwa seseorang dengan adanya usaha atau pemikiran.
|
-
|
Melalui
usaha sendiri
|
(ilmu) harus melalui usaha manusia, kecuali ilmu laduni
|
A.
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
Al Qathan, Manna’.1990.
Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Mansyurat Al ‘Ishr al Hadits
Ibnu Ali, Nabil Abdul Hamid. 2004. Al-Itqon Fi Mutaasyabihatil Qur’an. Maktabatul
Awalud syeikh Lituratsi.
Ma’rifat, Muhammad Hadi. 2007. Sejarah Al Qur’an. Al Huda
Mudzakir. 2009.
Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an. Pustaka Lintera Antar Nusa.
Zarqani,
Muhammad Abdul Adzim.1996.Manahilul Irfan
Fi Ulumil Qur’an. Maktabatul Ashriyah.
0 Comments