|
Sayyid Qutb |
Pendahuluan
Sayyid Qutub merupakan salah satu
mufassir kontemporer yang berusaha memberikan kekuatan penafsiran dan kebutuhan
zaman atas pencerahan. Kecerdasan yang diimbangi oleh keteguhan iman membawa
Sayyid Qutub pada ketajamannya menganalisa kondisi zamannya terutama
masyarakatnya agar tak terbawa pada arus materialisme. Kajian tentang beliau
semakin menarik tatkala ke-anti-baratannya bukan karena Sayid Qutub tidak
mengenali betul barat namun justru karena ia mengenyam pendidikan di berbagai
universitas barat dan berkunjung ke berbagai belahan dunia Amerika maupun
Eropa.
Pengalaman, pendidikan, serta lingkungan dimana karakter
Sayyid Qutub dibentuk sangat mempengaruhi pemikiran radikalisme kekanananya.
Karya-karyanya yaitu Ma’alim fith-thariq, Asywak, terbit tahun 1947, Muhimmatus
Sya’ir fil hayyawa syi’ir jailal-hadir, terbit tahun 1933, As-salam al-islami
wa al-islam, terbit tahun 1951. terutama
dalam bidang Tafsir sangat berpengaruh. Fi Dzilalil Qur’an adalah kajian Tafsir
yang belum tuntas dikaji oleh berbagai kalangan dan zaman. Karena ketajaman dan
ketegasan peafsirannya dalam menjawab tantangan dan penjajahan Barat terutama
pada masanya.
Pada mulanya penulisan tafsir oleh Quthb dituangkan di
majalah al-Muslimun edisi ke-3, Yang terbit pada Februari 1952. Quthb mulai
menulis tafsir secara serial di majalah itu, dimulai dari surah
al-fatihah dan di teruskan dengan surah al-Baqarah dalam episode-episode
berikutnya.
Dalam pengantar
tafsirnya, Quthb mengatakan bahwa hidup dalam nauangan al-Qur’an itu
suatu kenikmatan. Sebuah kenikmatan yang tidak di ketahui kecuali oleh orang
yang telah merasakannya suatu kenikmatan yang mengangkat umur (hidup),
memberkatinya dan menyucikannya. Quthb merasa telah mengalami kenikmatan hidup
di bawah naungan al-Qur’an itu, sesuatu yang belum dirasakan sebelummya.
Dan menurut Sayyid
Quthb Gunanya kita beragama islam yaitu bahwasannya agama islam dapat menguasai
masa akan dati\ang sesuai dengan sifatnya sebagai suatu system hidup yang
merangkumi semua aspek yang saling berkaitan dan tidak terpisah-pisah di
anatara satu dengan yang lainnya. Aspek-aspek itu disusun demikian rupa untuk
mencakup seluruh bidang kehidupan manusia, yang dapat memenuhi setiap
kegiatannya.
Jadi judul Tafsir
Sayyid Quthb merupakan cermin pemikiran serta perasaannya akan al-Qur’an ketika
beliau merasakan hidup dibawah naungannya dan beliau hendak mengatakan kepada
kita melalui judulnya bahwa sesungguhnya ayat-ayat al-Qur’an mempunyai
naungan yang rindang dibalik makna-maknanya.
Judul yang akan
penulis perdalami di dalam makalah ini yaitu di bolehkannya menikahi wanita
ahli kitab dan poligami. Menurut Sayyid Quthb memahami teks keluarga yaitu
sesungguhnya sistem sosial adalah sistem keluarga sebagai system Ilahi bagi
manusia, yang sangat memperhatikan semua karakteristik fitrah manusia, berbagai
kebutuhannya dan pilar-pilar pembetukannya. sistem keluarga di dalam islam terpancar
dari mata air Fitrah, asal penciptaan dan dasar pembetukan dan segenap ciptaan.
Pandangan ini jelas dalam firman Allah : “Dan segala sesuatu kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.”
(Adz-Dzariyat :49). “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumuhkan oleh bumi dan diri mereka maupun dari
apa yang tidak mereka ketahui.” (Yaasin : 36)
Oleh sebab itu,
system keluarga di dalam islam adalah merupakan system alami dan fitri tang
terpancar dari dasar penciptaan manusia. Bahkan dari dasar penciptaan segala
sesuatu di alam semesta ini, sesuai dengan cara islam dalam mengikat system
yang di tegakannya untuk manusia dengan
system yang yang di tegakan Allah untuk segenap alam raya di anataranya
manusia.
Jadi menurut
Sayyid Quthb dengan memahami teks keluarga, menurut beliau keluarga adalah
‘panti asuhan’ alami yang bertugas memelihara dan menjaga tunas-tunas muda yang
sedang tumbuh, dan mengembangkan fisik akal dan jiwanya. Di bawah naungan
keluarga mereka mendapatkan kasih sayang, rasa cinta dan rasa sepenanggungan.
Di dalam keluarga ini pula mereka akan terbentuk dengan bentukan yang akan
selalu menyertainya seumur hidup. Di bawah bimbingan dan cahayanya mereka
menguak kehidupan, menafsirkan kehidupan dan berinteraksi dengan kehidupan.
Biografi Sayyid Quthb
Nama lengkapnya adalah sayyid Quthb Ibrahim Husain Syadzili. Lahir pada
tanggal 09 Oktober 1906 di desa Musya, dekat kota Asyru, Mesir atas. Quthb
adalah seorang kritikus sastra, novelis, pujangga, pemikiran Islam dan aktivis
Islam Mesir paling terkenal pada abad ke-20. Beliau adalah anak sulung dari
lima bersaudara, dengan seorang saudara laki-laki dan tiga saudara perempuan.
Ayahnya bernama Al-Hajj Quthb Ibrahim, seorang anggota al-Hizb al-Wathani
(Partai Nasional), pimpinan Mushthafa Kamil. Meskipun keadaan keuangan keluarga
Quthb sedang menurun pada saat dia lahir, keluarga ini tetap berwibawa berkat
status ayahnya yang berpendidikan.
Quthb adalah anak
yang cerdas, beliau mampu menghafal seluruh al-Qur’an pada usia sepuluh tahun.
Nama Sayyid Quthb begitu akrab dengan gerakan Islam, memang tokoh ini amat
popular dalam gerakan islam di Mesir bernama al-Ikhwan al-Muslimun, bahkan
kepopulerannya mengungguli tokoh yang mendirikannya yaitu Hasan Al-Bana.
Tulisannya yang menggebu mengandung citra yang kuat tentang penyakit masyarakat
Islam kontemporer dan idealisasi iman melalui kata-kata teks suci.
Quthb bersekolah
di daerahnya selama 4 tahun. Usia 13 tahun Quthb dikirim untuk belajar ke
Kairo. Beliau lulus dari Dar al-ulum dengan gelar S1 dalam bidang sastra. Pada
tahun 1951 M ia mendapatkan beasiswa dari pemerintah Mesir ke Amerika Serikat.
Ia menenyam beberapa kampus favorit: Stanford University di California, Greenly
Collage di Colordo, dan Wilson’s Teacher College di Washington.
Sayyid Quthb
adalah pemikir radikal sekaligus aktifis yang militan dalam gerakan islam
modern kontemporer. Pemikirannya telah mempengaruhi para aktifis islam di
berbagai dunia islam lainnya. Aktivitas dan pemikirannya telah membawa Ikhwanal
Muslimin kedalam kancah gerakan yang amat diperhitungkan oleh rezim yang
memerintah di mesir, sekaligus mengilhami berdirinya cabang-cabang Ikhwan di
berbagai Negara, karya di baca oleh banyak kalangan, terutama para aktivis
gerakan islam. Hampir semua karyanya berdimensi politis dan memggerakan
kebangkitan.
Militansi dan
idealismenya membawanya turut aktif dalm gerakan Ikhwanul Muslimin. Hingga pada
tahun 1945 saat Ikhwan berlawanan dengan revolusi pemerintah maka Sayyid Quthb
menjadi orang urutan pertama yang ditangkap. Ia dan kelompoknya ditangkap
dengan tuduhan akan membunuh Abdun Nashir. Mereka kemudian disiksa dan dijatuhi
hukuman 15 tahun penjara.setelah 10 tahun menjalani hukuman, Abdus salam Arif,
pemimpin Irak pada tahun 1964 berupaya mendesak Abdu Nashir agar membebaskan
sayid. Namun tak lama seteah keluar penjara, Sayid di dakwa dengan tuduhan lain
yang mengharuskannya dan dua tokoh pergerakan lainnya di esksekusi. Yakni
tuduhan konspirasi atau kudeta penggulingan kekuasaan pemerintah Mesir saat
itu. Maka pada tahun 1965 Sayid dan Abdul Fatah Ismail serta M. Yusuf Hawassy
di hukum gantung dengan diiringi duka dari kaum muslim di berbagai belahan
dunia. Perjuangan dan keberaniaannya menyingkap kebenaran dan keadilan yang
seharusnya ditegakkan di negaranya mengispirasi jutaan umat Islam untuk bangkit
melawan penjajahan dan kebodohan.
Aplikasi Pendekatan Sayyid Quthb surat al-Maidah ayat
ke-5
tPöquø9$# ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6Íh©Ü9$# …….( àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB ö…….Nä3Î=ö6s% ÇÎÈ
Artinya : pada
hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. ……. (Dan dihalalkan
mengawini)wanita-wanita yang menjaga kehormatan di anatara orang-orang yang
diberi al-Kitab sebelum kamu, …….
Dalam
tafsir Sayyid Quthb bahwasanya pernikahan lelaki ahli kitab dengan wanita
muslimah jelas terlarang, karena realitasnya berbeda dari pernikahan seorang
lelaki muslim dengan wanita ahli kitab yang tidak musyrik sehingga hukumannya
pun berbeda. Sesungguhnya anak-anak dinisbatkan kepada bapak-bapak mereka,
sebagaimana ditegaskan oleh hukum syariat Islam. Sebagaimana istri itulah pada
kenyataan yang berpindah kepada keluarga suami, kaum dan kampung halamannya.
Bila seorang lelaki muslim menikahi wanita ahli kitab maka wanita itu akan
berpindah kepada kaum suaminya dan anak-anaknya pun akan dinisbatkan kepada
nama bapaknya. Sehingga Islam-lah yang mendominasi dan menaungi suasana rumah
tangga. Dan terjadi kebalikannya mana
kalau wanita Muslimah dinikahi oleh wanita ahli kitab, sehingga wanita muslimah
ini akan hidup jauh dari kaumnya dan bisa jadi kelemahan dan keterasingannya di
sana akan menimbulkan fitnah terhadap keislamannya, sebagaiman anak-anaknya
akan dinisbatkan kepada bapaknya dan mengikuti agama orang tua lelakinya.
Padahal islam harus selalu mendominasi.
Apakah Ahli kitab boleh di bunuh atau tidak jawabannya
yaitu Orang kafir harbi adalah seluruh orang musyrik dan Ahli kitab yang boleh
diperangi atau semua orang kafir yang menampakkan permusuhan dan menyerang kaum
Muslimin. Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimîn rahimahullah menyatakan :
"Kafir harbi tidak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan
dari kaum Muslimin."
Menurut penulis ahli kitab ada bolehnya di bunuh
dan ada tidak bolehnya di bunuh. Kalau bolehnya kalaupun ahli kitab yang
mengajak berperang dahulu dengan kaum muslimin. Dan kalau tidak bolehnya yaitu
kalau tidak ada alasan apa-apa langsung di bunuh.
pendekatan yang dipakai oleh Sayyid Qutb dalam
menghampiri al-Qur`an adalah pendekatan tashwîr (deskriptif) yaitu suatu gaya
penghampiran yang berusaha menampilkan pesan al-Qur`an sebagai gambaran pesan
yang hadir, yang hidup dan konkrit sehingga dapat menimbulkan pemahaman
“aktual” bagi pembacanya dan memberi dorongan yang kuat untuk berbuat.
Jadi
penulis dapat simpulkan penafsirannya Syyid Quthb bahwasannya laki-laki muslim
boleh menikahi wanita ahli kitab karena lelaki imam bagi keluarga dan akan
membawa istrinya. Akan tetapi kalau laki-laki ahli kitab menikahi wanita
muslimah tidak diperbolehkan ditakutkan sang istri tidak bisa membawa suami ke
jalan islam akan tetapi malahan sebaliknya. Jadi dalam berumah tangga harus
agama Islam yang lebih mendominasi.
Analisis Perbandingan Sayyid Quthb dengan Ibnu Katsir
Menurt Ibnu Katsir
Firman Allah SWT (وَالْمُحْصَنَاتُمِنَالْمُؤْمِنَاتِ)
“(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara
wanita-wanita yang beriman.”Maksudnya dihalalkan bagi kalian menikahi
wanita-wanita merdeka (bukan budak) dan yang menjaga kehormatannya dari
kalangan wanita-wanita yang beriman. Penyebutan penggalan ayat ini merupakan
pendahuluan bagi ayat setelahnya, yaitu firman-Nya (وَالْمُحْصَنَاتُمِنَالَّذِينَأُوتُواالْكِتَابَمِنْقَبْلِكُمْ)
“Dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al
Kitab sebelum kamu.”Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
wanita-wanita yang menjaga kehormatan pada ayat ini adalah wanita-wanita yang
berstatus merdeka bukan budak.
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirannya :” Abu Ja’far bin
Jurair rahimahullah berkata sesudah menceritakan kesepakatan tentang bolehnya
menikahi wanita ahli kitab akan tetapi lebih baiknya menikahi wanita muslimah : Umar
memakruhkan hal itu agar supaya orang-orang tidak menghindari wanita-wanita
Muslimah, atau karena adanya pertimbangan yang lain.” Di riwayatkan bahwa
Hudzaifah menikahi wanita yahudi lalu Umar menulis surat kepadanya :
ceraikanlah wanita itu. Kemudian Hudzaifah membalasnya dengan mengatakan :
Apkah kamu menganggapnya haram sehingga aku harus menceraikannya? Kemudian Umar
menulis surat lagi : aku tidak menganggapnya haram, tetapi aku khawatir kalaian
akan mempersulit wanita-wanita mu’minat di anatara mereka. Di dalam riwayat
lain di sebutkan bahwa Umar berkata : Muslim boleh menikahi wanita Nasrani,
sedangkan Muslimah ?.
Perkawinan lintas agama ini menimbulkan keburukan bagi
rumah tangga Muslim. Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa istri Yahudi,
Kristen atau atheis ini membentuk rumah tangga dan anak-anaknya dengan
ideologinya dan mencetak generasi yang terjauhkan dari Islam. Khususnya di
masyarakat jahiliah yang hidup di dalamnya sekarang ini. Masyarakat yang pada
hakikatnya tidak bisa di sebut sebagai masyarakat Islam. Masyarakat yang tidak
memegang islam kecuali dengan tali-tali yang sangat rapuh yang dengan sangat
mudah bisa di hancurkan untuk selamanya oleh seorang istri yang datang dari
pihak sana.
Dari pemaparan tafsirannya Sayyid Quthb pemakalah dapat
menyimpulkan bahwasannya laki-laki muslim boleh menikahi wanita ahli kitab
karena lelaki adalah imam di dalam keluarga dan akan membawa istrinya. Akan
tetapi kalau laki-laki ahli kitab menikahi wanita muslimah tidak diperbolehkan
ditakutkan sang istri tidak bisa membawa suami ke jalan islam akan tetapi
malahan sebaliknya. Jadi dalam berumah tangga harus agama Islam yang lebih
mendominasi.
Menurt kesimpulan saya sendiri, lebih baik laki-laki
muslim menikah dengan wanita muslimah karena perempuan muslimah lebih baik
daripada perempuan ahlu kitab.
Aplikasi Pendekatan Tokoh dengan Kasus Poligami
Pendekatan
yang di pakai oleh Sayyid Quthb dalam menafsirkan ayat ini adalah dengan
melihat kondisi sosial masyarakat.
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz wr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz wr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷r& 4 y7Ï9ºs #oT÷r& wr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
Artinya: “Dan jika
kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS.
An-Nisa : 3)
Dan dalam ayat ini diberikan “Rukhsah” untuk
melakukan poligami disertai dengan sikap kehati-hatian seperti dikhawatirkan
tidak bisa berlaku adil, dan dicukupkan dengan beristri seorang wanita
saja.
Masalah kebolehan poligami dengan perhatian dan
kehati-hatian sebagaimana ditetapkan dalam Islam. Ada baiknya dibahas lebih
jelas dan pasti, dan ada baiknya juga kita ketahui kondisi rill yang
melingkupinya pada saat di syariaatkannya.
Sesungguhnya Islam adalah peraturan bagi manusia, peraturan
yang realitas dan positif, peraturan yang memelihara akhlak manusia dan
kebersihan masyarakat. sesuai dengan fitrah dan kejadian, kebutuhan-kebutuhan,
dan kondisi-kondisi masyarakat yang beruah-ubah di daerah-daerah dan masa-masa
yang berbeda serta keadaan yang beraneka ragam.
Dari masaalah poligami, apakah yang dapat kita lihat dari
masalah tersebut? Sayyyid Quthb dalam hal ini memberikan contoh tentang kondisi
riil yang ada di dalam masyarakat yang beraneka ragam.
Pertama, semakin
bertambahnya kaum wanita yang layak untuk menikah, dan jumlahnya melebihi
laki-laki yang sudah layak untuk menikah. Dalam sejarah memang hal ini terjadi
masih dalam batasan nya, belum terjadi pada batasan tertinggi yaitu satu
banding empat atau lebih.
Kalau begitu bagaimanakah cara memecahkan masalah
tersebut, yang terjadi secara berulang-ulang, dalam kondisi masyarakat yang
berbeda-beda ini.
Sayyid
Quthb membagi Fitrah kepada dua macam, Pertama Fitrah manusia yaitu
bahwa potensi dasar pada manusia adalah untuk menuhankan Allah dan selalu
condong untuk berbuat kepada kebenaran. Kedua Fitrah Agama yaitu wahyu
Allah yang disampaikan kepada para Rasul untk menguatkan dan menjaga fitrah
manusia itu.
Apakah Seks merupakan dari fitrah manusia?
Seks
merupakan bagian dari fitrah manusia untuk berhibur diri, seperti jasmani
manusia yang butuh beristirahat batin manusia butuh berhibur. Jika tidak
terpenuhi maka maka akan letihlah batin manusia dalam menjalani kehidupan ini.
Untuk memnuhi keinginan itulah kita dapat melihat teknologi entertainment yang
sangat maju pada saat ini. Jika dahulu manusia berhibur denga karya sastra,
pertunjukan sastra dan alat music, maka manusia jaman sekarang berhibur dengan
film, teknologi animasi visual, music dll.
Disamping
memiliki jasad, manusia juga memiliki unsur batin yaitu Akal, Nafsu dan Hati.
Contoh berhibur akal misalnya mempelajari hal-hal baru, meneliti, berdiskusi
dll. Contoh berhibur Nafsu misalnya keinginan manusia terhadap lawan jenis,
Allah tunjukkan jalan nya mealui pernikahan. Jika tanpa cara yang Allah
perintahkan maka hasilnya akan rusak dan merusak.
Sebenarnya
hakikat berhibur adalah terhibur hati dengan mengingat Allah sebagaiman
firmannya :
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% Ìø.ÉÎ/ «!$# 3 wr& Ìò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram. (QS.Ar’rad :28)
Dengan demikian
hiburan akal dan nafsu akan menjadi tentram apabila selalu dihubungkan dengan
Allah.
Ketika kasus tersebut ditemukan maka diperlukan peraturan
dan peraturan itu pun harus diberlakukan. Alternatifnya ada 3 yaitu :
1.
Seorang lelaki yang sudah layak menikah, menikah dengan
wanita yang layak nikah (seorang atau lebih). Atau lelaki dan wanita
menghabiskan masa hidup dengan tidak mengenal menikah.
2.
Seorang lelaki yang sudah layak menikah, menikah dengan
seorang wanita yang layak nikah.
Kemudian lelaki itu mempunyai wanita simpanan yang tidak memiliki suami
dan melekukan perzinahan.
3.
Seorang lelaki yang sudah layak menikah, menikahi wanita
lebih dari seorang, dengan pernikahan yang terhormat (sesuai hukum syara’).
Bukan sebagai wanita simpanan.
Alternatif yang pertama bertentangan dengan fitrah
manusia, karena setiap manusia membutuhkan ketentraman dan kedamaian dalam
hidupnya yaitu dengan berkeluarga. Kenyataan ini tidak dapat disanggah oleh
pembual yang mengatakan “wanita tidak membutuhkan seorang lelaki” bila
ia sudah sibuk dengan pekerjaan dan usahanya. Seribu macam usaha dan pekerjaan
tidak akan mencukupi wanita dalam memenuhi kebutuhan fitrahnya dalam kehidupan
alamiahnya, semua itu belum terasa cukup untuk menentramkan dan menenangkannya.
Dalam hal ini lelaki dan wanita sama saja karena mereka berasal dari jiwa yang
Satu
Alternatif kedua bertentangan dengan pengarahan Islam
yang suci, tata kemasyarakatan Islam yang berwibawa, dan kehormatan seorang
wanita.
Alternatif
ketiga inilah yang dipilih oleh Islam, ia dipilihnya sebagai alternatif yang
bersyarat, Islam memilihnya sejalan dengan realitas positif, dalam memecahkan
masalah manusia dengan fitrahnya dan kondisi kehidupan dengan memperhatikan
akhlak yang suci dan masyarakat yang bersih.
Kedua, kita melihat masyarakat dulu, sekarang, kemarin, hari ini
dan hari esok, hingga akhir zaman sebagai suatu realitas dan kita tidak bisa
mengingkarinya. Kita melihat masa subur laki-laki yaitu sampai ia berumur 70
th, sementara wanita hanya sampai usia 50 th. Maka terdapat selisih 20 tahun
dalam masa kesuburan tersebut. Tujuan dari pernikahan adalah untuk
mengembangkan kehidupan dengan mempunyai keturunan, dan untuk memakmurkan bumi
dengan perkembangbiakannya.
Bagaimana jika seorang laki-laki
ingin memenuhi tugas fitrahnya, sedangkan si istri tidak dapat memenuhinya
karena faktor umur atau sakit. Padahal keduanya ingin melestarikan kehidupan
suami-istri dan tidak ingin berpisah. Maka bagaimana cara pemecahan masalah
ini?
1.
Menahan dan menghalangi seseorang dari menunaikan
aktifitas fitrahnya dengan undang-undang dan kekuasaan.
2.
Kita berikan kebebasan untuk laki-laki untuk memilih
wanita idaman dan melakukan perzinahan dengan wanita manapun yang ia kehendaki.
3.
Memperbolehkan lelaki tersebut melakukan poligami, sesuai
dengan tuntutan keadaan, dan dihindarkan dari laki-laki itu mencerikan istri
yang pertama.
Alternatif pertama ini bertentangan dengan fitran
manusia, akibatnya apabila diterapkan akan menghasilkan kebencian terhadap
pernikahan yang membawa penderitaan pada kehidupannya.
Alternatif
kedua ini bertentangan dengan arahan akhlak Islam, dalam menigkatkan kehidupan
manusia, mebersihkan, dan mensucikannya, agar kehidupan ini layak bagi manusia
yang telah dimuliakan Allah daripada binatang.
Alternatif
ketiga inilah yang dapat memenuhi kebutuhan fitri yang realistis, sesuai dengan
manhaj akhlak Islam, karena memelihara keberadaan istri yang pertama dengan
hak-haknya sebagai istri.
Demikian
juga hal nya apabila seorang istri mandul, sedangkan suami menginginkan keturunan
sesuai dengan fitrahnya . disi hanya ada dua jalan pemecahannya tidak ada jalan
ketiga. Yaitu :
1.
Menceraikan istri dan menikah lagi dengan wanita lain
yang sekiranya dapat memenuhi keinginan untuk mempunyai keturunan.
2.
Menikah lagi dengan wanita lain, dan tetap dapat bergaul
dengan istri yang pertama.
Demikianlah kalau kita renungkan kenyataan hidup dengan
kondisi praktis yang melingkupinya. Kita dapatkan symbol-simbol hikmah yang
tinggi dalam peraturan yang berupa kemuran ini, dan diikat dengan syarat tertentu.
Sesungguhnya orang yang mengetahui ruh Islam dan
pengarahannya, tidak akan mengatakan poligami itu sendiri merupakan tuntunan.
Yang dilakukan tanpa alasan pembenaran yang berupa kebutuhan fitrah dan
sosialnya. Sebenarnya poligami itu merupakan kebutuhan mendesak untuk
memecahkan suatu problem dalam suatu kehidupan sosial, bukan untuk
bersenang-senang dari satu istri kepada istri yang lain.
Keadilan yang dituntut ini merupakan keadilan dalam
muamalah, nafkah, pergaulan, dan berhubungan.adapun masalah perasaan (kasih
sayang) tidak seorangpun manusia yang dituntut untuk melakukannya. Karena hal
tersebut di luar kehendak manusia. Keadilam inilah yang disinyalir Allah pada
ayat lain.
`s9ur (#þqãèÏÜtFó¡n@ br& (#qä9Ï÷ès? tû÷üt/ Ïä!$|¡ÏiY9$# öqs9ur öNçFô¹tym ( xsù (#qè=ÏJs? ¨@à2 È@øyJø9$# $ydrâxtGsù Ïps)¯=yèßJø9$$x. 4 bÎ)ur (#qßsÎ=óÁè? (#qà)Gs?ur cÎ*sù ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÊËÒÈ
Artinya: “dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. An-Nisa: 129)
Ayat ini oleh sebagian orang dijadikan dalil untuk
mengharamkan poligami, padahal masalahnya tidak demikian. Syariat Allah
bukanlah permainan, yang mengsyariatkannya di suatu ayat lalu mengharamkanya di
ayat yang lain.
Perlu diingat bahwa islam tidak menciptakan system
poligami, melainkan hanya membatasinya. Dan Islam juga tidak menyuruh untuk
berpoligami, melainkan hanya memberi kemurahan untuk berpoligami dalam
memecahkan realitas kehidupan yang dihadapi manusia dan kebutuhan-kebutuhan
fitrahnya.
Dan akhir dari ayat ini adalah menjelaskan hikmah semua
peraturannya, yaitu untuk menjaga dari kedzaliman dan mewujudkan keadilan.
Analisis Perbandingan dengan Tafsir Klasik
Az-Zamakhsyari
mengartikan ayat tersebut, sebagaimana kalau tidak bisa berlakua adil dalam
memberikan hak-hak anak yatim, maka jauhilah mereka. Demikian juga kalau takut
berbuat zina, maka nikahilah dengan wanita yang halal. Dengan kata lain arti
kata “taba” diartikan halal oleh az-zamakhsyari.
Ketika membahas kata “masna wa sulasa wa ruba”, ka
wa disini sebagai penjumlah. Maka jumlah maksimal wanita yang boleh dinikahi
oleh laki-laki yang bisa berbuat adil. Bukan empat, tetapi Sembilan. Jalannya
adalah satu ditambah dua ditambah tiga dan ditambah empat.
Perbandingan nya adalah bahwa az-Zamakhsyari menerima
tentang poligami secara mutlak, sedangkan Sayyid Quthb menerima poligami dengan
syarat yang cukup berat, dan harus meliat faktor apa yang mendasi laki-laki
tersebut melakukan poligami. Bukan hanya untuk bersenang-besenang untuk
berpindah dari satu istri kepada istri yang lain.
Penutup.
·
Menurut Sayyid Quthb laki-laki muslim boleh menikah
dengan ahli kitab alasanya karena laki-laki adalah imam, sedangkan menurut Ibnu
Katsir masih dipertimbangkan tapi lebih memakruhkan karena lebih baik perempuan
Muslimah daripada wanita ahli kitab.
·
Sayyid Quthb menerima poligami dengan syarat yang cukup
berat, dan harus meliat faktor apa yang mendasi laki-laki tersebut melakukan
poligami. Bukan hanya untuk bersenang-besenang untuk berpindah dari satu istri
kepada istri yang lain.
dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sayyid Qutb
menggunakan pendekatan Sosial-Masyarakat konstitusi keluarga, untuk melakukan
penafsiran ayat di atas. Karena Sayyid Quthb melihat kondisi masyarakat di
zaman sekarang dan beliau juga termaksud Mufassir modern jadi beliau
menafsirkan seuai social dan masyarakat masa kini. Dan tetap menyakini
keunggulan dan kemampuan al-Qur’an.
Daftar
Referensi
Al-Khalidi, Shalah Abdul Fatah. Pengantar Memahami
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Penj: Salafuddin Abu Sayyid. Surakarta: era
Intermedia, 2001.
ar-Rifa’, Nasib, Muhammad, Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir , Maktabah Ma’arif : jilid 2, 1410-1989 M.
Az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf Haqaiq al-Tanzil wa Uyun
al-Aqawil fi Wujuh al-Tawil, Mesir : Mustafa al-Babi al-Halabi, 1385 H/1966
M.
Esposito, John L. Ansiklopedi
Islam Modern, jilid 5. Bandung: Mizan 2001.
Ghofur, Saiful Amin. Profil Para
Mufassir al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.
Hidayat, Nuim. Sayyid Quthb Biografi
dan kejernian pemikirannya. Jakarta: Gema Insani 2005.
http://www.scribd.com/doc/88843578/Hakikat-Fitrah-Manusia
Saefuddin, Didin. Pemikiran Modern dan Post-Modern
Islam. Jakarta: PT. Grasindo , anggota Ikapi 2003.
Shalah
Abdul Fatah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur’an,
Penj: Salafuddin Abu Sayyid, Surakarta: era Intermedia, 2000.
Quthb,
Sayyid, Masa Depan di Tangan Islam. Bandung: PT Alma’arif Bandung 1989.
Quthb, Sayyid, Petunjuk Jalan.. Jakarta
: Media Dakwah 2000.
Oleh: Nur Hanifah dan Maulana Sidqi
Sayyid
Quthb, Petunjuk Jalan. (Jakarta :Media Dakwah 2000), hal. 29.
Nuim
Hidayat, Sayyid Quthb Biografi dan kejernian pemikirannya. ( Jakarta:
Gema Insani 2005), hal. 21-24
Nuim
Hidayat, Sayyid Quthb Biografi dan kejernian pemikirannya. ( Jakarta:
Gema Insani 2005), hal. 25-27.
Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an, Penj: Salafuddin Abu Sayyid, (Surakarta: era
Intermedia, 2001, hal: 116)
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur’an,
(Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008, hal: 183)
Didin saefuddin. Pemikiran Modeern dan PostModern Islam
( Jakarta: PT. Grasindo , anggota Ikapi 2003), hal 111-112.
0 Comments