Metodologi Penulisan Tafsir Jawahir Fi Tafsir Al-Qur’an

Metodologi Penulisan Tafsir Jawahir Fi Tafsir Al-Qur’an, corak, aliran kalam, serta mazhab
Tafsir al-Jawahir, Syekh Thantawi Jauhari


Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat berkembang pesat, juga berpengaruh kuat pada perkembangan tafsir al-Quran. Banyak sekali kitab-kitab tafsir yang bermunculan dengan keinginan untuk menjaga eksistensi al-Quran sebagai pedoman kehidupan, dengan cara menunjukkan sisi keistimewaannya. Salah satu keitimewaan al-Quran adalah banyaknya kandungan ayat yang berisi tentang pengetahuan ilmiah. Salah satu tafsir yang isinya didominasi dengan kandungan-kandungan serta teori-teori ilimiah adalah tafsir al-Jawahir fi Tafsir al-Quran al-Karim karya Syaikh Thanthawi Jauhari. Dalam makalah ini, kita akan membahas tentang kitab tafsir tersebut, baik biografi mufassir, motivasi penafsiran, metode, sumber serta corak tafsir tesebut, dan berbagai hal lain yang berkaitan dengan kitab tafsir tersebut.

Biografi Syaikh Thanthawi Jauhari
Thanthawi Jauhari lahir di Mesir pada tahun 1280 H/ 1870 M. dan wafat pada tahun 1358 H/ 1940 M.60 Ia adalah seorang pembaharu yang memotivasi kaum muslimin untuk menguasai ilmu secara luas, ia juga seorang mufassir yang luas ilmunya. 61 Syaikh Thanthawi Jauhari adalah seorang yang sangat tertarik dengan keajaiban-keajaiban alam. Profesinya sebagai pengajar pada sekolah Dar Al-Ulum Mesir. Dalam proses mengjarnya ia, ia menafsirkan beberapa ayat AlQuran untuk para siswanya, disamping itu ia menulis artikel di beberapa mass media, kemudian menerbitkannya di bidang tafsir.
Di Universitas Al-Azhar, ia bertemu dengan seorang pembaharu terkemuka, Muhammad Abduh. Baginya, Abduh bukan sekedar guru, tetapi juga mitra dialog. Pergesekan pemikiran dengan Abduh memercikkan pengaruh besar pada pemikiran dan keilmuannya terutama dalam bidang tafsir. Sebagai akademisi, Thanthawi aktif mencermati perkembangan ilmu pengetahuan. Caranya beragam, mulai dari membaca berbagai buku, menelaah artikel di media massa, hingga menghadiri berbagai seminar keilmuan. Dari beberapa ilmu yang dipelajarinya, ia tergila-gila pada ilmu tafsir.
Di sampimg itu, Thanthawi juga fasih berbicara tentang fisika. Menurutnya, ilmu itu harus dikuasai oleh umat Islam. Hanya dengan cara itu maka anggapan bahwa Islam adalah agama yang menentang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat ditepis. Thanthawi Jauhari memulai penuliasan kitab tafsir ketika menjadi pengajar pada perguruan tinggi Dar al-Ulum, Mesir. Dari hasil mengajar, kemudian ia membuat sebuah kitab tafsir yang terdiri atas dua puluh lima juz.
Thanthawi Jauhari sebagai muallif (pengarang dan penyusun) menamakan kitab tafsirnya dengan nama al-Jawahir fi Tafsir al-Quran al-Karim. Dalam Jawahir Fi Tafsir Al-Quran yang ditulisnya, ia sangat memberikan perhatian besar pada ilmu-ilmu alam dan keajaiban berbagai makhluk. Menurutnya, di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat ilmu pengetahuan yang jumlahnya lebih dari tujuh ratus lima puluh ayat. Ia menganjurkan umat Islam agar memikirkan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan ilmuilmu alam (al-„ilmu al-kauniyah natural science), mendorong mereka untuk mengamalkannya, baik untuk kepentingan masa kini atau nanti. Baginya ayat-ayat kauniyah harus lebih diperhatiakn dari ayat-ayat lain, bahkan dari kewajiban-kewajiban agama sekalipun.
Mengapa kita tidak mengamalkan ayat-ayat ilmu pengetahuan alam sebagaimana para pendahulu kita? Akan tetapi saya mengucapkan Alhamdulillah, karena kini Anda telah dapat membaca tafsir ini, yang mana mempelajarinya lebih utama daripada mempelajari ilmu faraidh, sebab ia hanya termasuk fardhu kifayah saja. Adapun ilmu pengetahuan ini dapat lebih mengenal Allah, karena itu ia menjafi fardhu „ain bagi setiap yang mampu.
Nampaknya Jauhari silau dengan apa yang ia lakukan, Ia berani mencela para mufassir
terdahulu. Katanya, “Ilmu-ilmu yang kami masukkan ke dalam tafsir ini adalah ilmu yang dilalaikan oleh orang-orang bodoh yang tertipu, yaitu para fuqaha Islam yang kerdil. Kini adalah masa perubahan dan melahirkan fakta. Allah akan membimbing siapa saja yang dikehendaki
-Nya ke jalan yang lurus.”
Mengenai karya-karya Thanthawi Jauhari antara lain:
1.      Jawahir al-Ulum (mutiara-mutiara ilmu)
2.      Nizham al-Alam wa al-Umam (tata dunia dan umat manusia)
3.      Al-Taz al-Arsy (mahkota yang bertahta)
4.      Jama al-Alam (keindahan alam)
5.      Al-Islam wa al-Nizham (Islam dan sistem)
6.      Al-Hikmah wa al-Hukama (kebijaksanaan dan orang-orang yang bijaksana)
7.      Al-Jawahir fi Tafsir al-Quran al-Karim (mutiara-mutiara dalam tafsir al-Quran yang mulia).Kitab ini merupakan karyanya yang terbesar dalam bidang tafsir alQuran.

Aktivitas Keilmuan Yang Digelutinya
Setelah menamatkan pengajian di Madrasah Darul Ulum, Syeikh Tantawi ditawarkan untuk menjadi seorang tenaga pengajar di sebuah sekolah di Damanhur, kemudian ditukarkan ke sekolah di an-Nasriyyah di Giza, berpindah pula ke sekolah al-Khodiwiyyah di Darb al-Jamamiz bermula pada 1900 hingga 1910.
Semasa mengajar di situ, Syeikh Tantawi mengambil kesempatan untuk memperdalami ilmu Bahasa Inggris hingga mampu menguasainya dari sudut penulisan dan pertuturan. Pada 1911, beliau ditawarkan untuk menjadi Nazir, sekali gus menjadi guru yang bertanggungjawab mengajar subjek tafsir al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW di sekolah lamanya iaitu Madrasah Darul Ulum. Kehebatan pengajarannya dalam bidang tafsir al-Quran dapat dihidu oleh barisan penilai dari Universiti Mesir Lama dan ditawarkan pula untuk mengajar di universiti. Akan tetapi, pencapaiannay itu tidak disenangi oleh Perdana Menteri ketika itu, Mahmud Fahmy an-Naqrasyi yang lebih suka akan seorang guru yang berbangsa Perancis bagi menggantikannya. Beliau mula mendapat tekanan dan tribulasi, apabila tercetusnya Perang Dunia Pertama pada 1914.
Beliau ketika itu mengajar semula di Madrasah Darul Ulum, dikeluarkan oleh penjajah British dan terpaksa berpindah ke Sekolah Menengah Abbasiyyah di Jajahan Iskandariah. Pada 1917, beliau dipanggil semula oleh pihak sekolah al-Khodiwiyyah hingga melepaskan jawaan sebagai guru pada tahun 1922. Selepas itu, Syeikh Tantawi mula mengorak langkah untuk memfokuskan dalam bidang penulisan dan kaedah mentarbiah golongan remaja yang dahagakan ilmu pengetahuan agama. Nama Syeikh Tantawi semakin bersinar dan semakin disebut-sebutdi kalangan masyarakat Mesir yang sinonim dengan ilmu pengetahuan agama Islam. Beliau disifatkan oleh banyak pihak ketika itu, bukan sahaja sebagai tokoh ulama yang menguasai bidang agama malah juga menguasai ilmu di dalam bidang sains di samping pencapaian beliau dalam menguasai kemahiran berbahasa Inggeris yang sangat banyak membantunya menyiapkan kajian dan penerokaan tentang sains.

Mempelopori Gerakan Pelajar
Dalam kesibukan beliau menyiapkan beberapa hasil karyanya, beliau tidak lupa untuk membangkitkan rasa tanggungjawab pelajar terhadap ajaran agama mereka. Justeru, beliau menubuhkan beberapa persatuan pelajar yang dianggapnya sebagai pemangkin kepada kesedaran umat Islam dalam membela agama Islam. Semasa beliau di Iskandariah, Syeikh Tantawi menubuhkan gerakan pelajar yang diberi nama Persatuan Al-Jauhariah, kemudian menubuhkan
Jamaah Ukhuwwah Islamiah yang merangkumi pelajar-pelajar dari Timur Tengah yang bersatu membela Islam.
Tidak cukup dengan itu, Syeikh Tantawi mengasaskan pula Kesatuan Pemuda Islam yang menitik beratkan persoalan kerohanian Islam khususnya di Kaherah dan menjadi anggota Persatuan al-Bir al-Ehsan dan menerajui Persatuan al-Muwasah al-Islamiah dan pernah mengetuai sidang pengarang majalah yang diterbitkan oleh Gerakan Ikhwan Muslimun pada tahun 30-an.

Motivasi Penafsiran
Thanthawi terkenal sebagai ulama yang dalam gerakan pembaruan membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap ilmu pengetahuan. Karena itu, tidak berlebihan jika sejumlah
kalangan menjulukinya “mufassir ilmu” lantaran ilmu yang dimlikinya begitu luas dan mendalam. Dalam muqaddimah kitab tafsirnya, dijelaskan bahwa sejak dulu beliau sering menyaksikan keajaiban alam, mengagumi dan merindukan keindahannya baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi, evolusi matahari, perjalanan bulan, bintang yang bersinar, awan yang berarak, kilat yang menyambar dan listrik yang membakar serta keajaiban-keajaiban lainnya.
Selanjutnya ia menyatakan :"Ketika aku berpikir tentang keadaan umat islam dan pendidikan-pendidikan agama, maka aku menuliskan surat kepada para pemikir (al-'Uqala') dan sebagian ulama-ulama besar (Ajillah al-Ulama') tantang makna-makna alam yang sering ditinggalkan dan tentang jalan keluarnya yang masih sering dilakukan dan dilupakan. Sedangkan sedikit sekali dari mereka yang mau berpikir tentang kejadian alam dan keanehan-keanehan yang melingkupinya". Itulah yang mendorong Thanthawi menyusun pembahasan-pembahasan yang dapat mengkompromikan pemikiran Islam dengan kemajuan Studi Ilmu Alam.
Jika dikelompokkan, ada beberapa hal yang menjadi motivasinya menulis kitab tafisr ini:
1.      Ia ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa ilmu pengetahuan sangat penting dalam kehidupan.
2.      Ia ingin mengintegrasikan antara al-Quran dan ilmu pengetahuan modern, karena sebagian besar orang mengatakan bahwa al-Quran seringkali bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
3.      Ia heran mengapa para ulama terdahulu tidak terlalu memperhatikan tentang ayatayat al-Quran yang berbicara mengenai ilmu pengetahuan, padahal dalam penelitiannya didapatkan bahwa lebih dari 750 ayat al-Quran yang membahas ilmu pengetahuan daripada ayat yang berbicara tentang hukum yang jumlahnya lebih sedikit yaitu sekitar 150 ayat.

Metode Penafsiran
Thanthawi Jauhari dalam menyusun kitab tafsir al-Jawahir menggunakan metode Tahlily, yakni menjelaskan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al-Quran dari sekian banyak seginya dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf melalui penafsiran kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul, munasabah, dan kandungan ayat-ayat yang sesuai dengan keahlian dan kecendrungan mufassir tersebut. Thanthawi dengan analisisnya sebagai seorang mufassir sekaligus seorang yang menguasai ilmu-ilmu alam memberikan penafsiran secara runtut dan terperinci dengan ruang lingkup yang amat luas. Hal ini dapat dilihat dari bentuk penyusunannya yang dimulai dengan penafsiran Basmalah sebagai ayat pertama dalam surat Al-Fatihah, kemudian surat Al-Baqarah dan suratsurat selanjutnya. Dalam lembaran mukaddimah tafsirnya ia menyebutkan “Kami memulainya dengan surat Al-Fatihah dan pertama-tama adalah Basmalah, demikianlah hingga surat demi surat.
Sumber Penafsiran
Dapat dikatakan bahwa tafsir ini menggunakan bentuk bi al-ra'yi. Karena dalam menafsirkan suatu ayat, Thanthawi murni menggunakan pemikirannya sesuai dengan kemampuan dia selain ahli sebagai seorang mufassir, juga ahli dalam bidang fisika dan biologi. Hal ini dapat terlihat, ketika dia menafsirkan penciptaan manusia dari 'alaq (قلػ), beliau murni menggunakan kemampuan dia sebagai seorang yang ahli biologi di samping sebagai seorang .(ػلق) alaq' dengan berhubungan yang riwayat suatu menyebutkan tanpa ,mufasir.
Ini berbeda dengan penafsiran dengan bentuk bi al-Ma'tsur. Tafsir yang menggunakan bentuk bi al-ma'tsur sangat tergantung dengan riwayat. Tafsir ini akan tetap eksis selama masih ada riwayat. Kebalikannya jika riwayat habis, tafsir bi al-ma'tsur juga akan hilang.

Corak Penafsiran
Jika dilihat dari isinya, maka tafsir ini menggunakan corak tafsir bil „ilmi. Banyak sekali ayat-ayat yang di tafsirkannya dengan dipadukan melalui teori-teori ilmiah. Karena telah samasama kita ketahui, Thanthawi selain ahli tafsir, beliau juga dalam bidang fisika, biologi, serta ilmu umum lainnya. Maka tidak mengherankan jika ia menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dengan dipadukan kepada teori-teori ilmiah. Meskipun ada beberapa ulama berbeda pendapat tentang tafsir bil „ilmi, ada yang menolaknya dengan alasan bahwa teori-teori ilmiah jelas bersifat nisbi (relatif) dan tidak pernah final. Tetapi ada juga yang mendukungnya dengan alasa bahwa al-Quran justru menggalakkan penafsiran ilmiah.

Karakteristik Kitab Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim
Kitab ini terdiri dari 13 jilid yang tersusun dari 26 juz. Kitab al-Jawahir ini ditulis berdasarkan urutan mushaf Utsmani. Kitab ini lebih banyak menyoroti tentang ayat-ayat kauniyah yang identik dengan kajian keilmuan dan sains. Sebelum menafsirkan surah al-Fatihah, Tanthawi terlebih dahulu merigutip surat Al-Nahl untuk kepadamu (an'Qur-Al) Kitab turunkan Kami Dan) menjelaskan segala sesuatu)dalam uraian "Kata Pendahuluan" (Mukaddimah). Berbeda dengan jilid kedua dan selanjutnya, di mana ia menjadikan ayat Al-Nahl [16]:44 sebagai 'motto' uraiannya. Hal itu sampai pada juz yang ke 25 saja, dan juz yang terakhir berisi pembahasan lain yang berisi tentang makna-makna yang terkandung dalam bismilah dan lain sebagainya.

Perbedaan dengan Kitab Tafsir Lain
Jika disimpulkan perbedaan kitab al-jawahir dengan kitab tafsir lainnya adalah adanya sebuah terobosan baru yang digunakan oleh Thanthawi Jauhari dalam upayanya melakukan penafsiran dengan menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan. Dengan pendekatan ilmu
pengetahuan, maka penjelasnnya cukup rumit dan panjang sehingga tidak mudah untuk memahaminya, melainkan harus menguasai ilmunya. Beberapa perbedaan yang dapat kita temukan lagi adalah, kitab al-Jawahir juga dilengkapi gambar-gambar serta foto-foto untuk memperkuat argumentasinya dan menjadi media pelengkap ketika menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an yang berhubungan dengan alam.

Kesimpulan
Demikanlah telah kita pelajari tentang tafsir al-Jawahir fi Tafsir al-Quran al-Karim. Didalamnya lebih dominan membahas ilmu-ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah serta dipadukan dengan teori-teori ilmiah, hal demikan tidak lain dikarenakan sang pengarang, selain menguasai ilmu tafsir, beliau juga sangat menguasai ilmu-ilmu alam, seperti fisika dan biologi. Namun tudak sedikit orang yang mencibir serta mengkritik hadis tersebut, bahkan ada yang mengatakan “Didalam kitab itu dibahas segala permasalahan kecuali tafsir itu sendiri.”
Bagaimana pun juga, karya ini merupakan hasil pergulatan yang lama antara penulisnya dengan al-Quran. Pergulatan yang menunjukkan bahwa penulisnya punya kedekatan dan penghormatan kepada al-Quran. Manusia yang punya visi mengagungkan apa yang diagungkan Allah. Sudah sepatutnya kita menghargai karya itu dan menjadikannya sebagai sebuah khazanah keilmuan baru, khususnya dalam bidang tafsir.

Daftar Pustaka

Al-Qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2005.
Al-Dzahabi, Muhammad Husain, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, Dar al-Kutub: Kairo.
Al-Jauhari, Syaikh Thanthawi, Al-Jawahir Fi Tafsir Al-Qur
an Al-Karim, Dar Al-Fikr
Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.
Dewan redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 2, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1993.

Post a Comment

0 Comments