Pengertian dan Sejarah Ilmu Ushuluddin, Kalam, Tauhid

Pengertian Ilmu Ushuluddin
Ushuluddin


Pendahuluan
Tidak sedikit orang yang masih bertanya-tanya tentang ilmu ushuluddin. Apa sih pengertian ilmu ushuluddin? Bagaimana sejarah kemunculan ilmu ushuluddin? Dalam tulisan singkat ini akan dibeberkan pengertian dari ilmu ushuluddin ini serta sejarah kemunculannya. Semoga tulisan singkat yang di dapat dari sumber lain dan sedikit ditulis ulang ini memberikan manfaat banyak bagi kita semua. Aamiin ya Rabb al-‘alamÄ«n.

Pengertian Ilmu Ushuluddin (Uá¹£ul al-DÄ«n)
Ushuluddin (lawan kata Furu’uddin) berasal dari bahasa Arab, yaitu أصول الدين). Uṣūl adalah dasar, fondasi. Sedangkan al-DÄ«n adalah agama. Sehingga apabila digabungkan menjadi Uṣūl al-DÄ«n berarti adalah dasar-dasar keyakinan agama Islam. Uá¹£ul al-DÄ«n juga bahkan sering disebut dengan ilmu kalam, atau bahkan ilmu tauhid, dan mungkin juga ilmu teologi.
Ilmu usuluddin dinamakan dengan ilmu kalam antara lain kerana :
1)   di antara persoalan yang menjadi pokok pembahasannya ialah kalam Allah SWT, iaitu Al-Qur’an, apakah azali atau non azali;
2)   ulama’ kalam (mutakalimin), kerana pengaruh penggunaan dalil-dalil yang jelas pada pembicaraan-pembicaraan mereka mengesahkan mereka sebagai ahli-ahli bicara. Hal ini sesuai dengan ucapan kata kalam itu sendiri yang bererti bicara atau ucapan; dan
3)   pembuktian kepercayaan yang digunakan serupa dengan lojika dalam filsafat. Untuk membezakan dengan lojika, maka dinamakan ilmu kalam.
Ilmu usuluddin dinamakan ilmu tauhid kerana pokok pembahasannya bertujuan memurnikan keesaan Allah SWT, di samping memantapkan keyakinan terhadap pokok-pokok kepercayaan lainnya. Hal ini kerana ilmu tauhid menerangkan kepercayaan tentang wujud Allah SWT dan sifat-sifat yang wajib, mustahil dan harus yang ada pada Allah SWT. Demikian pula tentang sifat-sifat yang wajib, mustahil dan harus ada pada rasul-rasul-Nya. Penamaan ilmu usuluddin dengan ilmu akidah atau akaid kerana dua hal yang disebut terakhir ini merupakan padanan ilmu tauhid.

Fakultas Ushuluddin Uin Jakarta
Uin Jakarta Fakultas Ushuluddin

Sejarah dan Perkembangan Ilmu Ushuluddin (Uṣūl al-Dīn)
Uṣūl al-DÄ«n tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan hadis. Uṣūl al-DÄ«n dibuat oleh ulama dan ahli ilmu kalam Islam pada abad pertengahan abad kedua hijriah. Pada masa ini pembahasan-pembahasan mengenai aliran kalam/ kalam di kehidupan politik dan social di masyarakat Islam muncul. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa aliran kalam/teologi. Mereka secara masing-masing kelompok membuat batasan-batasan Islam dan keyakinan mereka sendiri.
Sebagaimana yang kita ketahui, masalah social politik yang melahirkan aliran kalam adalah permasalahan antara Imam ‘AlÄ« dan Mu‘awiyah. Pada masa ini muncul aliran Khawarij, yaitu aliran yang menentang Imam ‘AlÄ« dan muncul Syi’ah, yaitu aliran yang menjadi pendukung Imam ‘AlÄ«.
Pokok-pokok kepercayaan terpenting yang menjadi bidang pembahasan ilmu ini adalah ketauhidan, kenabian dan kepercayaan pada al-akhirah (akhirat). Bidang-bidang tersebut meliputi:
(1)    keimanan kepada Allah SWT, iaitu pembahasan tentang Allah SWT, yang mencakup kajian tentang zat, sifat dan perbuatan-Nya;
(2)    kitab-kitab-Nya, iaitu pembahasan kitab-kitab Allah SWT, mencakup kajian tentang kebutuhan manusia terhadap wahyu serta kewajipan untuk menerima apa yang diberitakan-Nya, termasuk berita-berita ghaib.
(3)    rasul-rasul-Nya, iaitu pembahasan nabi-nabi Allah SWT, mencakup kajian tentang apa yang wajib, mustahil dan harus yang terdapat pada rasul-rasut tersebut; dan
(4)    kehidupan di hari kemudian, iaitu pembahasan yang mencakup kajian tentang semua yang disampaikan oleh para rasul Allah SWT yang termaktub dalam kitab-kitab-Nya, iaitu perihal kehidupan sesudah mati.
Telah disepakati bahwa percaya kepada ushuluddin adalah sebuah kemestian dan tidak ada perbedaan pendapat mengenainya. Namun terdapat perbedaan pendapat tentang apakah percaya terhadap ushuluddin harus berdasarkan ilmu yang sudah yakin dan pasti ataukah cukup dengan sebuah zhan (prasangka). Jika harus berdasarkan ilmu yang pasti, apakah ilmu tersebut harus berdasarkan dalil ataukah cukup dengan taklid. Pendapat kebanyakan menyatakan bahwa percaya terhadap ushuluddin harus berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang pasti dan tidak cukup berdasarkan prasangka saja.
Dalam sejarah perkembangan ilmu usuluddin, kalam, tauhid dan akidah terdapat dua aliran pokok, iaitu rasional dan tradisional. Aliran rasional dicetuskan oleh kaum Muktazilah dengan tokohnya, antara lain Abu Huzail al-Allaf (135-235 H), an-Nazzam (185-321 H), Mu’ammar bin Abbad, al-Jahiz Abu Usman bin Bahar (w.225 H) dan al-Jubba’i (w. 303 H) yang telah mempelajari dan memanfaatkan filsafat dalam menangkis argumen-argumen filosofis yang dikemukakan oleh lawan-lawan kaum muslimin. Akal dalam aliran rasional menempatkan kedudukan yang tinggi. Akal dapat mengetahui adanya Tuhan, kewajipan berterima kasih pada Tuhan, perbezaan antara yang baik dan yang jahat serta kewajipan manusia untuk melakukan kebaikan dan menjauhi yang jahat. Menurut aliran ini, kemampuan akal tersebut tetap ada seandainya Tuhan tidak menurunkan agama kepada manusia.
Di pihak lain aliran tradisional tidak memberikan kedudukan dan kemampuan demikian terhadap akal. Hal ini kerana sebelum hadirnya agama, kemampuan akal hanya terbatas pada mengetahui adanya Tuhan dan untuk mengetahui selain itu adalah di luar kemampuan akal. Kaum As’ariah termasuk yang menganut pendirian ini dengan tokoh-tokoh, antara lain Abu Bakar Muhammad al-Baqillani (w. 403H/1013 M), Abu Bakar al-Juwaini dan al-Ghazali.
Selain dua aliran tersebut terdapat aliran lain, iaitu Maturidiah. Aliran ini mencuba menempuh jalan tengah dari kedua aliran pokok tersebut. Namun, dalam kenyataannya pendirian-pendirian teologis kaum Asy’ariyah lebih banyak dianut masyarakat muslim, sedangkan pendirian Muktazilah hanya dianut lapisan terbatas. Pendirian kaum Maturidiah kurang populer.
Buku-buku yang ditulis mengenai ilmu ini sampai sekarang tak terbilang lagi jumlahnya, di antaranya :al-Majmu’fi al-Muhit bi at-Taklif (Kumpulan tentang hal-hal yang Meliputi Kewajiban/Beban) oleh Abdul Jabbar bin Ahmad, Risalah at-Tauhid (Tulisan tentang Tauhid) dan Hasyiyah ‘ala al-‘Aqa’id al-‘Adudiah (komentar tentang Akidah-Akidah yang Menyesatkan) oleh Syekh Muhammad Abduh, Kitab Usul ad-Din (Kitab mengenai Dasar-dasar Agama) oleh al-Bagdadi, al-Milal wa an-Nihal (Agama dan Aliran-akirannya) oleh Muhammad Abdul Karim asy-Syahristani, al-Irsyad ila Qawati al-Adillah fi Usul al-Itiqad (Petunjuk Menuju Dalil-dalil Pasti dalam Dasar-dasar Keyakinan) oleh al-Juwaini, Kitab at-Tauhid (Kitab mengenai Tauhid) oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidi, dan Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan oleh Prof.DR Harun Nasution.

Ushuluddin Menurut Imamiyah
Keyakinan yang masyhur bahwa ushuluddin mencakup tiga hal: Tauhid, kenabian dan ma’ad (hari akhir). Namun, dua ushul lainnya—keadilan Ilahi dan imamah—harus ditambahkan sebagai ushul mazhab. Dengan kata lain, berdasarkan keyakinan ini, jika seseorang mengingkari salah satu dari ushuluddin maka ia menjadi kafir. Adapun jika seseorang menyatakan percaya pada tiga ushuluddin tersebut dan mengingkari keadilan Ilahi dan imamah, maka ia tidak menjadi kafir. Hanya saja ia tidak bisa disebut sebagai Syiah.
Menurut pandangan mayoritas ulama kalam syiah, lima ushul bisa dijelaskan sebagai berikut: Tauhid, makrifat kepada Allah dan membenarkan bahwa Allah adalah wujud azali dan abadi. Dia adalah wajibul wujud dengan Dzat-Nya sendiri. Membenarkan adanya sifat-sifat yang tetap bagi Allah, seperti kuasa, ilmu dan hidup. Mensucikan-Nya dari sifat-sifat mustahil, seperti bodoh dan lemah. Juga meyakini bahwa semua sifat-sifat Allah adalah Dzat Allah, dan tidak ada satu pun sifat yang menjadi tambahan bagi Dzat-Nya.
Keadilan, makrifat kepada Allah bahwa Dia Adil dan Bijaksana. Yaitu, Alllah tidak melakukan perbuatan buruk dan tidak pernah meninggalkan pekerjaan yang harus dilakukan-Nya. Allah tidak senang terhadap perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan manusia, dan pada dasarnya setiap manusia melakukan sendiri perbuatan-perbuatannya dengan kekuatan dan kehendak ikhtiar yang dianugerahkan oleh Allah. Oleh karena itu, manusia bertanggung jawab atas semua perbuatan baik dan buruknya sendiri.
Kenabian, membenarkan kenabian Nabi Muhammad Saw dan apa yang diturunkan kepadanya sebagai wahyu dari Allah. Akan tetapi, terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah cukup membenarkan secara umum terhadap perkara-perkara yang dibawa oleh Nabi Saw berupa wahyu, ataukah membenarkan semuanya harus secara detil. Perlu disebutkan, sebagian ulama Syiah Imamiyah berpendapat bahwa membenarkan kemaksuman Nabi Saw dan meyakininya sebagai nabi terakhir adalah perkara yang wajib.
Imamah, membenarkan imamah atau kepemimpinan para imam dua belas. Seluruh ulama teologi Syiah Imamiyah sepakat mengenai ushul ini. Ushul ini menjadi sebuah kemestian mazhab. Para imam semuanya maksum dan penjaga syariat. Mereka menunjukkan manusia kepada hakikat dan semua manusia wajib mengikuti para imam. Imam kedua belas, Imam Mahdi Af, saat ini masih hidup dan sedang dalam fase gaib, yang suatu saat pasti akan muncul dengan izin Allah.
Ma’ad, berdasarkan ushul ini semua manusia akan kembali dihidupkan setelah kematiannya dan akan ditimbang seluruh amal baik dan buruknya. Umat Islam pada umumnya meyakini kebangkitan kelak berupa kebangkitan jasmani, yaitu tubuh ukhrawi manusia setelah kematian akan kembali menjadi tubuh jasmani.

Sumber:
Wikipedia

https://msalleh.wordpress.com/2010/06/26/ushuluddin/

Post a Comment

4 Comments