Metodologi Penulisan Tafsir Al-Maraghi: Corak, Mazhab, Aliran Kalam


Metodologi Penulisan Tafsir Al-Maraghi: Corak, Mazhab, Aliran Kalam
Tafsir al-Maraghi

Pendahuluan
Dalam kehidupan umat Islam, kitab suci Al-Quran menempati posisi yang strategis. Dalam kedudukannya sebagai sumber petunjuk. Al-Qur’an bukan hanya memuat ajaran-ajaran agama dalam aspek moral dan spiritual yang terbatas, seperti aqidah, ibadah dan akhlak melainkan juga memuat aspek-aspek kehidupan dalam cakupannya yang luas. Terutama yang terkait dengan prinsip-prinsip dasar bagi penataan kehidupan manusia. Karena isi kandungan al-Qur’an yang begitu luas, maka dibutuhkan adanya penafsiranpenafsiran tentang makna-makna dibalik firman Allah SWT. Dari masa klasik hingga kontemporer telah banyak mufassir yang melahirkan karyanya dalam usaha mereka untuk menafsirkan al-Qur’an. Pada makalah ini, pemakalah akan mencoba mengupas tentang tafsir al-Maraghi, dimulai dari biografi sang mufassir, metodologi penafsiran, corak, sistematika serta karakteristik, dan distingsinya dengan tafsir lainnya.

Pembahasan
Biografi Mufassir
Nama lengkapnya adalah Ahmad Musthafa bin Muhammad bin Abdul Munim alMaraghi. Kadang-kadang nama tersebut diperpanjang dengan kata Beik, sehingga menjadi Ahmad Musthafa al-Maraghi Beik. Ia berasal dari keluarga yang sangat tekun dalam mengabdikan diri kepada ilmu pengetahuan dan peradilan secara turun-temurun, sehingga keluarga mereka dikenal sebagai keluarga hakim. Beliau lahir di daerah yang bernama Maragha, sebuah kota kabupaten di tepi barat sungai Nil sekitar 70 Km di sebelah selatan kota Kairo,  pada tahun 1300 H./1883 M. Nama Kota kelahirannya inilah yang kemudian melekat dan menjadi nisbah (nama belakang) bagi dirinya, bukan keluarganya. Ini berarti nama al-Maraghi bukan monopoli bagi dirinya dan keluarganya. Ahmad Mustafa Al-Maraghi berasal dari kalangan ulama yang taat dan menguasai berbagai bidang ilmu agama. Hal ini dapat dibuktikan, bahwa 5 dari 8 orang putera laki-laki Syekh Mustafa Al-Maraghi (ayah Ahmad Mustafa Al-Maraghi) adalah ulama besar yang cukup terkenal, yaitu :
1.      Syeikh Muhammad Mustafa Al-Maraghi yang pernah menjadi Syekh al-Azhar dua periode, tahun 1928-1930 dan 1935-1945.
2.      Syeikh Ahmad Mustafa Al-Maraghi, pengarang Tafsir Al-Maraghi.
3.      Syeikh Abdul Aziz Mustafa Al-Maraghi, Dekan Fakultas Usuluddin Universitas AlAzhar dan Imam Raja Faruq.
4.      Syeikh Abdullah Mustafa Al-Maraghi, Inspektur Umum pada Universitas Al-Azhar.
5.      Syeikh Abul Wafa Mustafa Al-Maraghi, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Universitas Al-Azhar.
Di samping itu, ada 4 orang putra Ahmad Mustafa Al-Maraghi menjadi hakim, yaitu:
1.      M. Aziz Ahmad Al-Maraghi, Hakim di Kairo.
2.      A. Hamid Al-Maraghi, Hakim dan Penasehat Menteri Kehakiman di Kairo
3.      Asim Ahmad Al-Maraghi, Hakim di Kuwait dan di Pengadilan Tinggi Kairo.
4.      Ahmad Midhat Al-Maraghi, Hakim di Pengadilan Tinggi Kairo dan Wakil Menteri Kehakiman di Kairo.
Jadi, selain Al- Maraghi keturunan ulama yang menjadi ulama, ia juga berhasil mendidik putera-puteranya menjadi ulama dan sarjana yang senantiasa mengabdikan dirinya untuk masyarakat, dan bahkan mendapat kedudukan penting sebagai hakim pada pemerintahan Mesir.
Sebutan (nisbah) Al-Maraghi dari Syekh Ahmad Al-Maraghi dan lain-lainnya bukanlah dikaitkan dengan nama suku/marga atau keluarga, seperti halnya sebutan Al-Hasyimi yang dikaitkan dengan keturunan Al-Hasyim, melainkan dihubungkan dengan nama daerah atau kota, yaitu kota Al-Maraghah tersebut di atas.
Oleh karena itu yang memakai sebutan Al-Maraghi bukanlah terbatas pada anak cucu Syekh Abdul Munim Al-Maraghi saja. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta yang terdapat dalam kitab mujam al-Muallifin karangan Syekh Umar Rida Kahhalah yang memuat biografi 13 orang Al-Maraghi di luar keluarga Syekh Munim Al-Maraghi, yaitu para ulama/sarjana yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan yang dihubungkan denagan kota asalnya al-Maraghah.
Setelah Ahmad Mustafa Al-Maraghi menginjak usia sekolah, dia dimasukkan oleh orang tuanya ke Madrasah di desanya untuk belajar al-Qur’an. Otaknya sangat cerdas, sehingga sebelum usia13 tahun ia sudah hafal seluruh ayat al-Qur’an. Di samping itu ia juga mempelajari ilmu tajwid dan dasar-dasar ilmu syariah di Madrasah sampai ia menamatkan pendidikan tingkat menengah. Pada tahun 1314H/1897M oleh kedua orang tuanya dia disuruh meninggalkan kota AlMaraghah untuk pergi ke Kairo menuntut ilmu pengetahuan di Universitas Al-Azhar. Di sini ia mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan agama, seperti bahasa arab, balaghah, tafsir, ilmu al-Qur’an, hadis, ilmu hadis, fikih, usul fikih, akhlak, ilmu falak dan sebagainya.
Di samping itu ia juga mengikuti kuliah di fakultas Dar al-Ulum Kairo (yang dahulu merupakan perguruan tinggi tersendiri, dan kini menjadi bagian dari chairo university). Ia berhasil menyelesaikan studinya di kedua perguruan tinggi tersebut pada tahun 1909. Di antara dosendosen yang ikut mengajarnya di Al-Azhar dan Dar al-Ulum adalah Syekh Muhammad Abduh, Syekh Muhammad al-„Adawi, Syekh Muhammad Bhis al-Muti, dan Syekh Muhammad Rifai al-Fayumi. Setelah Syeikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi menamatkan studinya di Universitas AlAzhar dan Daar al-Ulum, ia memulai karirnya dengan menjadi guru di beberapa sekolah menengah. Kemudian ia diangkat menjadi direktur Madrasah Muallimin di Fayum.
Pada tahun 1916 ia diangkat menjadi dosen utusan Universitas Al-Azhar untuk mengajar ilmu-ilmu syariah Islam pada fakultas Ghirdun di Sudan. Di Sudan, selain sibuk mengajar, Al-Maraghi juga giat mengarang buku-buku ilmiah. Salah satu buku yang selesai dikarangnya disana adalah „Ulum al-Balaghah. Pada tahun 1920, setelah tugasnya di Sudan berakhir, ia kembali ke Mesir dan langsung diangkat sebagai dosen Bahasa Arab di Universitas Darul „Ulum serta dosen Ilmu Balaghah dan Kebudayaan pada Fakultas Bahasa Arab di Universitas al-Azhar.
Pada rentang waktu yang sama, al-Maraghi juga menjadi guru di beberapa madrasah, di antaranya Mahad Tarbiyah Muallimah, dan dipercaya memimpin Madrasah Utsman Basya di Kairo. Karena jasanya di salah satu madrasah tersebut, al-Maraghi dianugerahi penghargaan oleh raja Mesir, Faruq, pada tahun 1361 H. Dalam menjalankan tugas-tugasnya di Mesir, al-Maraghi tinggal di daerah Hilwan, sebuah kota yang terletak sekitar 25 Km sebelah selatan kota Kairo. Ia menetap di sana sampai akhir hayatnya. Ia wafat pada usia 69 tahun (1371 H./1952 M.). Namanya kemudian diabadikan sebagai nama salah satu jalan yang ada di kota tersebut.

Karya-Karya
Syekh Ahmad Mustafa Al-Maraghi Al-Maraghi adalah ulama kontemporer terbaik yang pernah dimiliki oleh dunia Islam. Selama hidup, ia telah mengabdikan diri pada ilmu pengetahuan dan agama. Banyak hal yang telah ia lakukan. Selain mengajar di beberapa lembaga pendidikan yang telah disebutkan, ia juga mewariskan kepada umat ini karya ilmiyah. Salah satu di antaranya adalah Tafsir al-Maraghi, sebuah kitab tafsir yang muncul pada abad ke 14 dan beredar juga dikenal di seluruh dunia Islam sampai saat ini. Karya-karyanya yang lainnya adalah:
·         Al-Hisbat fi al-Islâm
·         Al-Wajîz fi Ushûl al-Fiqh
·         Ulûm al-Balâghah
·         Muqaddimat at-Tafsîr
·         Buhûts wa A-râ fi Funûn al-Balâghah; dan
·         Ad-Diyânat wa al-

Madzhab Mufassir
Di dalam bukunya, al-mufassirun hayatuhum wa manhajuhum, syeikh Ali iyazi menyebutkan bahwa Ahmad Musthafa Al-Maraghi memiliki madzhab Asy Syafii Al-Asyary.

Motivasi Mufassir
Yang melatarbelakangi ingin menulis tafsir adalah suatu kenyataan yang sempat disaksikan, bahwa kebanyakan orang enggan membaca kitab-kitab tafsir yang ada ditangan sendiri. Dengan alasan kitab-kitab tafsir yang ada sangat sulit dipahami, bahkan diwarnai dengan berbagai istilah yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang ahli dalam bidang ilmu tersebut. Karenanya dengan ini, termotivasilah diri untuk menulis tafsir dengan sengaja merubah gaya bahasa dan menyajikannya dalam bentuk sederhana dan yang mudah dipahami. Dengan demikian, para pembaca dapat memahami rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al-quran tanpa mengeluarkan energi berlebihan dalam memahaminya.
Dalam muqaddimah tafsirnya, Al-Maraghi menerangkan bahwa di masa sekarang ini, sering kita saksikan banyak kalangan yang cenderung memperluas cakrawala pengetahuan di bidang agama, terutama sekali di bidang tafsir Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Pertanyaanpertanyaan sering dikemukakan kepada saya berkisar pada masalah tafsir apakah yang paling mudah dan berguna bagi pembaca, serta dapat dipelajari dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Mendengar pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya merasa agak kesulitan di dalam memberikan jawaban. Masalahnya, sekalipun kitab-kitab tafsir itu bermanfaat, di samping menyingkapkan berbagai persoalan agama dan menyingkap berbagai kepelikan yang sulit dipahami, namun kebanyakan telah dibumbui dengan istilah ilmu-ilmu lain yang semuanya justru merupakan hambatan bagi pemahaman Al-Qur’an secara benar. Kitab-kitab tafsir juga sering diberi ilustrasi cerita-cerita yang bertentangan dengan fakta dan kebenaran. Namun, ada pula kitab tafsir yang dibarengi dengan analisa ilmiah, selaras dengan perkembangan ilmu ketika penulisan tafsir tersebut.
Perlu diingat, bahwa masa berjalan, sehingga penemuan-penemuan ilmiah yang termuat di dalam berbagai ensiklopedia juga akan berkembang. Saat ini, mengkaji suatu kitab yang sulit dipaham merupakan pemborosan waktu dan energi lantaran hanya mereka-reka makna yang sulit. Memperhatikan kenyataan tersebut, masyarakat mulai mencoba mengemukakan metode baru dalam hal tulis-menulis secara simpel dan penggunaan bahasa efektif yang mudah dimengerti, di samping mengemukakan data ilmiah yang diperkuat dengan argumentasiargumentasi dan berbagai fakta. Dan pembicaraan atau argumentasi kuat, harus disingkirkan.
Berdasarkan pembicaraan tersebut, masyarakat tentu membutuhkan kitab-kitab tafsir yang mampu memenuhi kebutuhan mereka, disajikan secara sistematis, diungkapkan dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti, dan masalah-masalah yang dibahas benar-benar didukung dengan hujjah, bukti-bukti nyata serta berbagai percobaan yang diperlukan. Bisa pula dinukilkan pendapat-pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu yang berkait erat dengan Al-Qur’an, selaras dengan syarat penyajian yang harus sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern. Kita juga harus mengesampingkan permasalahan yang berkait dengan cerita-cerita yang bisa dipakai oleh mufassir terdahulu, sebab cerita-cerita tersebut justru bertentangan dengan kebenaran.

Metode Penulisan Tafsir
Dari sisi metodologi, al-Maraghi bisa disebut telah mengembangkan metode baru. Bagi sebagian pengamat tafsir, al-Maraghi adalah mufassir yang pertama kali memperkenalkan metode tafsir yang memisahkan antara “uraian global” dan “uraian rincian”, sehingga penjelasan ayat-ayat di dalamnya dibagi menjadi dua kategori, yaitu mana ijmali dan mana tahlili. Kemudian, dari segi sumber yang digunakan selain menggunakan ayat dan atsar, al-Maraghi juga menggunakan rayi (nalar) sebagai sumber dalam menafsirkan ayat-ayat.
Namun perlu diketahui, penafsirannya yang bersumber dari riwayat (relatif) terpelihara dari riwayat yang lemah (dhaif) dan susah diterima akal atau tidak didukung oleh bukti-bukti secara ilmiah. Hal ini diungkapkan oleh al-Maraghi sendiri pada muqaddimahnya tafsirnya ini. Al-Maraghi sangat menyadari kebutuhan kontemporer. Dalam konteks kekinian, merupakan keniscayaan bagi mufassir untuk melibatkan dua sumber penafsiran („aql dan naql). Karena memang hampir tidak mungkin menyusun tafsir kontemporer dengan hanya mengandalkan riwayat semata, selain karena jumlah riwayat (naql) yang cukup terbatas juga karena kasus-kasus yang muncul membutuhkan penjelasan yang semakin komprehensif, seiring dengan perkembangan problematika sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang berkembang pesat.
Sebaliknya, melakukan penafsiran dengan mengandalkan akal semata juga tidak mungkin, karena dikhawatirkan rentan terhadap penyimpangan-penyimpangan, sehingga tafsir itu justru tidak dapat diterima. Namun tidak dapat dipungkiri, Tafsir al-Maraghi sangat dipengaruhi oleh tafsir-tafsir yang ada sebelumnya, terutama Tafsir al-Manar. Hal ini wajar karena dua penulis tafsir tersebut, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, adalah guru yang paling banyak memberikan bimbingan kepada Al-Maraghi di bidang tafsir. Bahkan, sebagian orang berpendapat bahwa Tafsir alMaraghi adalah penyempurnaan terhadap Tafsir al-Manar yang sudah ada sebelumnya. Metode yang digunakan juga dipandang sebagai pengembangan dari metode yang digunakan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

Corak Penafsiran
Bila dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir yang lain, baik sebelum maupun sesudah tafsir Al-Maraghi, termasuk tafsir Al-Manar, yang dipandang modern, ternyata tafsir Al-Maraghi mempunyai metode penulisan tersendiri, yang membuatnya berbeda dengan tafsir-tafsir lain tersebut. Sedang coraknya sama dengan corak Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan rasyid Rida, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Mahmud Syaltut, dan tafsir Al-Wadih karya Muhammad mahmud Hijazi. Semuanya itu mengambil adabi Ijtimai. Sejalan dengan itu, Abdullah Syahatah menilai Tafsir Al-Maraghi termasuk dalam golongan tafsir yang dipandangnya berbobot dan bermutu tinggi bersama tafsir yang lain.

Sumber Rujukan dan Referensi
Kitab-kitab yang dijadikan sumber rujukan dan referensi al-Maraghi dalam penyusunan tafsirnya adalah sebagai berikut:  
·         Abu Jafar Muhammad Ibn Jarir, Jami al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an
·         Abu al-Qasim Jar Allah al-Zamakhsari, Tafsir al-Kasysyaf „an Haqaiq al-Tanzil
·         Syaraf al-Din al-Hasan Ibn Muhammad al-Tiby, Hasyiah Tafsir al-Kasysyaf
·         Al-Qadi Nasir al-Din Abdullah Ibn Umar al-Baidawi, Anwar al-Tanzil
·         Al-Raghib al-Asfahani, Tafsir Abi al-Qasim al-Husain Ibn Muhammad
·         Imam Abu Hasan al-Wahidi al-Naisabury, tafsir al-Basit
·         Imam Fakhruddin al-Raazi, Mafatih al-Ghaib
·         Tafsir al-Husain Ibn Masud al-Baghawi
Dan masih banyak lagi kitab-kitab yang dijadikan rujukan atau referensi oleh al-Maraghi dalam penyusunan tafsirnya.

Sistematika dan Karakteristik Penulisan
Sistematika dan karakteristik penulisan tafsir al-Maraghi adalah sebagai berikut:
·         Menyebutkan nama surat, jumlah ayatnya, tempat turunnya, urutan turunnya, dan penjelasan tentang munasabah dengan ayat sebelumnya.
·         Mengemukakan ayat-ayat di awal pembahasan
Al-Maraghi memulai setiap pembahasan dengan mengemukakan satu, dua atau lebih ayat-ayat al-Qur’an yang mengacu kepada suatu tujuan yang menyatu.
·         Menjelaskan kosa kata
·         Menjelaskan pengertian ayat-ayat secara global (al-Mana al-Jumali li al-Ayat).
Al-Maraghi di dalam tafsirnya menyebutkan makna ayat-ayat secara global. Sehingga sebelum memasuki penafsiran yang menjadi topik utama, para pembaca telah terlebih dahulu mengetahui makna ayat tersebut seara umum.
·         Menjelaskan sebab-sebab turun ayat
Jika ayat tersebut mempunyai asbab nuzul berdasarkan riwayat shahih yang menjaddi pegangan para mufassir, maka Al-Maraghi menjelaskannya terlebih dahulu. - Meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan Al-Maraghi sengaja meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmuilmu lain yang diperkirakan bisa menghambat para pembaca dalam memahami isi alQuran. Misalnya ilmu nahwu, Saraf, Ilmu Balaghah dan sebagainya. Pembicaraan tentang ilmu-ilmu tersebut merupakan bidang tersendiri, yang sebaiknya tidak dicampur adukkan dengan tafsir al-Qur’an, namun ilmu-ilmu tersebut sangat penting diketahui dan dikuasaiseorang mufassir.
·         Gaya bahasa para mufassir
Al-Maraghi menyadari bahwa kitab-kitab tafsir terdahulu disusun dengan gaya bahasa yang sesuai dengan para pembaca ketika itu. Namun, karena pergantian masa selalu diwarnai dengan ciri-ciri khusus, maka wajar bahkan wajib bagi seorang mufassir masa sekarang untuk memperhatikan keadaan pembaca dan menjauhi pertimbangan keadaan masa lalu yang tidak relevan lagi. Karena itu, al-Maraghi merasa berkewajiban memikirkan lahirnya sebuah kitab tafsir yang mempunyai warna dan dengan gaya bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini. Dalam menyusun kitab tafsirnya, Al-Maraghi tetap merujuk kepada pendapatpendapat mufassir terdahulu sebagai penghargaan atas upaya yang pernah mereka lakukan. Al-Maraghi mencoba menunjukkan kaitan ayat-ayat al-Qur’an dengan pemikiran dan ilmu pengetahuan lain. –
·         Seleksi terhadap kisah-kisah yang terdapat di dalam kitab-kitab Tafsir
Al-Maraghi melihat salah satu kelemahan kitab-kitab tafsir terdahulu adalah dimuatnya di dalamnya cerita-cerita yang berasal dari ahli Kitab (Israiliyat), padahal cerita tersebut belum tentu benar. Pada dasarnya fitrah manusia, ingin mengetahui hal-hal yang masih samar, dan berusaha menafsirkan hal-hal yang dipandang sulit untuk diketahui. Al-Maraghi memandang langkah yang paling baik dalam pembahasan tafsirnya adalah tidak menyebutkan masalah-masalah yang berkaitan erat dengan cerita orang terdahulu, kecuali jika cerita-cerita tersebut tidak bertentangan dengan preinsip agama yang sudah tidak diperselisihkan.

Jumlah Juz Tafsir Al-Maraghi
Kitab tafsir ini disusun menjadi 30 jilid. Setiap jilid terdiri satu juz Al-Qur’an. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah para pembaca, di samping mudah dibawa kemana-mana, baik ketika menempati suatu tempat atau bepergian. Kitab ini lahir untuk pertama kalinya bertepatan pada pertengahan Zulhijjah 1365 H di tempat kediaman Al-Maraghi, yaitu Hilwan, Kairo, Mesir.

Distingsi (Perbedaan dengan Kitab tafsir lainnya)
Perbedaan (distingsi) dari kitab tafsir Al-Maraghi dengan kitab-kitab tafsir lainnya dapat dilihat dari sistematika dan karakteristik tafsir ini. Melihat semua sistematika dan karakteristik tafsir ini, kami menyimpulkan bahwa distingsi dari kitab Tafsir ini adalah bahwasanya AlMaraghi mencoba mendobrak cara-cara penafsiran yang dilakukan oleh para mufassir sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari salah satu karakter tafsirnya, yakni meninggalkan istilahistilah yang berhubungan dengan ilmu-ilmu yang menurutnya dapat menghambat para pembacanya dalam memahami isi al-Qur’an, diantaranya adalah ilmu Nahwu, Saraf, Balagah, dan lain sebagainya.
Selain itu, Al-Maraghi juga merubah gaya bahasa di dalam tafsirnya dan tidak sama dengan gaya bahsa mufassir-mufassir sebelumnya atau yang lainnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami rahasia-rahasia yang terkandung di dalam al-Qur’an, tanpa mengeluarkan energi yang berlebihan di dalam memahaminya. Al- Maraghi pun sangat selektif terhadap kisah-kisah Israiliyat. Baginya, langkah yang paling baik jika pembahasan ayat-ayat nanti tidak menyebutkan masalah-masalah yang berkaitan erat dengan cerita-cerita orang terdahulu. Kecuali jika cerita-cerita tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang sudah tidak diperselisihkan.

Komentar Ulama terhadap Tafsir Al-Maraghi
Syeikh Ali Iyazi menyimpulkan bahwa pembahasan kitab tafsir ini mudah dipahami dan enak dicerna, sesuai dengan kebutuhan masyarakat kelas menengah dalam memahami AlQuran, serta relevan dengan problematika yang muncul pada masa kontemporer.

Kesimpulan

Metodologi Penulisan Tafsir Al-Maraghi: Corak, Mazhab, Aliran Kalam
Tafsir al-Maraghi

Daftar Pustaka
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (terj), (Toha Putra:Semarang), Jilid I
Faizah Ali Syibromalisi & jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern,(Lemlit UIN:Jakarta), 2011
Hasan Zaini, Tafsir Tematik ayat-ayat kalam Tafsir Al-Maraghi, (Pedoman Ilmu Jaya:Jakarta),1996
Hasby As-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, (Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra), 1997

Muhammad Ali Al-Iyazy, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Waziqaf al-Irsyad alIslamiyyah: Teheran), 1414

Post a Comment

3 Comments

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Terimakasih infonya gan, sangat bermanfaat. jangan lupa kunbal ya: http://pakar-teknologi.blogspot.co.id/2016/08/ciputat-guru-ngaji-privat-bimbingan.html

    ReplyDelete