TEORI-TEORI MASUKNYA ISLAM NUSANTARA

 

TEORI-TEORI MASUKNYA ISLAM NUSANTARA

Masuknya agama Islam atau kita sebut dengan asal usul Islam adalah ketika Islam baru dikenal oleh bangsa Nusantara Indonesia yang dikenalkan oleh para niagawan Muslim saat melakukan transaksi di pasar. Sedangkan perkembangan Islam adalah ketika umat Islam telah membangun kekuasaan politik Islam atau kesultanan.[1]

Masuknya Islam ke Nusantara

Terdapat beberapa pendapat mengenai sejarah masuknya Islam ke Nusantara Indonesia. Pendapat-pendapat tersebut diungkap oleh beberapa tokoh dengan teori-teori mereka yang terkenal. Di antara teori-teori tersebut akan disebutkan dalam tulisan ini, yaitu:

a.      Teori Gujarat – Prof. Dr, C. Snouck Hurgronje

Seorang sarjana berkebangsaan Belanda, dan Indonesia banyak mengambil penulisan sejarah dari Belanda terutama dari tokoh Snouck Hurgronje. Dia berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara Indonesia dari Gujarat. Selain itu, dia juga berpendapat bahwa Islam tidak akan masuk ke Nusantara tanpa perantara Gujarat, India. Dengan kata lain, dia berkeyakinan bahwa Islam tidak datang langsung dari bangsa Arab.

            Daerah pertama yang dimasuki adalah Kesultanan Samudra Pasai. Waktunya pada abad ke-13. Snouck tidak menjelaskan antara masuknya Islam ke Nusantara dengan berkembangnya Islam di Nusantara. Lebih lanjut, dia juga tidak menjelaskan Gujarat di India bermazhab apa dan Kesultanan Samudra Pasai bermazhab apa. Mungkin ketika Islam masuk ke Nusantara, Islam langsung membangun kekuatan politik?[2] 

b.      Teori Makkah - Prof. Dr. Buya Hamka

Prof. Dr. Buya Hamka dalam seminarnya tentangnya Masuknya Islam ke Indonesia di Medan tahun 1963, dia lebih menggunakan fakta yang diangkat dari berita Cina Dinasti Tang. Adapun masuknya Islam ke Nusantara terjadi pada abad ke 7 M. Dalam berita Cina Dinasti Tang tersebut dituturkan bahwa ditemukan daerah hunian wirausahawan Arab yanng bermukim di pantai barat Indonesia. Maka disimpulkan Islam masuk ke Nusantara Indonesia langsung dari bangsa Arab.[3]

            Islam masuk ke Nusantara Indonesia pada abad ke 7 M. Sedangkan Kesultanan Samudra Pasai didirikan pada tahun 1275 M atau abad ke 13 M. jadi Kesultanan Samudra Pasai adalah perkembangan Islam. Hamka menolak pendapat yang mengatakan Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke 13.[4] 

c.       Teori Persia - Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat

Prof. Dr. Abubakar Atjeh mengikuti pandangan Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat yang menyatakan jika Islam masuk dari Persia dan bermazhab Syiah. Pendapat ini didasarkan pada teori sistem baca atau sistem mengeja huruf al-Qur’an, terutama di Jawa Barat, yaitu:

Arab mengeja dengan Fat-hah            - Persia menyebut Jabar

Kasrah             - Je-er

Dhammah       - Py-es

Teori ini dinilai lemah karena tidak semua pengguna sistem baca tersebut di Persia menganut mazhab Syiah. 

d.      Teori Cina – Prof. Dr. Slamet Muljana

Prof. Dr. Slamet Muljana dalam “Runtuhnya Hindu Djawa dan Timbulnja Negara-Negara Islam di Nusantara,” tidak hanya berpendapat bahwa Sultan Demak adalah peranakan Cina, namun juga menyimpulkan bahwa para wali sanga juga termasuk peranakan Cina. Pendapat ini bertolak dari Klenteng Sam Po Kong.

            Misalnya Sultan Demak Panembahan Fatah dalam Kronik Klenteng Sam Po Kong bernama Cina Panembahan Jin Bun. Arya Damar pengasuh Panembahan Jin Bun di Palembang bernama Cina Tung Kang Lo. Sedangkan Wali Sanga antara lain Sunan Ampel dengan nama Cina Bong Swi Hoo. Sunan Gunung Jati dengan nama Toh A Bo.[5] 

e.       Teori Maritim – N. A Baloch

Menurut N.A Baloch sejarawan Pakistan, Masuk dan Perkembangan Agama Islam di Nusantara Indonesia akibat umat Islam memiliki navigator atau mualim dan wirausahawan Muslim yang dinamik dalam penguasaan maritim dan pasar. Melalui aktifitas ini lah Islam mulai dikenalkan di sepanjang jalan laut niaga di pantai-pantai tempat persinggahan pada abag ke 1 H atau abat ke 7 M. Adapun proses yang dilalui dalam berdakwah pengenalan Islam berlangsung selama 5 abad.[6]

            N. A Baloch menjelaskan mulai abad ke 6 H/ 13 M terjadi pengembangan Islam hingga ke pedalaman yang dilakukan oleh wirausahawan pribumi. Dimulai dari Aceh pada abad ke 9 M, kemudian diikuti wilayah-wilayah lainnya di Nusantara. Kekuasaan politik Islam atau kesultanan Islam mulai tumbuh. 

The Islamic Agent

Islam masuk ke wilayah Nusantara Indonesia yakni melalui jalur niaga laut. Walaupun Rasulullah wafat pada tahun 11 H/ 632 M, hubungan niaga antara Timur Tengah, India, Cina, serta Nusantara tetap berlangsung pada masa Khulafā Rasyidīn 11 – 41 H/ 632 – 661 M. Seperti yang disejarahkan bahwa pada masa Khalifah ‘Utsmān 24-36 H/ 644-656 M mengirim utusan ke Cina.

            Selanjutnya dijelaskan menurut sejarah Cina bahwa khalifah Islam telah mengirimkan sebanyak 32 utusan ke Cina. Jika masa kepemimpinan Khulafā Rasyidīn berlangsung selama 29 tahun, 11-41 H/ 632-661 M, maka rasanya tidak mungkin jika 32 utusan tersebut hanya berlangsung pada masa khalifah ketiga saja. Ke 32 utusan tersebut sudah barang tentu singgah ke Indonesia, sebab satu-satunya jalan yang mudah untuk menuju Cina adalah melalui kepulauan Nusantara Indonesia. 

Settlement Arabian

J.C Van Leur dalam Indonesian Trade and Society dengan berdasarkan sumber dari berita Cina Dinasti Tang, 618-907 M, menyatakan bahwa pada 674 M di pantai barat Sumatra telah terdapat settlement (hunian bangsa Arab Islam) yang menetap di sana. Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam juga menuliskan sumber yang sama dari Dinasti Tang bahwa di pantai barat Sumatra terdapat huniang bangsa Arab.[7]

            Berdasarkan keterangan Drs. Ibrahim Buchari berdasarkan tahun yang terdapat pada nisan seorang ulama Syaikh Mukaiddin di Baros Tapanuli, yang bertuliskan 48 H atau 670 M, maka dapat dipastikan Islam masuk ke Nusantara Indonesia pada abad ke 1 H atau abad ke 7 M. Pantai Barat Sumatra tersebut kemungkinan besar adalah Baros, Tapanuli, Medan, Sumut.

            Menurut berita Cina lagi, disebutkan bahwa terdapat utusan dagang dari Ta Che ke Kalingga pada 674 M. Adapun Ta Che menurut Buya Hamka adalah Umayyah dengan pusat pemerintahan di Damaskus. Letak geografis di mana Kalingga tersebut tidak disebutkan secara pasti, hanya diketahui ada di pulau Jawa.



[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, jilid I, selanjutnya akan ditulis judul api sejarah (Bandung: Surya Dinasti, 2016), h. 117.

[2] Ahmad Mansur, Api Sejarah, jilid I, h.101.

[3] Ahmad Mansur, Api Sejarah, jilid I, h.101.

[4] Muhammad Syarif Hidayatullah, Teori-Teori Masuknya Islam ke Wilayah Timur Indonesia, Jurnal Ilmiah Non Seminar, Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2013, h. 8.

[5] Ahmad Mansur, Api Sejarah jilid I, h. 103.

[6] Ahmad Mansur, Api Sejarah jilid I, h. 104.

[7] Ahmad Mansur, Api Sejarah jilid I, h. 107.

Post a Comment

0 Comments