MUKJIZAT, KAROMAH, ISTIDRAJ DAN IRKHASH

Makalah
Perbedaan Mu’jizat, Karomah, Istidraj dan Irkhash
Oleh: Serpin dan Raja Usman Efendi Hsb
Mukjizat
Mukjizat

A.           Pendahuluan
Didalam Islam terdapat sebuah keajaiban yang diberikan kepada hamba Allah yang  bertakwa, yang kita kenal dengan sebutan, seperti Mu’jizat, Karomah, Istidraj dan irkhash.
Dan yang dimaksud dengan kemu'jizatan, karomah, istidaraj dan irhkash. Bukan berarti melemahkan manusia, artinya memberi pengertian kepada mereka dengan kelemahannya untuk mendatangkan keyakinan, karena hal itu telah dimaklumi oleh setiap orang yang berakal, tetapi maksudnya adalah untuk menjelaskan bahwa karomah, istidraj dan irhkash untuk membuat mereka yakin akan keberadaan Allah.
Tujuannya hanya untuk melahirkan kebenaran mereka, menetapkan bahwa yang mereka bawa adalah semata-mata pemberian dari Dzat Yang Maha Bijaksana, dan diturunkan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka hanyalah menyampaikan risalah Allah dan tiada lain tugasnya hanya memberitahukan dan menyampaikan. Oleh karena itu mu'jizat, karomah, Istidraj dan irhkash, adalah berasal dari Allah Swt terhadap hamba-Nya untuk membenarkan rasul-rasul dan nabi-nabi. Dengan perantaraan mu'jizat, karomah, istidraj dan irhkash.
B.            Pembahasan
a.              Mu’jizat
Secara Bahasa Kata Mu’jizat terambil dari kata bahasa Arab yaitu  a’jaza – yu’jizu – i’jaza yang berarti “ melemahkan atau menjadikan tidak mampu.” Pelakunya disebut Mu’jiz yang berarti melemahkan, yaitu melemahkan lawan atau mengalahkan kecerdikan dan kekuatan musuh, guna membandinginya, menyerupainya, bahkan untuk menolaknya.
Sedangkan secara istilah, mu’jizat dapat didefinisikan oleh beberapa ulama, yaitu: 
Manna al-Qaththan dalam tulisan Rosihan sebagai “suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi. Dari definisi ini, mukjizat mengandung arti menantang dan mengalahkan orang-orang yang meragukan dan mengingkari sabda Tuhan. Tantangan ini tidak bisa ditandingi oleh siapapun, karena Allah berkehendak untuk memenangkan semua “pertempuran,” sementara orang-orang ragu dan para pengingkar tersebut tidak mampu melawan Tuhan.
Ali al-Shabuny mendefinisikan mukjizat sebagai “bukti yang datangnya dari Allah swt. yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan kenabiannya.” Definisi ini menegaskan bahwa fungsi mukjizat memperkuat posisi nabi dan rasul, sehingga tidak seorang pun mampu menghancurkan posisi tersebut.
Dari beberapa definisi diatas pengertian mukjizat dapat ditegaskan lagi oleh Quraish Shihab yang mengatakan bahwa Mukjizat adalah Suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu”
Mukjizat sebagai kejadian luar biasa tidak dapat terjadi pada sembarang orang. Secara historis, mukjizat selalu menemukan momentnya sendiri berdasarkan kehendak Allah SWT.
Tambahan Ta’ marbutha pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif). Mu’jizat didefinisikan oleh pakar agama islam, antara lain, sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya  yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakuan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu.[1]
Unsur – unsur yang harus menyertai sesuatu itu sehingga ia dapat dinamai dengan Mu’jizat, diantaranya : 
-        peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang luar biasa.
-        Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku dirinya Nabi.
-        Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
-        Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal di layani.[2]
Tujuan dan fungsi Mukjizat diantaranya, membuktikan kebenaran para nabi. Mu’jizat meskipun dari segi bahasa berarti melemahkan, namun dari segi agama ia sama sekali tidak di maksudkan untuk melemahkan atau membuktikan ketidakmampuan yang di tantang. Mu’jizat di tampilkan oleh Allah swt melalui hamba-hamba pilihannya untuk membuktikan kebenaran ajaran ilahi yang dibawa oleh masing-masing nabi. Oleh karena itu, sedemikian itu menyebabkan 2 hal :
Pertama : bagi yang telah percaya kepada nabi, maka ia tidak lagi membutuhkan mu’jizat. Ia tidak di tantang untuk melakukan hal yang sama, mu’jizat yang dialami atau di lihatnya hanya berfungsi memperkuat keimanan serta menambah keyakinannya akan kekuasaan Allah Swt.
Kedua : para nabi sejak nabi Adam a.s hingga Isa a.s  di utus untuk suatu kurun tertentu serta masyarakat tertentu. Tantangan yang mereka kemukakan sebagai mu’jizat pasti tidak dapat dilakukan ummatnya.[3]
Mu’jizat yang diberikan kepada para nabi dan rasul ALLAH s.w.t itu ada dua macam : pertama disebut “ Hissi ” dan kedua disebut “ ma’nawi ”. Mu’jizat yang “hissi” itu ialah yang dapat dilihat oleh mata, didenger oleh telinga, dicium oleh idung, diraba oleh tangan, diras oleh lidah; atau yang lebih tegas dapat diccapai oleh pancaindra. Mu’jizat ini sengaja ditunjukkan atau diperlihatkan kepada manusia biasa, yakni mereka yang tidak biasa menggunakan kecerdasan fikirannya. Yang tidak cukup dan cakap pandangan mata-hatinya dan yang rendah budi dan perasaannya.
Mu’jizat yang “hissi” ini umumnya ummat manusia dapat mengenal atau mempengaruhinya dengan perantaraan peraturan (sunnah) Allah yang telah berlaku dimuka bumi atau dipermukaan alam ini, dengan tujuan sebagai tanda bukti yang menunjukkan ke-Nabi-an dan ke-Rasul-an seseorang nabi pesuruh ALLAH, atau untuk menunjukkan kebenarannya, bahwa ia adalah seorang Nabi pesuruh ALLAH, yang dibangkitkan untuk memimpin ummat manusia pada massanya.
Adapun mu’jizat yang “ma’nawi”, ialah mu’jizat yang tidak mungkin dapat dicapai oleh atau dengan kekuatan pancaindra,  tetapi harus dicapai dengan kekuatan “aqli”, dengan kecerdasan fikiran. Maka mu’jizat ini dapat juga disbut mu’jizat “aqli”. Karena orang tidak akan dapat mengerti atau tidak akan mungkin mengenal mu’jzat ini, melainkan orang yang berfikiran sehat, bermata hati yang jernih, berbudi luruh dan yang berlaku suka mempergunakan kecerdasan fikirannya dengan jernih dan serta jujur. Dan mu’jizat ini orang tidak akan dapat mengenalnya juga dengan perantaraaan peraturan (summah) Allah yang biasa nerlaku dimuka bumi atau dipemukaan alam yang indah dan luas ini. Jadi seolah-olah suatu hukum yang terkecuali dari peraturan ALLAH yang biasa berlaku dan yang biasa dilakukan oleh ummat manusia yang berada dimuka bumi ini.
Secara garis besar mu’jizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mu’jizat yang bersifat material indrawi lagi tidak kekal, dan mu’jizat imaterial, logis, lagi dapat di buktikan sepanjang masa. Mu’jizat yang diberikan kepada nabi-nabi terdahulu kesemuanya merupakan material indarawi lagi tidak kekal, seperti perahu nabi nuh, tidak terbakarnya nabi ibrahim, tongkat nabi musa dan lain-lain. Berbeda halnya mu’jizat terhadap Nabi Muhammad Saw, yang bukan bersifat indrawi atau material, namun dapat di pahami oleh akal. Karena sifatnya demikian ia tidak di batasi oleh suatu tempat atau waktu tertentu. Mu’jizat Al-qur’an dapat di jangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimanapun dan kapanpun. [4]
Kedua macam mu’jizat itu  diberikan kepada para Nabi dan Rasul-nya. Tetapi sebagian banyak mereka itu hanya diberi “mu’jizat hissi”. Jadi kebanyakan mu’jizat yang diberikan oleh ALLAH kepada Nabi dan Rasul ALLAH yang datang sebelum Nabi Muhammad s.a.w itu adalah mu’jizat yang hissi, tetapi yang diberikan kepada Nabi Muhammad s.a.w. adalah kedua-duanya, yang hissi dan ma’nawi. Yang “hissi” adalah amat banyak, sebagaimana termaktub dalam kitab hadis yang masyhur dan kitab tarikh yang muktabar. Tetapi mu’jizat Nabi Muhammad s.a.w. yang terbesar adalah AL-QUR’AN. Didalam Al-Qur’an terkandung kdua macam mu’jizat, tetapi yang terbesar dan terbanyak adalah mu’jizat ma’nawi.  Jadi Al-Qur’an itu ialah mu’jizat Nabi Muhammad s.a.w yang paling besar.[5]
b.             Karomah, Istidraj dan Irkhash
Karomah 
Karomah adalah kejadian yang luar biasa yang diberikan Allah kepada hambaNya yang shaleh dan taat kepadaNya. Orang shaleh yang tinggi ketaatannya kepada Allah disebut wali (wali Allah).
Irkhash
Ikhash adalah kejadian yang istimewa yang terjadi pada diri seorang calon Rasul. Misalnya kejadian yang dialami oleh Muhammad SAW, ketika berada dalam perjalanan untuk berniaga ke negri Syam selalu diikuti dan dipayungi oleh awan. Hal ini merupakan keistimewaan sebelum ia menjadi Rasul.
Adapun Persamaan dan Perbedaannya adalah :
Perberdaan:
- Mukjizat diberikan kepada Nabi dan rasul, sedangkan irhas, maunah, dan karomah bukan diberikan kepada Nabi dan Rasul.
-  Mukjizat diberikan Allah kepada Nabi dan Rasul untuk membuktikan kenabian dan kerasulannya, sekaligus untuk melemahkan orang-orang kafir yang bermaksud jahat. Sedangkan irkhash, maunah dan karomah diberikan Allah kepada orang mukmin, orang shaleh, untuk menolong dan melindungi mereka dari bahaya atau hal-hal yang tidak menyenangkan.
Persamaan:
-   Sama-sama datang atas kehendak dari Allah SWT.
-   Sama-sama merupakan kejadian yang luar biasa yang sulit diterima akal.
-  Kejadian sama-sama tidak direncanakan, terjadi dengan tiba-tiba. Tidak bisa dikalahkan.
-    Sama-sama diberikan untuk mengatasi masalah dan menolong hambaNya.

Post yang lain lihat di sini





[1]  M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, ( Bandung : Mizan, 1998 ) h. 23
[2]  M. Quraish Shihab, h. 25
[3]  M. Quraish Shihab, h. 33
[4]  M. Quraish Shihab, h. 36
[5]  Munawwar chalil, Al-Qr’an Dari Masa ke Masa, (Ramadhani : Semarang,) h.56

Post a Comment

0 Comments