Norma dan Kesusilaan

 


Norma

Kata “norma” dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Eropa yang masuk ke Indonesia melalui pengaruh bahasa Belanda. Dalam bahasa Belanda “norm” jamaknya “normen” berarti ukuran, aturan, nilai. Kata Eropa tersebut berasal dari bahasa Latin “norma” yang secara harfiah berarti standar, pola, model, kaidah, aturan. Arti asal kata “norma” dalam bahasa Latin adalah “siku-siku” yang merupakan alat tukang kayu untuk membuat sudut 900 (sembilan puluh derajat).[1]

            Dalam KBBI, “norma” didefinisikan sebagai: 1). Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat yang dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan berterima, 2). Aturan, ukuran, atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu.[2]

            Dalam masalah hukum norma juga sering dipadankan dengan kaidah, sehingga jika ada norma hukum, bisa juga disebut dengan kaidah hukum. Terdapat banyak sekali norma, ada norma berpikir (logical norm) dan norma prilaku. Norma perilaku mencakup empat kategori, yaitu:[3]

1.      Norma agama adalah ketentuan yang berasal dari Tuhan yang berupa perintah, larangan, dan atau petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.

2.      Norma susila adalah kaidah perilaku yang bersumber kepada hati nurani manusia yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk dan yang harus dipatuhi guna memelihara akhak pribadi pelakuknya.

3.      Norma kesopanan adalah kaidah perilaku yang berasal dari pergaulan hidup dalam masyarakat yang berasaskan kepantasan, kebiasaan, dan kepatutan yang berlaku dalam pergaulan dan adat istiadat masyarakat.

4.      Norma hukum adalah kaidah perilaku yang dibuat oleh pihak berwenang yang berwenang yang mempunyai sifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidup di masyarakat dan mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat.

Kesusilaan

Kata susila merupakan istilah yang berasal dari bahasa Sanskerta. Su berarti baik atau bagus, sedangkan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Jadi susila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma hidup yang baik atau bagus. Susila pun mengandung arti peraturan hidup yang lebih baik. Selain itu susila pun dapat berarti sopan, beradab, dan baik budi bahasanya.[4]

            Kesusilaan dalam pengertian yang berkembang di masyarakat mengacu pada makna membimbing, memandu, mengarahkan, dan membiasakan seseorang atau sekelompok orang untuk hidup sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Jadi dapat dirangkum bahwa susila atau kesusilaan berarti prinsip hidup yang baik, kesopanan, dan arahan untuk menjalani hidup sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat.[5]

Kesusilaan dalam KBBI online adalah adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, dan keadaban.[6] Kesusilaan adalah nilai sebenarnya bagi manusia, satu-satunya nilai yang betul-betul dapat disebut bagi manusia. Dengan kata lain, kesusilaan adalah kesempurnaan manusia sebagai manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia. Kesusilaan adalah perkembangan manusia yang sebenarnya.[7]

            Berdasarkan pengertian yang disebutkan dalam KBBI, antara kesusilaan dan moral memiliki arti sama. Moral atau kesusilaan merupakan persoalan yang mendasar bagi kehidupan manusia sepanjang waktu.

Kesimpulan

Jika dianalisis secara mendalam dengan membandingkan antara etika, moral, dan susila, maka tersebut persamaan sekaligus perbedaan.[8]

1.      Persamaan

Ada beberapa persamaan antara etika, moral, dan susila, yaitu: Pertama, etika, moral, dan susila mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik. Kedua, etika, moral, dan susila, merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harkat kemanusiaannya. Ketiga, etika, moral, dan susila, seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, statis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang.

2.      Perbedaan

Perbedaan antara etika, moral, dan susila, yaitu: Etika merupakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang memelajari nilai-nilai dan kesusilaan tentang baik dan buruk. Jadi, etika bersumber dari pemikiran yang mendalam dan renungan filosofis yang pada intinya bersumber dari akal sehat dan hati nurani. Etika bersifat temporal dan sangat bergantung kepada aliran filosofis yang menjadi pilihan orang-orang yang menganutnya.

Adapun moral merupakan ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik yang berlaku di masyarakat. Selain itu, moral pun merupakan ketentuan tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai baik dan buruk yang berpedoman kepada adat kebiasaan yang berlaku di masyatakat.

Jadi etika bersifat konseptual teoritis, maka moral bersifat terapan karena mengacu kepada apa yang berlaku di masyarakat. Keduanya, etika dan moral bersumber dari akal sehat dan nurani yang jernih. Moral masyarakat mengalami perubahan dan bersifat temporal. Karena kualitas moral masyarakat sangat bergantung pada kualitas manusianya. Jika masyarakat berpegang kepada akal sehat dan nurani yang jernih, serta berpegang sepenuhnya kepada ajaran Allah, maka kualitas moralnya akan kuat dan kokoh.

Sementara itu susila atau kesusilaan memiliki dua pengertian. Pertama, berarti dasar, prinsip, peraturan atau norma hidup yang baik. Kedua, susila atau kesusilaan merupakan proses pembimbingan dan membiasakan seseorang atau sekelompok orang untuk hidup sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Jadi, moral dan susila bersumber pada akal sehat dan nurani yang telah menjadi kesadaran kolektif masyarakat. Etika, moral, dan susila akan bertambah kokoh jika dipadukan secara simfoni dengan akhlak Islam yang dipahami secara mendalam dan diterapkan secara konsisten oleh setiap pribadi Muslim, keluarga, dan masyarakat.


[1] H. Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer “Bagian Dua”, (Yogyakarta: UAD Press, 2019), h. 11-12.

[2] H. Syamsul Anwar, Studi Hukum, h. 12.

[3] H. Syamsul Anwar, Studi Hukum, h. 12-13.

[4] Ichwan Fauzi, Etika Muslim, (T.tp: Tp, T.th), h. 19.

[5] Ichwan Fauzi, Etika Muslim, h. 20.

[6] https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kesusilaan

[7] Abdul Ghafur Anshori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran, dan Pemaknaan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2018), h. 74.

[8] Ichwan Fauzi, Etika Muslim, h. 20-21


Post a Comment

0 Comments