PENDEKATAN MODERN AL-QUR’AN MAURICE BUCAILLE


Maurice Bucaille
Makalah oleh: Serpin[1], Muhibbatul fikri[2], Muhammad Saipul Asy’ari.[3]

A.                 Pendahuluan
Perbincangan tentang asal-usul manusia, langit dan bumi sejak zaman dahulu senantiasa menarik. Begitu banyak hal belum diketahui manusia tentang asal-usul dirinya sendiri, dan lingkungannya, mungkin hingga akhir zaman akan tetap menjadi misteri. Misteri, karena apa yang telah terjadi pada masa lampau saat manusia, langit dan bumi  pertama diciptakan tidak ada seorang manusia pun yang tau, kecuali sang pencipta. Kita mengetahui hal tersebut sejauh yang diceritakan Tuhan dalam kitab-kitab suci, terutama Injil dan Al-qur’an.[4]

Dalam kedua kitab suci tersebut, tuhan menceritakan bagaimana manusia pertama diciptakan. Memahami atau menafsirkan al-Qur’an berdasarkan penemuan sains sesungguhnya problem yang sangat berbahaya,  karena dua hal ini berbeda dalam prinsipnya. Di satu sisi al-Qur’an merupakan kebenaran absolut dan abadi, akan tetapi di sisi lain sains pada prinsipnya adalah kebenaran relatif dan temporal yang mungkin bisa berubah bersamaan dengan perubahan waktu. [5] Jadi seandainya terjadi perubahan dalam penemuan sains sekalipun, hal ini harus dipahami bahwa al-Quran tidaklah keliru, yang keliru adalah pemahaman kaum muslimin.
Berdasarkan permasalahan diatas, pemakalah ingin membahas pemikiran salah satu Tokoh Orientalis yang mencurahkan kemampuannya untuk menafsirkan al-Qur’an melalui pendekatan pengetahuan Modern (Sains). Makalah ini ingin mengetahui bagaimana Maurice Bucaille melihat ayat-ayat al-qur’an yang berkaitan dengan penciptaan manusia, siklus air dan bumi melalui pendekatan sains nya ?

B.                  Biografi dan Pendekatan dalam Menafsirkan
Maurice Bucaille adalah seorang dokter ahli bedah berkebangsaan Prancis yang mendalami bahasa Arab  agar benar-benar mampu memahami teks asli Al-qur’an sejak di terbitkannya Bible, Sains, dan al-Qur’an  ia melihat al-Qur’an melalui kacamata sains dengan melampirkan bukti penelitiannya sendiri dengan buku best sellernya “ la Bible Le Coran at La Science ”.  tujuan beliau dalam menafsirkan Al-qur’an, ia ingin membuktikan kebenaran ilmiah al-quran yang sangat sesuai dengan sains modern.[6] Ia lahir tanggal 19 juli 1920 M di Pont-L’Eveque dan meninggal di Prancis pada 17 februari 1998 M, ia meninggal pada usia 77 tahun. Ia putera Maurice dan Marie James Bucaille, pada tahun 1973, ia diangkat sebagai dokter keluarga raja Faisal dari arab saudi. Pasien lain pada waktu itu termasuk anggota dari keluarga kemudia Presiden Mesir Anwar sadat. Pada tahun 1974 ia mengunjungi mesir atas undangan Presiden Anwar sadat danmendapat kesempatan meneliti mumi Fir’aun yang ada di museum Kairo. Hasil penelitiannya kemudian di terbitkan dengan judul Mumi Fir’aun; sebuah penelitian medis Modern atau judul aslinya, Les momies des Pharaons et La medecine. Berkat buku ini, ia menerima penghargaan Le prix Diane –Potier-Boes ( penghargaan dalam sejarah ) dari Academie francaise dan Prix general ( penghargaan umum) dari Academie nationale de medicine.  
Maurice Bucaille melakukan penelitian ini selama 40 tahun, beliau mencurahkan perhatiannya padabidang biologi molekuler dan genetika serta menelaah dari kitab-kitab suci agama-agama monoteistik, yaitu yahudi, Nasrani dan Islam. Berdasarkan itu semua , ia menyimpulkan bahwa sains dan agama dari sebelumnya saling bertentangan justru mengungkapkan bahwa keduanya benar-benar selaras dalam hal ini. Hal ini membuktikan bahwa kata per kata al-Qur’an sepenuhnya merupakan wahyu samawi yang bebas dari kesalahan –kesalahan manusiawi yang bisa kita temukan pada kitab-kitab suci lainnya yang merupakan hasil penulisan kembali oleh orang lain.[7]
Tujuan Maurice Bucaille dalam mengkaji al-qur’an melalui pendekatan sains bukanlah hanya penelitian biasa saja, ia ingin membuktikan kebenaran ilmiah al-Qur’an yang sangat sesuai dengan sains modern, berbeda halnya dengan Bibel. Proses penciptaan manusia, perbandingan antara Sains, al-Qur’an, dan Bibel salah salah satu tujuan lainnya adalah sebagai cara untuk menanggapi orang-orang yang menganggap pengetahuan ilmiah mereka sebagai kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka Bagi para ateis menyebutkan hal-hal yang bersifat supranatural akan tampak sebagai satu anakronisme, bahkan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan hanya menemui teka-teki, kode genetis. Gagasan untuk mendekati suatu pertanyaan seperti peristilahan metafisis tak bisa diterima oleh para Ateis. Adanya pemisahan antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan agama ini sejalan dengan cara-cara penalaran pemikiran modern. Para separatis berpandangan bahwa orang-orang yang percaya kepada tuhan yang memilki suatu ketakutan bahwa ilmu pengetahuan akan melahirkan pertanyaan-pertanyaan tentang agama mereka melalui suatu perbandingan yang mereka dianggap berbahaya.[8]

C.                 Aplikasi Pendekatan Tokoh atas Ayat/ kasus tertentu.
Manusia telah memikirkan asal-usulnya selama beribu-ribu tahun, tetapi samapi belakang ini satu-satunya sumber pengetahuannya adalah pengertian-pengertian yang di peroleh dari ajaran-ajaran keagamaan dan berbagai sistem filsafat. Baru pada zaman Modern ini bersama dengan mengalirnya berbagai jenis data iamampu mendekati tentang asal-usulnya dari sudut yang baru. Kita hidup padasuatu masa yang di dalamnya nalar dan penakluan oleh ilmu pengetahuan mengklaim telah berhasil memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan-pertanyaan besar yang di ajukan oleh Manusia. Salah satu ilmu pengetahuan sekuler: On The Origin Of Species, karangan Darwin yang terbit di Inggris pada tahun 1859 telahmeraih sukses besar selama bertahun-tahun di yakini manusia pada saat itu, itu bukti bahwa akibat yang ditimbulkan suatu teori yang berkenaan dengan asal-usul manusia, hanya menyampaikan sebuah dugaan-dugaan, melalui sebuah asimilasi logis, mereka merasa bebas untuk mendalilkan bahwa manusia adalah keturunan kera. Hal ini merupakan pengiraan terhadap informasi yang belum di ketahui dengan berpijak pada informasi yang diketahui, orang-orang seperti ini berupaya untuk menegaskan bahwa sebagaimana spesies-spesies lain mesti berasal dari spesies lain yang telah ada sebelumnya, maka manusia pun harus muncul di bumi sabagai akibat dari suatu evolusi dari suatu garis silsilah yang dekat dengan dunia binatang.[9]
Pernyataan yang berkenaan dengan asal-usul Manusia ini, mengakibatkan munculnya  suatu guncangan yang luar biasa terhadap semua orang yang mencoba yang mencoba untuk setia kapada ajaran-ajaran Bible yang percaya bahwa manusia di ciptakan oleh tuhan. Tambahan gagasan tentang evolusi spesies bertentangan dengan firman yang terkandung di dalam Bible, yang jelas menyatakan bahwa spesies-spesies bersifat tetap dan tak berubah. Teori sekuler ini dengan ajaran bible berbenturan, dampaknya sangatlah besar. Sehingga penganut Bible berpendapat bahwa Bible yang di anggap sebagai firman tuhannya telah terbukti salah. Kesalahan-keslaahan saintifik di dalam Bibel adalah kesalahan-kesalahan ummat manusia, karena dahulu kala  manusia masih seperti seorang anak yang jahil tentang Ilmu Pengetahuan.  Akibatnya, teori tersebut akan memperoleh pembenaran bahwa data saintifik dapat meruntuhkan kepercayaan kepada Tuhan. Sekilas alasan dini tampak logis tapi hal itu tak lagi masuk akal saat ini, karena berkenaan dengan teks-teks Bibel, saat ini kita memiliki fakta-fakta tertentu yang baru ditemukan pada akhir abad ke-sembilan belas. Gagasan akan suatu tek wahyu yang di harapkan di terima tanpa pertanyaan sama sekali, membuka  jalan bagi suatu konsep adanya teks yang di ilhamkan oleh tuhan yaitu al-Qur’an.

Perbandingan dengan Bibel
Penciptaan Manusia menurut Bibel adalah hanya mengisahkan peristiwa-peristiwa tertentu pada masa lampau, keterangan yang di muatnya di bumbui dengan satu atau dua rincian yang sesuai atau bertentangan dengan data yang sekarang telah di akui kebenarannya.[10] Penjelasan-penjelasan Bibel mengenai penciptaan Manusia, sejarah agama anak-cucu adam yang pertama, dan orang-orang yahudi, memberi pengarang bibel untuk mengmbangkan dua subyek: pertama adalah asal-usul manusia, secara eksplisit di temukan di dalam perjanjian lama dan yang kedua adalah masa kemunculan pertama manusia di atas bumi yang di simpulkan dari data angka yang terdapat di dalam perjanjian lama, yang di berikan alasan-alasan lain dalam menyuguhkan informasi yang secara langsung dengan subyek itu. Asal-usul manusia di jelaskan di dalamkitab Genesis dalam ayat-ayat yang membahas penciptaan secara keseluruhan. Penciptaan manusia menurut kitab Genesis, sebagaimana di akui oleh Romo de Vaux, Kitab Genesis, di buka dengan dua penjelasan mengenai penciptaan. Adanya dua teks ini harus di beri tekanan, sebab hal ini umumnya tidak di ketahui.

Penafsiran Maurice Bucaille
Penciptaan Manusia Menurut al-Qur’an, yang tergambar di dalam QS.al-Insan ayat 2 :
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜœR 8l$t±øBr& ÏmÎ=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $JèÏJy #·ŽÅÁt/ ÇËÈ  
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.

Perbandingan ilmu Biologi, Reproduksi Manusia berdasarkan fakta yang telah di akui terdapat dalam suatu rangkaian proses, yang di mulai dengan pembuahan di dalam tabung Falopia ( pembuluh lembut yang menghubungkan rahim dengan daerah indung telur dalam sistem  reproduksi wanita) suatu sel telur yang telah memisahkan dirinya dari indungnya  di tengah perjalanan melalui siklus menstrual. Yang melakukan pembuahan tersebut adalah suatu sel yang berasal dari pria yaitu spermatozoa yang berpuluh-puluh juta Spermetozoa terkandung dalam satu sentimeter kibik sperma. Meskipun demikian yang dibutuhkan untuk menjamin terjadinya pembuahan adalah satu spermatozoa saja atau sedikit  cairan sperma. Cairan benih dan spermatozoa diproduksi oleh buah pelir dan untuk waktu tertentu di simpan di dalam suatu sistem saluran dan tandon. Ketika terjadi kontak seksual, spermatozoa itu berpindah dari tempat penyimpanannya ke saluran kencing dan di tengah jalan cairan tersebut diperkaya keluaran-keluaran getah meskipun getah itu tidak mengandung unsur-unsur pembuahan. Namun getah ini memberikan suatu pengaruh besar atas pembuahan tersebut dengan membantu sperma untuk sampai ke tempat sel telur wanita di buahi. Dengan demikian cairan sperma itu merupakan suatu campuran, ia mengandung campuran benih dan berbagai keluaran getah tambahan. Begitu sel telur di buahi, ia turun ke rahim melalaui tabung Falopia, bahkan pada saat ia turun itulah, ia mulai terpecah. Kemudian menanamkan dirinya dengan menyusup ke dalam ketebalan atau kekentalan lendir dan otot-otot begitu tembuni terbentuk. Setelah embrio tampak oleh mata telanjang, ia terlihat suatu kelemit daging yang tidak memilki bagian-bagian yang bisa di bedakan. Di sana ia berkembang secara bertahap hingga mencapai satu bentuk manusia, selama taha-tahap ini bagian-bagian tertentu seperti kepala agak lebih besar volumenya di banding bagian-bagian tubuh lainnya. Hal ini akhirnya menyusut, sedangkan struktur penopang hidup dasar membentuk kerangka yang di kelilingi otot-otot, sistem syaraf, sistem peredar, isi perut bagian dalam tubuh dan sebagainya.
Istilah “cairan-cairan yang bercampur” berkaitan dengan kata Arab “Amsyaj” para pengulas terdahulu mengartikan kata ini sebagai suatu cairan laki-laki dan wanita, seakan-akan wanita juga menghasilkan cairan-cairan yang berperan dalam reproduksi. Penafsiran seperti ini tidak lain hanyalah cerminan dari gagasan-gagasan yang populer pada saat al-Qur’an di wahyukan kepada Manusia, suatu periode yang di dalamnya secara amat alami orang belum tau tentang fisiologi dan embriologi wanita. Hal ini menjelaskan kenapa para penafsir terdahulu percaya bahwa cairan yang bersumber dari wanita berperan dalam proses pembuahan. Hal ini menyebabkan para penafsir saat ini menafsirkan hal yang sama tanpa ada keraguan, diantara tentang gejala-gejala Alam. Oleh kerena itu kita mesti menegaskan fakta bahwa sel telur wanita tidak mengandung cairan sperma dan keluaran getah yang benar-benar terjadi di dalam Vagina dan lendir Rahim sepenuhnya tidak ada hubungannya dengan pembentukan suatu manusia baru sejauh menyangkut zat aktual mereka. Cairan-cairan yang bercampur yang di rujuk oleh al-Qur’an hanya  khas bagi cairan sperma yang kompleksitasnya dengan demikian terpaparkan. Seperti kita ketahui, cairan ini terdiri atas keluaran-keluaran getah dari kelenjar-kelanjar berikut ini: buah pelir, buah pelir benih (mani), prostat ( sebuah kelenjer pada hewan menyusi yang terdiri atas jaringan otot dan kelenjar yang mengelilingi saluran kencing pada kandung kemih) dan kelenjar-kelenjar yang melekat padasaluran kencing.[11]  
Ide tentang kesesuaian al-qur’an dan sains modern dibuktikan oleh Maurice Bucaille melalui lampiran hasil penelitiannya berhubungan dengan ayat yang dibahas. Seperti penelitiannya tentang unsur-unsur sperma itu bermacam-macam yang berasal dari kelenjer-kelenjer seperti berikut :  
a.              Testicule, pengeluaran kelenjer kelamin laki-laki yang mengandung spermatozoide yakni sel panjang yang berekor dan berenang dalamcairan serolite.
b.                Kantong-kantong benih (vesicules seminates) adalah organ yang merupakan tempat menyimpan spermatozoide yang bertempat dekat prostrate. Organ ini juga mengeluarkan cairan tersebut tidak dapat membuahi.
c.               Prostrate, mengleaurkan cairan yang memberi sifat krem serta bau khusus kepada sperma.
d.              Kelenjer yang tertempel kepada jalan air kencing. Kelenjer cooper atau mery mengeluarkan cairan yang nmelekat dan kelenjer lettre mengeluarkan semacam lendir.[12]   

Masalah siklus air, yang menybutkan bahwa tuhan dapat mengubah air tawar menjadi asin adalah suatu cara untuk menunjukkan kekuasaan tuhan. Suatu cara untuk mengingatkan akan kekuasaan tuhan adalah tantangan kepada manusia untuk menurunkan hujan dari awan, sebagaimana pada QS.al-Waqi’ah 56 ayat 68-70.
ÞOçF÷ƒuätsùr& uä!$yJø9$# Ï%©!$# tbqç/uŽô³n@ ÇÏÑÈ   öNçFRr&uä çnqßJçFø9tRr& z`ÏB Èb÷ßJø9$# ÷Pr& ß`øtwU tbqä9Í\ßJø9$# ÇÏÒÈ   öqs9 âä!$t±nS çm»uZù=yèy_ %[`%y`é& Ÿwöqn=sù šcrãä3ô±n@ ÇÐÉÈ  
Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
kamukah yang menurunkannya atau kamikah yang menurunkannya?
kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan Dia asin, Maka Mengapakah kamu tidak bersyukur?

Pertanyaan pertama di dalam ayat merupakan pertanyaan yang memang betul-betul tantangan yang mustahil diterima, tetapi yang kedua tidak lagi merupakan kemustahilan pada zaman modern ini karena teknik telah sudah memungkinkan usaha menjatuhkan hujan.
M.A Facy, Pakar dari lembaga Meteorologi Prancis menulis artiket dengan judul “Precipitations dalam Encyclopedia Unicersalis ,bahwa “ orang tidak akan dapat menjatuhkan hujan dari awan yang tidak mengandung air, atau awan yang belum waktunya menjatuhkan hujan dari awan yang tidak mengandung air, atau awan yang belum waktunya menjatuhkan air walaupun ia mengandung air.”
Jadi manusia  hanya mempercepat proses turunya hujan dengan  proses turunnya hujan dengan bantuan teknik modern, sedangkan persyaratan-persyaratan  alamiah sudah terpenuhi. Kalau keadaan tidak begitu, yakni bahwa manusia dapat menurunkan hujan niscaya tak ada lagi kekeringan, tanah tandus. Kenyataannya tidak begitu, untuk menguasai huajan dan udara yang baik tetap menjadi impian manusia. Manusia tak dapat memecahkan menurut kemaunnya sendiri suatu siklus yang sudah tetap dan menjamin peredaran sirkulasi air dalam  alam.
Menurut Hidrologi modern siklus itu dapat diringkaskan sebagai berikut :“ sinar dan panas matahari menyebabkan uapan laut-laut dan tanah-tanah yang digenangi atau tercampur dengan air. Uap tersebut naik ke atmosfir dan membentuk awan-awan dengan cara kondensasi. Kemudian angin campur tangan untuk memindahkan uap-uap itu ke jarak-jarak yang berbeda-beda. Awan-awan itu kadang-kadang hilang tanpa menurunkan hujan, kadang-kadang berkumpul satu dengan yang lain untuk membentuk kondensi yang lebih besar dan kadang-kadang berpecah-pecah untuk menurunkan hujan pada tahap tertentu dari perkembangan awan. Jika hujan turun diatas permukaan laut yang merupakan 70 % dari wajah bumi siklus tersebut lebih cepat menjadi tertutup. Tetapi jika hujan itu jatuh diatas tanah, sebagian akan disedot oleh tumbuh-tumbuhan itu dengan transpirasinya mengembalikan sebagian air hujan ke atmosfir. Sebagian lain dari air hujan meresap kedalam tanah, dan dari tanah itu sebagian menuju ke laur dengan perantaraan saluran-saluran atau terus masuk lebih dalam ke dalam tanah untuk kembali ke muka bumi melalui sumber-sember mata air. Jika kita bandingkan hasil hidrologi modern ini dengan kandungan ayat diatas kita merasakan adanya persesuaian yang jelas diantara keduanya.[13]

Penciptaan Bumi pembentukan kosmos dan kesudahannya dengan penyusunan alam, seperti yang disebutkan di dalam QS. al-Anbiya; 21:30
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ    
Dan  apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?

Maurice Bucaille memberi kesimpulan tentang ayat di atas, sebagai berikut :
Menyebutkan proses pemisahan ( fatq) dari satu kumpulan primair yang unik yang pada mulanya terdiri dari unsur-unsur terpadu (ratq) artinya memisahkan perpaduan beberapa unsur untuk dijadikan suatu kumpulan homogen.[14]   Pemisahan ini ki kenal dengan model ledakan besar (Big-Bang), ledakan ini digambarkan dengan sangat dahsyat, maka butir-butir alam semesta itu masih terus saja bergerak keluar sekalipun antar materi itu bekerja gaya gravitasi. Pada dasarnya bahwa alam semesta ini berkembang, karena kekosongan akibat pross pengembangan mteri alam semesta, maka dengan terus terjadinya penciptaan materi yang dibarengi ledakan, maka ruang kosong itu akan terisi dengan materi baru.[15]
Bucaille memberi kesimpulan pada akhir penafsirannya tentang reproduksi, siklus air dan pnciptaan bumi, bahwasanya semua pernyataan-pernyataan al-qur’an harus dibandingkan dengan hasil-hasil sains modern agar persesuaian diantara keduanya sangat jelas. Seseorang tidak dapat menafsirkan al-qur’an seperti yang dilakukannya sebelum hasil sains modern memberikan bukti-bukti penelitian.[16]  

D.                Analisis Perbandingan dengan Tafsir at-Thabari
  
QS. al-Insan ayat 2
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜœR 8l$t±øBr& ÏmÎ=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $JèÏJy #·ŽÅÁt/ ÇËÈ    
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.
Maksud ayat ini adalah sesungguhnya kami menciptakan anak cucu Adam dari setetes air mani, yaitu dari air laki-laki dan perempuan. An-Nuthfah secara bahasa yaitu setiap air sedikit yag berada didalam bejana. Para tawil bereda pendapat tentang makna ayat “ amsyaj” yang bercampur didalam ayat ini. Sebagian berkata: ia merupakan percampuran dari air mani laki-laki dan air mani perempuan. Namun, pakar takwil lainnya berkata: maksudnya adalah kami menciptakan manusia dari air mani laki-laki yang berpindah kedalam rahim  perempuan, kemudian menjadi zigot, kemudian menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, kemudian menjadi tulang, lalu tulan tersebut dibungkus dengan daging.
Sedangkan, pendapat yang paling mendekati kebenaran dari pendapat-pendapat yang telah disebutkan adalah pendapat yag mengatakan bahwa makna :” Dari setetes mani yang bercampur” adalah sperma laki-laki dan seperma perempuan, karena Allah swt menyifati Nuthfah dengan bercampurnya sperma laki-laki dan perempuan, yaitu apabila sperma laki-laki berpindah kedalam rahim perempuan, lalu menjadi segumpal darah. Sedangkan orang yang berpendapat bahwa sperma laki-laki putih dan merah, maka sebagaimana diketahui bahwa sperma laki-laki berwarna putih agak mendekati merah, dan hanya terdiri dari satu warna. Jadi, apabila terdiri dari satu warna berart bukan warna-warna yang bercampur. Adapun makna “ kami menciptakan dan menjadikannya mendengar serta melihat”  adalah kami menjadikannya memilki pendengaran yang dengannya dia mendengar serta penglihatan yang dengannya dia melihat, sebagai nikmat dari Allah swt kepada hamba-hambanya, dan sebagai belas kasih kepada mereka.[17]




Pada QS.al-Waqi’ah 56 ayat 68-70.
ÞOçF÷ƒuätsùr& uä!$yJø9$# Ï%©!$# tbqç/uŽô³n@ ÇÏÑÈ   öNçFRr&uä çnqßJçFø9tRr& z`ÏB Èb÷ßJø9$# ÷Pr& ß`øtwU tbqä9Í\ßJø9$# ÇÏÒÈ   öqs9 âä!$t±nS çm»uZù=yèy_ %[`%y`é& Ÿwöqn=sù šcrãä3ô±n@ ÇÐÉÈ  
Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
kamukah yang menurunkannya atau kamikah yang menurunkannya?
kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan Dia asin, Maka Mengapakah kamu tidak bersyukur?
Abu Ja’far berkata : Pada ayat ini Allah berfirman : Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian memperhatikan air yang kamu minum, apakah kalian sendiri menurunkannya dari awan-awan dan menyimpannya di wadah-wadah yang ada di bumi? Ataukah Kami yang melakukannya?
Makna Kami sampaikan untuk kata     b÷ßJø9$#  (dengan makna awan) juga disampaikan oleh para ulama tafsir lainnya. Mereka yang memaknainya demikian memperkuatnya dengan menyebutkan riwayat-riwayat, diantaranya adalah :
Ø    Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, ia berkata : Ashim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Harits menceritakan kepadaku, ia berkata : Warqa menceritakan kepada kami sekalian dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid ia mengatakan bahwa makna firman Allah Èb÷ßJø9$# z`ÏB "dari awan." Adalah, “dari awan”.
Ø    Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata/; Said menceritakan kepada kami dari Qutadah, ia mengatakan bahwa makna kata Èb÷ßJø9$# z`ÏB pada firman Allah “a’antum anzaltumuuhu minal muzni” “Kamukah yang menurunkannya dari awan” adalah, dari langit.
Ø    Yunus menceritakan kepada kami, ia berkata Ibnu Wahab memberitahukan kepada kami, ia berkata : Ketika Ibnu Zaid menafsirkan firman Allah  “a’antum anzaltumuuhu minal muzni” (Kamukah yang menurunkannya dari awan) , ia berkata, “Al-Muzni merupakan nama lain dari as-sihaab, dan kata  “a’antum anzaltumuuhu minal muzni” yang menurunkannya dari awan, adalah, dari awan.
Ø    Muhammad bin Sa’d menceritakan kepadaku, ia berkata : ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata : pamanku menceritakan kepadaku, ia berkata : ayahku menyampaikan sebuah riwayat kepadaku dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah, “a’antum anzaltumuuhu minal muzni” “Kamukah yang menurunkannya dari awan” ia berkata,  al-muzni adalah langit dari awan.

Takwil firman Allah   %[`%y`é& m»uZù=yèy_ ä!$t±nS qs9 (Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin)
                               
Abu Ja’far berkata: Makna ayat ini adalah, kalau Allah menghendaki, maka air yang diturunkan dari langit dan air yang berada di bumi akan dijadikan seperti garam yang rasanya asin.
Kata ­al-ujaaj jika dikaitkan dengan air maka artinya air tersebut rasanya sangat-sangat asin. Pada ayat ini Allah SWT memberitahukan bahwa kalau saja Dia menghendaki semua air yang diberikan kepada manusia rasanya asin, maka mereka tidak akan dapat mengambil manfaat dari air tersebut, tidak dapat untuk minum dan tidak bisa untuk bercocok tanam.
Takwil firman Allah : šcrãä3ô±n@ Ÿwöqn=sù (Maka mengapakah kamu tidak bersyukur?)
Abu Ja’far berkata : makna ayat ini adalah, mengapa kalian masih saja tidak mau bersyukur kepada Tuhanmu, padahal Dia tidak menjadikan semua air menjadi asin, akan tetapi sebagiannya adalah air yang mengalir, yang dapat digunakan untuk minum dan dimanfaatkan pada segi kehidupan lainnya.[18]
    
QS. al-Anbiya; 21:30
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ    
Dan  apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?
Abu Ja’far berkata, maksud ayat diatas tentang firman Allah swt: Apakah orang-orang yang kafir kepada Allah tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dulunya adalah sesuatu yang padu, tidak ada lubang diantara keduanya, akan tetapi saling menempel, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Para ulama berbeda pendapat tentang maksud dari berpadunya langit dan bumi dan proses pemisahan antara keduanya, dengan apa keduanya dipisahkan? Sebagian besar berpendapat bahwa dahulu langit dan bumi saling menempel, lalu Allah swt memisahkan keduanya dengan udara.  Namun para ulama lainnya berpendapat bahwa maksud ayat diatas adalah dahulu langit adalah padu dalam satu lapis, lalu Allah memisahkannya menjadi tujuh lapis langit. Demikisn jugsa bumi, dahulunya adalah padu dalam satu lapis, lalu Allah swt memisahkanya menjadi tujuh lapis bumi. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa maksudnya adalah, dahulu langit bersatu padu tidak menurunkan hujan. Bumi juga demikian, bersatu padu tidak menumbuhkan tumbuhkan. Allah swt lalu memisahkan langit, sehingga dapat menurunkan hujan dan memisahkan bumi sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa alasan Allah swt mengatakan “ kemudian kami pisahkan antara keduanya” adalah karena dahulu malam ada sebelum siang, lalu dia memisahkan siang.
Sedangkan pendapat Abu Ja’far adalah : beliau berpendapat yang paling tepat adalah yang mengatakan bahwa maknanya adalah tidakkah orang-orang kafir memperhatikan bahwa sesungguhnya langit dan bumi dahulunya bersatu padu dari hujan dan tumbuhan, lalu kami pisahkan langit dengan hujan dan bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Menurut beliau, tentang “ Dan dari air kami jadikan sesuatu yang hidup.” Maka mengapakah mereka tiada beriman? Maksudnya adalah kami hidupkan dengan air yang kami turunkan dari langit segala sesuatu.[19]

E.                 Penutup.
Dari penjelasan diatas, kami sebagai penulis berusaha untuk utuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah pada pendahuluan, bahwa Maurice Bucaille melalui pendekatan sainsnya menafsirkan tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan penciptaan manusia, langit, bumu sebagai berikut : Maurice bucaille mengelompokkan proses reproduksi kepada 4 bagian : yaitu pembuahan (fertilization) terjadi karena kadar yang sangat sedikit daripada cair, watak dan zat cair yang membuahi, menetapnya telur yang sudah dibuahi, dan perkembangan embrio. Sedangkan tentang siklus air yang telah dijelaskan Siklus Hidrologi modern dan penciptaan bumi dengan penjelasan Bigbeng, merupakan peroses yang sangat sesuai dengan fakta penemuan modern. Namun, kebenara ini hanyalah kebenaran relatif, dengan berkembang ilmu pengetahuan akan mengalami perubahan penemuan.

F.                 Daftar Pustaka
Bucaille,Maurice, La Bible Le Coran Et La Science Bibel, Qur’an, Sains Modern, Jakarta: Bulan Bintang, 2001.
Bucaillle, Maurice, Asal-usul Manusia, Menurul Bibel, Al-Qur’an, Sains, Bandung: Mizan, 1998.
Bucaille Maurice, Dari Mana Manusia Berasal, Bandung:  Mizan, 2008.
Islam, Nidaul,  Skripsi Proses Pembentukan Manusia Dalam Al-Qur’an: Studi Pendekatan Sains Maurice Bucaille dan Harun Yahya Uin Jakarta: Fakultas Ushuluddin-Tafsir hadis, 2012.
Republik Indonesia, Departemen Agama, Al-Kitab Perjanjian lama, Jakarta: Lembaga Al-Kitab Indonesia, 1982.
Gheorge H. Fried, George J.Hademenos, Biologi, Jakarta: Gelora Aksara Pratama: 2005.
Kiptiyah, Embriologi dalam al-Qur’an: Kajian Pada Proses penciptaan Manusia, UIN-Malang Press:2007.
Mulyono, Agus Fisika & Al-qur’an, Malang:UIN Malang Press, 2006.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari jilid 18, Jakarta, Pustaka Azzam, 2009.




[1] Serpinlubisyahoo.co.id (1110034000024)
[2] Vqrya_ahmad27@yahoo.com(1111034000133)
[3] Muhammad SaipulAsy’ari,(1110034000046)
[4] Maurice Bucaille, Dari Mana Manusia Berasal (Bandung; PT.Mizan2008),h.II
[5] Nidaul Islam, Skripsi Proses Pembentukan Manusia Dalam Al-Qur’an, FU, 2012
                [6] Skripsi “ Penafsiran Saintik Maurice Bucaille dan Harun Yahya Tentang Proses Pembentukan Manusia,



                [7] Maurice Bucaillle, Asal-usulManusia, Menurul Bibel, Al-Qur’an, Sains (Mizan; Bandung, 1998) Cet. XII,  h.Cover alhir
[8] Maurice Bucaillle, Asal-usulManusia, Menurul Bibel, Al-Qur’an, Sains, h.14
                [9] Maurice Bucaillle, Asal-usulManusia, Menurul Bibel, Al-Qur’an, Sains, h. 10
                [10] Maurice Bucaillle, Asal-usulManusia, Menurul Bibel, Al-Qur’an, Sains,h.166
                [11] Maurice Bucaillle, Asal-usulManusia, Menurul Bibel, Al-Qur’an, Sains, h.218
[12] Bucaile, The Bible The Qur’anand Science, h. 202
[13] Maurice Bucaille, La Bible,h.214
[14] Maurice Bucaille, La Bible,h.214
[15] Agus Mulyono, Fisika & Al-qur’an,(Malang:UIN Malang Press, 2006),h.25
[16] Bucaille, The Bible The Qur’an and Science, h.206
[17] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari jilid 25, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2009) h.871
[18] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari jilid 24, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2009) h.596-598.
[19]  Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari jilid 18, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2009) h.66

Post a Comment

0 Comments